Chapter 3

3.9K 757 86
                                    

Halooo semuanya... akhirnya bisa balik lagi ngelanjutin cerita ini. Mohon maaf banget karena bikin kalian nunggu lama sampe mungkin lupa dua chapter yg sudah kuposting setahun lalu gimana alurnya. Karena satu dan hal lain, kehidupan real life-ku setahun kmren memang lagi nggak memungkinkan untuk bisa produktif nulis. Tapi, InsyaAllah mulai hari ini, Broken Rings akan secara konsisten dilanjutkan seperti ceritaku yg lain hingga selesai. Terima kasih banyak bagi kalian yang sudah setia menunggu 🙏🏻 🥰💞

Dan untuk sedikit mengingatkan lagi, aku nggak langsung nge-jump ke beberapa tahun ke depan seperti note terakhirku 😊 So...

Happy Reading

***
Sejak kejadian malam itu, tiga hari sudah berlalu, Hana tidak pernah melihat sisi wajah Mamanya lagi. Pun dengan Papa serta Kakak angkatnya. Mereka menghilang bagai ditelan bumi, ia dibiarkan sendirian dengan beribu tanya di kepala. Sebab di rumah ini, tak seorang pun yang tahu mereka pergi ke mana.

Apa karena mereka kecewa padanya? Apa mereka menyesal sudah mengadopsinya? Apa mereka begitu marah padanya? Sebab kini, mereka menghindari dirinya, seolah tidak ingin tahu lagi apa pun tentang Hana Leira.

Tidak berbeda jauh dengan keadaannya di panti, Hana melakukan segalanya sendirian—bahkan ia merasa jauh lebih kesepian sekarang. Begitu asing, rumah besar ini terasa sunyi, tanpa ada suara bising hangat seperti pertama kali ia datang ke sini. Malam-malam yang biasa dilewati penuh derai canda, kini tergantikan oleh suasana senyap yang menakutkan. Tiga penghuni utama pergi entah ke mana tanpa memberitahunya sama sekali. Ia tidak tahu pukul berapa mereka keluar dari rumah ini. Para pekerja memang beraktivitas seperti biasa, tetapi setelah selesai, mereka akan kembali ke ruangan masing-masing. Sementara dirinya, setelah pulang dari sekolah, kebingungan harus melakukan apa.

Sungguh, sekarang ia tidak butuh tempat tinggal megah seperti ini, ia hanya begitu merindukan teman-temannya di panti walaupun harus hidup saling berdesakkan. Hidangan beragam, pakaian yang indah, kamar yang nyaman dan rumah yang mewah, tidak berarti apa pun untuknya, karena sekarang, ia terduduk di tepi kolam renang sendirian sambil tersedu-sedu menangisi semua orang yang telah hilang.

Teringat tiga bulan terindah yang pernah dilalui bersama orang tua barunya, dada Hana sakit sekali. Saat ia membuka mata di pagi hari, tidak ada kecupan lembut dan sambutan hangat dari bibir Mamanya. Tidak ada lagi yang mendampingi selama ia bersiap-siap ke sekolah. Tidak ada satu orang pun yang duduk menyantap sarapan bersama walaupun banyak hidangan lezat tersedia di meja. Dan di malam hari, walaupun harus menonton tayangan membosankan tentang putri mereka hingga nyaris hapal di luar kepala, tapi Hana tetap bahagia selama dilakukan bersama kedua orang tuanya.

"Kalian semua ke mana? Katanya kita akan selalu bersama-sama karena kita keluarga," bibir tipisnya bergetar, ia terisak-isak sambil mengusap bulir bening yang terus berjatuhan. "Hana takut. Hana pengin pulang...."

Angin berdesau, adalah jawaban dari keluh-kesah yang menggema di tengah pekat malam.

"Ibu... Hana sendirian di—sini." Giliran lengannya yang mengusap air mata, tangisnya semakin kencang. "Ibu... tolong Hana."

Ia terus menyerukan nama Ibu Panti yang dari bayi merawatnya. Jika bisa, ia ingin kembali pada mereka daripada harus diabaikan oleh semua orang yang ia anggap keluarga. Paling tidak jika di sana, walaupun tak memiliki orang tua utuh, ada banyak sekali teman yang bernasib sama dengannya dan tidak akan pernah meninggalkan.

Di tengah isak tangis menyedihkan Hana, mereka bertiga yang baru saja tiba ke rumah, langsung mematung kala mendengar rintih pilu anak itu yang terdengar menyakitkan. Mula-mula keheranan suara tangisan siapa pada pukul sepuluh malam ada di kolam renang, tetapi ketika bergerak mendekati, ternyata sosok bertubuh mungil Hana lah yang terduduk di tepian kolam sambil menelungkupkan kepalanya ke atas paha dan tersedu-sedu sendirian.

Broken RingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang