Chapter 2

9.9K 1.6K 341
                                    

Haloo... Ncan balek lagiii 💃💃 Terima kasih banyak atas vote dan komentarnya di part kemarin. Stay healthy semuanyaa 🤗 mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu 🤗🤗


Happy Reading



***
Rasanya seperti mimpi bagi Hana ketika dirinya dipilih sebagai anak oleh keluarga Ganuardi. Begitu tiba-tiba, ia pun hanya bisa mematung ketika Ibu Panti menginformasikan berita itu sesaat ia selesai bantu-bantu memasak di dapur. Padahal sejak awal ada informasi akan ada pengadopsian dalam waktu dekat, ia tidak pernah dijadikan opsi sebab keluarga mereka menginginkan anak perempuan yang cantik, berambut panjang, dengan kulit seputih susu. Sementara dirinya, jelas tidak punya. Kulitnya sawo matang, rambutnya pendek, dan ia juga tidak terlalu cantik. Hana bahkan sempat berusaha menggosok-gosok kulitnya setiap kali mandi agar bisa berubah lebih putih, tetapi yang terjadi malah memerah dan menimbulkan perih, iritasi. Mau berapa kali pun kulitnya digosok agar bisa putih bersih sesuai keinginan mereka sehingga dirinya bisa punya orang tua utuh, tetap tidak mungkin bisa berubah.

Dan sekarang, tampaknya Tuhan mendengarkan rintihan doanya setiap malam. Hana sedang duduk diapit oleh Lusi dan Kakak laki-lakinya yang ia pikir hanya akan menjadi sebatas teman baik hatinya selama di panti. Sedang Indra Ganuardi duduk di bangku depan bersama Sopir.

Sepanjang perjalanan, Lusi terus membelai kepalanya, sesekali dia akan memberi Hana pelukan erat sambil berterimakasih karena sudah hadir di tengah keluarga mereka. Hana tentu menyambut dengan baik, ia teramat bahagia bisa memiliki sebuah keluarga seperti anak-anak lain di luaran sana. Ia selalu merindukan belaian dari tangan seorang Ibu, ia amat penasaran bagaimana rasanya, karena seumur hidupnya ia tidak pernah merasakan. Walaupun di panti tidak pernah kekurangan mainan serta makanan, tetapi kasih sayang tidak pernah ia dapatkan. Para pengurus panti hanya memastikan perut mereka kenyang dan kebutuhan selama di sana tercukupi. Padahal lebih dari apa pun, yang paling Hana butuhkan adalah kehangatan keluarga. Anak-anak panti membutuhkan kasih sayang, bukan sebatas perut kenyang.

"Nah, kita sudah sampai. Ini rumah Mama, Papa, dan Kakak Dev. Dan sekarang, rumah ini pun menjadi rumah Hana juga." Informasi Lusi, sambil mengajak Hana turun dari mobil.

"Benar, sekarang kita akan tinggal bersama di sini." Devin menggandeng tangan Hana, senyum hangat membingkai bibirnya. "Nanti aku ajak kamu muter-muter ya. Di bagian belakang, ada kolam renang juga. Kamu suka berenang?"

Hana mengangguk-angguk senang. "Hana nggak bisa berenang. Tapi, Hana suka kok main air. Nanti bisa temani Kak Dev berenang."

"Besok ya, besok. Sekarang sudah malam, kalian perlu istirahat dulu. Karena besok pagi, jadwal Hana cukup padat." Lusi sudah tidak sabar bertemu esok hari, ia akan mengajaknya berbelanja ke mall dan mengenalkan pada hal-hal yang biasanya Latisha sukai.

Mereka tiba di sebuah rumah besar yang didominasi cat berwarna putih dan keemasan. Pilar-pilar kokoh menjulang tinggi tak hentinya membuat Hana berdecak kagum. Ia sempat melongo di teras depan selama seperkian detik sesaat turun dari mobil, sambil mendongakkan kepala melihat betapa ia tak percaya kalau mulai sekarang ia akan bertempat-tinggal di sini.

"Rasanya seperti mimpi," bibirnya menggumam pelan, binar bahagia terpancar pada setiap inci parasnya. "Rumah ini bagus sekali."

Lusi mengusap-usap punggung Hana, lama menatapnya dari arah samping, bayangan Latisha tampak jelas—sehingga tak terasa bibir yang sudah lama sekali jarang tersenyum bahagia, kini terpancar tulus dan tanpa paksaan.

"Nak, kamu sudah pulang. Mama sangat merindukan momen ini."

Mendengar suara parau Lusi dan bulir bening yang tertahan di matanya, Hana yang berpikir dia menangis karena bahagia sama seperti dirinya, menggenggam tangannya secara hangat.

Broken RingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang