16. Jangan Nangis, Ya!

3.1K 255 18
                                    

"Lo nggak sedih?"

Pertanyaan Haidar barusan membuat hatinya terasa tercubit, kesedihan mendalam yang selama ini ia pendam dan rasakan sendiri itu ada, bahkan hampir menghantuinya setiap hari. Ruang kesedihan yang mungkin bisa saja ketika dibuka itu akan membuat Sena meraung-raung, menangis dan terus berteriak tiada henti. Ia hanya berusaha menjalani hidup sebaik-baiknya.

Karena ia tengah merasakan kehidupan yang sesakit-sakitnya.

Haidar bertanya seperti barusan karena raut wajah Sena terlihat tenang, tidak ada mimik wajahnya yang memperlihatkan kalau dirinya marah ataupun sedih.

Mereka terlalu sulit untuk menafsirkan, apa yang sebenarnya tengah dirasakan oleh Sena?

"Levelnya bukan sedih lagi," Jawab Sena seraya terkekeh, meski suaranya masih terdengar hilang-hilangan. "Udah sakit, Dar." Manik mata hitam itu menatap semua orang yang ada di sana dengan senyuman.

Haidar meneguk ludahnya kasar, Juna menggigit bawah bibirnya seraya menatap lurus ke depan, Alan membuang wajahnya ke sembarang arah, tidak ingin melihat wajah yang terlihat tenang namun menyimpan banyak kesedihan itu secara gamblang

Sedangkan Atuy, genangan air yang menunpuk di bawah matanya seperti berlomba-lomba untuk jatuh. Namun sebelum itu terjadi, ia melangkah menjauh dari sana dan pergi ke kamar mandi.

Di dalam sana, Atuy berusaha keras menggigit bawah bibirnya untuk menahan suara isakan yang mati-matian ia tahan. Bukan dirinya yang mengalami kenyataan pahit kehidupan, tapi kenapa hatinya terasa sakit sekali?

Sejauh mana anak itu menyembunyikan lukanya?

Ia bahkan tidak berekspetasi bahwa kenyataan yang harus dilalui oleh bocah prik itu sampai seperti ini. Terakhir kali ia mendengar kabar Sena yang terluka itu saat malam di mana mereka tengah pesta BBQ. Itu karena Haidar yang tidak sengaja melihat Sena di ruko Alan ketika acara mereka sudah selesai, saat kembali lagi ke ruko karena ingin mengambil kunci kamarnya yang tertinggal.

Ingat saat Haidar menghubungi Juna dan Atuy malam-malam untuk membicarakan Sena?

Iya, malam itu.

Itu pun Haidar tidak mengetahui alasannya kenapa, karena ia takut hadirnya disadari oleh Alan dan Sena.

"Tuy! Lo berak apa lagi ngeluarin anak sih? Buruan, gue mau atraksi air mancur!" Teriak Sena dengan suara seadanya dari luar sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Buru-buru, Atuy mencuci wajahnya karena menangis, bisa-bisa ia dijadikan bahan ledekan ketika keluar dan menemui Sena jika terlihat sembab.

"Atuy gue udah gak kuat, anjir!" Desak Sena dari luar.

"Bentar elah, bentar lagi anak gue keluar ini!" Sahut Atuy dari dalam.

"Sinting!"

Beberapa saat kemudian Atuy keluar dengan wajahnya yang basah karena air. Sena yang terlihat sudah kebelet itu buru-buru memasuki kamar mandi dan menutupnya.

Atuy kembali mendatangi teman-temannya dan Alan di ruang tengah, semuanya tampak terdiam dan hanyut di dalam pikirannya masing-masing. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, sedikit memecah keheningan di antara mereka, ia merogoh saku celananya dan membuka pesan dari seseorang yang menghubunginya.

 Tiba-tiba ponselnya berbunyi, sedikit memecah keheningan di antara mereka, ia merogoh saku celananya dan membuka pesan dari seseorang yang menghubunginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
If I Didn't Wake Up Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang