Bab 3

9 6 3
                                    

***

[HAPPY READING]

***

Seperti pagi-pagi yang telah berlalu, cuaca masih saja suram dengan awan hitam yang tak kunjung hujan, membuat hawa semakin terasa sejuk.

Namun, kali ini cuaca tak mengalahkan niat Arvan untuk menemui seorang tokoh utama dalam tulisannya yang menjelma menjadi nyata. Langkahnya yang lebar mampu membuat ia terlihat gagah dengan tubuhnya yang semakin terlihat tinggi dengan mantel blazer yang ia pakai kali ini.

Tak luput dari sebuah tulisan, Arvan tak lupa membawa catatan kecil dan balpoin di saku dalam mantel jasnya. Langkahnya pun semakin cepat setelah melihat bus yang sudah menepi di depan halte. Selama dalam perjalanan Arvan terus menerus tersenyum sembari menatap jalanan luar dari balik jendela kaca bus.

Sesampainya di depan kampus Candice, ia masih celingukan mencari batang hidung yang ditujunya. Arvan sengaja mencarinya pagi-pagi agar ia bertemu kembali dengannya di depan kampus. Namun sayangnya, setelah menunggu cukup lama, Candice tak kunjung terlihat.

Hampir satu jam ia berdiri menunggu, tak terasa kakinya melangkah ke sekitaran kampus Candice sampai akhirnya ia menemukan sebuah tulisan "Asrama Wanita", Arvan terperangah membacanya. Ia tak sadar sudah melangkah sejauh ini. Ya, meski tempatnya berdampingan dengan kampus Candice, tapi kenapa sejauh ini Arvan melangkah ke tempat asrama wanita. Ia bingung sendiri.

Kampus Candice memang menyediakan asrama bagi mahasiswa/mahasiswi di dalamnya. Arvan mendongak menatap gedung asrama tiga lantai di depannya. Kedua sedut bibirnya terangkat kecil. "Mungkin Candice juga ada di sini," batinnya.

"Ar-van?" Seseorang mengejutkannya saat namanya dipanggil.

Netranya menurun, melihat siapa yang memanggilnya. "Maira?"

Perbedaan tubuhnya yang cukup jauh membuat Maira mendongak saat berbicara dengan Arvan. Ia tak mengira jika Arvan begitu tinggi, sebab di hari kemarin ia hanya sempat berbicara dengan Arvan sambil duduk di kursi halte.

"Ngapain di sini?" tanya Maira kembali mengejutkannya. Bukannya menjawab, Arvan sedari tadi hanya menganga melihatnya. "Apa mungkin aku terlalu pendek saat berdiri di dekatnya(?)" pikir Maira saat Arvan terus menerus menatapnya aneh.

"RAAA, TUNGGUIN!" teriak seseorang dari belakang. Arvan dan Maira menoleh dari sumber suara. Dia Candice, terus berteriak sambil berlari dengan bajur tidur dan rambutnya yang berantakan.

Candice pun menghampiri Maira dengan napas yang tak teratur. Kepalanya tertunduk dengan tangannya yang menyentuh lutut ia jadikan sebagai tumpu badan,seperri sudah dikejar hantu. Sambil menormalkan napasnya, Candice terus berbicara, "Huhgg ... Ka-in ini, jangan dipake, Ra."

Setelah dirasa napasnya kembali normal, Candice mendongak menatap Maira sambil menepuk pundak teman di sampingnya saat ini, "Mau aku kembaliin ke-" perkataannya terhenti tatkala ia menoleh, melihat tubuh tinggi di depannya. Seseorang yang sedari tadi bersama Maira.

Kini saking terkejutnya Candice, ia sampai tak kuasa berbicara. Spontan telapak tangannya ia angkat untuk menutupi mulutnya yang terus menganga.

"HAGHH!" Didetik selanjutnya Candice berteriak sekeromungkin, membuat Maira tepat di sampingnya mengejapkan matanya berkali-kali.

Tasbihku dan Rosariomu [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang