|| Chap. 01||

7.5K 567 5
                                    

Cerita ini hanya karangan semata. Jika ada kesamaan nama tokoh, karakter, alur, latar tempat dan waktu itu semua sebuah ketidaksengajaan. mohon untuk dimaafkan.

SELAMAT MEMBACA.

•••

"Ugh," lenguhan terdengar dari seorang pemuda yang terbaring lemah di sebuah kamar rumah sakit. Di tangan sebelah kanannya terpasang infus. Ia mencoba membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk.

Ceklek.

Saat mencoba untuk bangkit, tiba-tiba seorang pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk terlebih dahulu. Pemuda yang sudah terduduk itu mengernyit bingung, tidak mengerti siapa orang tersebut.

Siapa ni orang? batinnya.

"Maaf, apakah tuan muda sudah sadar?" tanya pria itu dengan suara lembut.

"T-tuan muda?" gumam pemuda itu, kebingungan tergambar jelas di wajahnya.

Pria berpakaian serba hitam itu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apakah tuan mudanya ini mengalami amnesia?

"Em tuan muda Adrian lah- memang siapa lagi, yang ada disini hanya kita berdua," jelasnya.

"Sejak kapan gue jadi tuan muda ya om?"

Ceklek.

Pintu kembali terbuka, dan seorang dokter muda dengan stetoskop yang tergantung di lehernya masuk ke dalam ruangan. Jas dokter itu memiliki name tag yang bertuliskan 'Dr. Haris Farizan G'.

Dokter tersebut mendekat ke arah Adrian untuk memeriksa keadaannya. Ia terlihat terkejut setelah memeriksa luka memar di bagian atas kepala Adrian.

Pria yang berada di samping Adrian tadi bertanya kepada dokter, "Bagaimana keadaan tuan Adrian, Dok?"

"Sebelumnya, saya ingin memberitahukan bahwa anak ini mungkin mengalami hilang ingatan, entah itu sementara atau permanen. Namun, setelah ini saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata dokter tersebut dengan serius. Ia menghentikan sejenak dan menghela nafas sebelum melanjutkan, "Selain itu, kepala anak ini juga mengalami luka memar yang cukup parah. Namun, kondisinya sudah lebih baik daripada sebelumnya." Setelah memberikan penjelasan tersebut, dokter itu pamit untuk keluar dan menyelesaikan tugasnya yang lain.

"Eh, om, nama lu siapa?" tanya Adrian.

"Nama saya Javier, tuan. Saya adalah bodyguard yang ditugaskan oleh kakek anda untuk menjaga dan menemani tuan muda Adrian," jelas Javier dengan ramah.

"Perasaan kakak udah ngga ada" gumam Adrian dengan suara lirih,  tidak terdengar oleh Javier.

"Ada apa, tuan muda?" tanya Javier dengan kekhawatiran.

Adrian hanya menggeleng dan memikirkan sesuatu. Ia merasa tubuhnya terasa ringan dan terlihat kurus.

"Eh, kalau nama gue siapa ya, om?" tanya Adrian penasaran.

"Nama tuan adalah Adrian, lebih tepatnya Adrian Janu Narendra," jawab Javier.

"Adrian Janu Naren- NARENDRA?!" teriak Adrian, membuat Javier terkejut dan mengelus dadanya.

Javier merasa heran bagaimana hilang ingatan bisa merubah sifat dan gaya bicara seseorang. Meskipun begitu, ia tidak mempermasalahkannya. Yang penting, ia merasa semangat dan ingin berbicara banyak lagi.

"Om, lu keluar sebentar. Gue pengen sendiri dulu," ujar Adrian sambil menunjuk pintu ruangan, memberi isyarat kepada Javier untuk keluar.

Javier hanya mengangguk dan segera meninggalkan ruangan. Meskipun ia merasa khawatir meninggalkan tuan mudanya sendirian, ia mengerti bahwa Adrian hanya ingin sedikit waktu untuk dirinya sendiri.

Setelah Javier pergi, Adrian terdiam dalam lamunan dan memikirkan kehidupan selanjutnya. Ia merasa terkejut melihat tubuhnya yang sangat kurus dan tampak kekurangan gizi. Adrian semakin yakin bahwa jiwanya telah berpindah ke tubuh orang lain.

"Kurus banget nih tubuh, kaga ada yang ngurus apa gimana sih. Kayaknya orang kaya, deh" keluh Adrian dengan kesal.

Ia merasa sedih melihat kondisi tubuh yang ia tempati. Bagaimana mungkin ia bisa menjalin hubungan dengan para gadis jika tubuhnya kecil dan tidak terawat seperti ini?

"ARGGHHH!!" teriak Adrian tiba-tiba, membuat Javier yang sedang menunggu di luar ruangan terkejut. Ia segera masuk dengan cepat, khawatir terjadi sesuatu yang buruk.

"Tuan muda, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Javier dengan wajah penuh kekhawatiran. Adrian merasa bersalah karena telah membuatnya khawatir.

"Eh, gue nggak papa kok, om. Maaf udah ngagetin lu," ucap Adrian dengan senyuman kecil.

Javier merasa lega. Ia pikir ada sesuatu yang buruk terjadi pada tuan mudanya. "Baiklah, tuan muda. Tidak apa-apa. Jika ada yang perlu dibicarakan atau jika anda membutuhkan sesuatu, beri tahu saya."

Growll

Javier mendengar suara itu dan tertawa geli. Ia melihat Adrian memegangi perutnya dengan ekspresi lapar.

"Tuan muda, apakah anda lapar?" tanya Javier, dan Adrian mengangguk dengan tegas.

"Ada apa yang anda inginkan? Dokter mengatakan anda boleh makan apa saja selama itu aman dan tidak pedas."

Awalnya, Adrian senang karena ia bisa makan apa saja. Namun, ketika Javier menyelesaikan perkataannya, Adrian mengerucutkan bibirnya. Ia menyadari bahwa ia sangat menyukai makanan pedas.

"Om, bolehkan pedesnya dikit, please?" pinta Adrian dengan memohon, menyatukan kedua tangannya.

"Tidak, tuan muda. Besok baru boleh jika anda sudah sembuh," jawab Javier dengan tegas. Adrian mengangguk pasrah, meskipun perutnya sudah sangat lapar.

"Benar ya, om? Janji?" tanya Adrian dengan harapan.

"Iya, tapi hanya setelah anda sembuh," jawab Javier dengan tegas.

"Oke, kalau begitu, gue pengen nasi, ayam sama sop," ucap Adrian dengan antusias. Ia sudah tidak sabar untuk segera menyantap makanan. Javier mengangguk dan kemudian keluar dari ruangan.

Selagi Javier pergi membeli makanan, Adrian memperhatikan setiap sudut ruangan. Ia melihat sebuah handphone yang tertinggal di atas nakas.

"Mungkin milik om Javier," batin Adrian.

Ia mengambil handphone tersebut dan membuka aplikasi kamera untuk melihat wajah barunya. Adrian cukup terkagum dengan penampilannya saat ini. Kulitnya putih, meskipun sedikit kusam dan tidak terawat. Jika dilihat lebih seksama, wajahnya memiliki ciri-ciri feminin namun masih terlihat maskulin.

"Apa dengan penampilan kayak gini gue bisa deketin cewek kayak dulu? Mungkin gue bisa rawat dikit sih ni muka makin ganteng," monolog Adrian.

Setelah menunggu hampir setengah jam, Adrian merasa bosan. Tepat pada saat itu, Javier kembali dengan membawa makanan yang telah dipesan. Adrian merasa senang karena dokter telah memberi izin untuk pulang besok, seperti yang Javier sampaikan setelah bertemu dengan dokter di luar ruangan tadi.

•••

NB : Sudah direvisi.

TRANSMIGRASI ADRIAN (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang