|| Chap. 03 ||

6.4K 532 1
                                    

Cerita ini hanya karangan semata. Jika ada kesamaan nama tokoh, karakter, alur, latar tempat dan waktu itu semua sebuah ketidaksengajaan. mohon untuk dimaafkan.

SELAMAT MEMBACA.

•••

Sinar matahari memasuki kamar Adrian melalui celah-celah jendela yang semalam lupa ia tutup. Telapak tangannya ia gunakan untuk menghalau sinar yang menusuk matanya.

Dia mulai bangun dan menyandarkan tubuhnya ke headboard. Mengumpulkan nyawa dan semangat untuk menyambut hari ini.

Adrian berdiri dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai dia keluar dan hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya. Menuju lemari dan memilih pakaian yang akan ia pakai hari ini.

"Nah ini bagus nih." Adrian mengambil kaos pendek berwarna hitam dan celana training berwana senada. Adrian berdiri didepan cermin panjang di kamarnya dan menyisir rambut yang terlihat cukup panjang.

"Kayaknya gue harus potong deh, kalau perlu ngecat rambut sekalian biar nggak keliatan culun banget" monolognya.

Setelah selesai dari acara bercermin, Adrian segera bergegas keluar dari kamarnya. Rencananya hari ini ia akan mengisi waktunya untuk pergi ke salon dan jalan-jalan.

Adrian mulai menuruni anak tangga satu persatu. Kamarnya berada di atas jadi dia harus naik turun.

Saat sampai dibawah, pemandangan yang ia dapatkan adalah ayah dan kedua kakaknya sudah duduk rapi dimeja makan, sembari memakan santapan pagi mereka dengan hikmat. Tanpa menunggu Adrian terlebih dahulu.

"Anjir gue kagak ditunggu," gumam Ardian.

Mereka yang ada di meja makan hanya diam dan acuh dengan kedatangannya. Adrian juga tidak peduli, dia mengambil satu lembar roti di meja dan mengoleskannya dengan selai stroberi. Menggigitnya, setalah itu pergi berlalu.

Hal itu mengundang tatapan tidak suka dari kakak kedua Adrian, Arzan. Ia memandang sinis sang adik. "Memang anak tidak tau diri!," geramnya.

"Sudah ayah bilang, jika sedang sarapan bersama tidak ada yang boleh berbicara," tegur Alfariz sambil menatap Arzan tajam. Ia juga heran dengan anak bungsunya yang tidak mencari perhatian dan bergabung untuk sarapan bersama. Namun semua itu tidak terlihat karena wajah datarnya.

"Baik yah," balas Arzan.

Setelah itu tidak ada sama sekali yang berbicara. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring.

°°°

Disisi lain Adrian sedang memakan semangkok bubur yang berada dipinggir jalan. Tentu saja ia ditemani oleh Javier. Nanti kalau sendiri takutnya Adrian kesasar. Javier pun tidak mempermasalahkannya.

Javier heran, mengapa tiba-tiba tuan mudanya itu mengajaknya makan dipinggir jalan. Karena dulu Adrian itu paling anti yang namanya makan-makanan yang dijual sepeti itu. Apalagi anak itu terlihat sangat menikmati makanannya.

Mungkin ini efek koma selama dua minggu, jadi tuan muda terlihat sangat lahap memakannya, batin Javier.

Merasa ada yang memerhatikan. Adrian menghentikan aktifitas makannya untuk sementara. Ia memandang Javier dengan tatapan bingung.

"Kenapa om liatin gue kayak gitu sih? ada yang aneh di wajah gue?" tanya Adrian sembari memegang wajahnya. Membuat Javier terkekeh.

"Tidak papa tuan muda, hanya saja saya sedikit heran karena tuan muda mengajak saya kesini," jawab Javier.
Adrian hanya mengangguk menanggapi.

Adrian sekarang, sejak masih kecil selalu diajarkan untuk membeli dan membantu pedagang kaki lima. Sedangkan pemilik tubuh ini, diluar dari penyiksaan yang ia dapat. Dia adalah anak yang manja dan suka mencari perhatian.

Bubur didalam mangkok sudah tandas. Adrian pun sesekali mengusap perutnya karena kekenyangan.

"Gue udah selesai om," ujar Adrian sembari beranjak dari tempat duduknya. Namun sebelum itu Javier terlebih dahulu menghentikannya. Membuat Adrian terduduk kembali.

"Kenapa sih om elah," kesal Adrian dengan tanpa sadar menggembungkan pipinya. Membuat Javier terkekeh dan ingin mencubit pipi Adrian.

"Biar makanannya turun dulu tuan muda, jangan terlalu terburu-buru," jelas Javier.

Adrian hanya mengangguk dan mendengus kesal. "Kayak bunda aja lu," gumamnya.

"Apa tuan muda?" tanya Javier sambil mengerutkan dahinya.

"A-ah nggak papa kok om," jawab Adrian sedikit gugup.

Hampir sepuluh menit mereka duduk di sana. Adrian beranjak dan berjalan mendahului Javier. Untuk makanan yang dimakan juga sudah dibayar.

"Ayo om," ajak Adrian. Ia masuk terlebih dahulu kedalam mobil dan duduk di kursi penumpang di samping supir. Javier pun juga sudah terduduk disitu.

"Kita jadi ke salon tuan muda?" tanya Javier sembari memakai sabuk pengaman.

Adrian mengangguk cepat. Ia sangat antusias dan tidak sabar. "Jadi dong om, gue mau potong rambut," ujar Adrian.

Mobil mewah ber merek Buggati itu segera melenggang pergi. Tujuan mereka saat ini adalah ke tempat salon milik keluarga. Adrian yang dulu jarang sekali datang ke tempat itu. Terakhir tiga tahun lalu, karena ia dipaksa sang kakek.

Setelah tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai ke salon. Tanpa basa-basi Adrian masuk kedalam. Para pegawai di sana menyambutnya dan menunduk hormat. Membuat Adrian sedikit risih.

"Selamat datang tuan Adrian, selamat pagi, " sapa seorang resepsionis dengan tersenyum.

"Pagi juga kakak cantik," balas Adrian sembari mengedipkan satu matanya. Membuat pipi resepsionis itu bersemu.

Adrian pun segera masuk tanpa, mengisi dan membayar apapun. Karena salon ini milik keluarganya. Ia sudah tidak sabar melihat penampilan barunya.

Hampir tiga jam mereka didalam. Adrian sudah keluar dari salon dengan penampilan barunya. Rambut yang dicat pirang dan gaya rambut undercut. Mengundang decak kagum dari para pegawai yang melihatnya tadi.

Tenang aja dri, penampilan lo sekarang udah nggak cupu banget, batin Adrian.

"Tuan muda terlihat sangat manis," puji Javier. Mengundang tatapan tak suka dari Adrian.

"Enak aja gue tu ganteng ya om, " sewot Adrian sembari melipat kedua tangan didepan dada dan menggembungkan pipinya. Membuat Javier lagi-lagi sangatlah ingin mencubitnya.

Andai saja Javier saat ini tidak sedang menyetir dan orang di sampingnya ini bukan majikannya. Mungkin sudah ia kurung untuk menjadikannya adik. Namun tentu saja itu tidak akan pernah terjadi

Ditengah perjalanan Adrian tidak sengaja melihat kedai es krim dipinggir jalan yang cukup ramai, dia berhenti sejenak untuk mampir. Membeli dua rasa yaitu coklat dan vanila. Javier sendiri tidak minat, jadi dia tidak membeli.

Tanpa Adrian sadari ada cowok yang memperhatikan dirinya. Dengan tatapan yang sulit diartikan.

Apa dia tidak melihatku, batin cowok itu.

•••

NB : Sudah direvisi.


TRANSMIGRASI ADRIAN (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang