Survey

12 2 0
                                    

Mereka berkumpul di apart Bangchan setelah pulang sekolah, kembali merembukkan argumen guna mencari sepersen celah. Bangchan adalah anak rantau, ia pindahan dari Australia tetapi orang tuanya menetap disana tidak ikut Bangchan yang merantau ke negeri ginseng ini. Kebetulan Felix juga pindahan dari Australia, berbeda dengan Bangchan, Felix beserta keluarganya pindah kesini.

Jadi jika disekolah ada keperluan yang membutuhkan orang tua, orang tua Felix yang tanggung jawab untuk Bangchan.

"Siapa salah satu dari mereka?" Lino memulai topik, tapi yang terlihat berfikir disini hanya Felix. Yang lain hanya asik makan karena tadi mereka ada memesan beberapa hamburger dan juga pizza.

"Makan dulu Hyung" Ayen menepukkan posisi kosong disebelahnya, menyuruh Lino untuk duduk disana dan bergabung makan bersama mereka.

Lino menghela nafas kemudian mengalah untuk ikut makan dengan yang lain, walaupun ini penting, urusan perut jauh lebih penting.. kata Changbin.

"Mereka yang mengerti tentang organ" Felix tiba tiba memberikan jawaban atas pertanyaan Lino tadi ditengah tengah kegiatan makan mereka.

"Karena mengambil organ dari tubuh itu tidak bisa sembarangan, atau organ itu akan rusak dan tidak bisa digunakan lagi" lanjut Felix sembari lanjut menggigit hamburger.

Baru Bangchan ingin mengeluarkan argumen menyetujui pernyataan Felix, Seungmin sudah memotong pembicaraan.

"Bisakah kita makan dulu? Membahas itu membuatku mual"

Berakhirlah mereka menyelesaikan makan, tetapi tidak selesai selesai daritadi. Mereka malah membongkar lemari pendingin Bangchan dan memakan apa yang mereka temukan, atas persetujuan Bangchan tentunya.

"Heii ayo lanjutkan!" Lino mulai jengah dengan teman temannya yang jika bertemu makanan tidak pernah merasa kenyang.

"Oke ayo" Hyunjin mengambil posisi bersila didepan Lino, diikuti yang lain.

"Apakah ahli kesehatan negara?" Bangchan akhirnya mengeluarkan pendapatnya yang terjeda karena makan.

"Bisa jadi kemungkinan, tapi siapa tau mereka punya keahlian tersembunyi?" Changbin yang masih mengunyah keripik kentang hasil temuannya di lemari dapur Bangchan mencoba memberikan usulan.

"Kau pikir ini apa ada keahlian tersembunyi" Jisung mencibir pemikiran Changbin.

"Tapi benar kata Changbin, kita tidak tahu apakah mereka ada gelar dokter bedah atau apapun itu sebelumnya" Felix memberi pembenaran setelah ia berfikir cukup lama.

Ketika mereka sedang berfikir kemungkinan yang paling logis, tiba tiba ponsel Lino berdering. Orang tuanya memanggil.

Ia rasa ia sudah disuruh pulang, padahal kan dirinya sudah remaja, laki laki pula.

"Ya Eomma"

Membiarkan Lino bertelepon dengan orang tuanya, mereka masih berfikir sebelum suara lantang Lino mengagetkan mereka semua.

"APA??!!"

Ponsel yang berada ditangannya terjatuh, kemudian ia berteriak seperti orang kerasukan sambil menjambak rambutnya sendiri. Membuat ke 7 pemuda lain disana panik dan terburu menenangkan Lino.

"Lino apa yang terjadi heyy?" Bangchan menahan bahu Lino agar tidak bergerak lagi, perlahan menurunkan tangannya yang menjambak rambutnya sendiri.

Tapi bukannya menjelaskan Lino malah menerjang Bangchan hingga ia terjatuh terlentang dengan Lino yang memegang bahunya.

"Katakan padaku ini semua bohong!!" Histeris Lino mengguncang bahu Bangchan, Bangchan yang kaget hanya bisa mengangguk mengiyakan untuk saat ini.

Tenaga Lino tidak main main, mereka semua kewalahan menahannya untuk tidak berontak.

Changbin turun tangan, ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuat Lino duduk tenang. Dan.. berhasil, tenaga Changbin mengalahkan Lino.

"Tenang Lino, jelaskan pada kami ada apa?" Tanya Changbin sembari merangkul Lino.

"Saudara ku Bin, saudaraku yang berkunjung dari Gimpo. Ia menjadi korban salah satu 20 orang itu!" Lino menarik kerah Changbin, air mata mulai merembes keluar walaupun wajahnya memerah karena marah.

Mereka terkejut, Changbin langsung memeluk pemuda itu guna menenangkannya. Mereka tahu betul bagaimana rasanya.

"Ayo kita pergi kesana" Lino bergegas memakai tasnya.

"Jangan gila, kita belom menemukan titik terang juga rencana yang matang" Bangchan menahan pergerakan Lino yang ingin pergi lebih dulu.

Lino terdiam sesaat, benar kata Bangchan. Tapi ini tidak bisa dibiarkan.

"Sudah, kita lanjutkan saja besok disini. Lino istirahatlah" ujar Felix yang mengerti perasaan berduka cita Lino.

Mereka memutuskan untuk pulang dengan perasaan tak enak, memikirkan saudara Lino yang menjadi korban. Membuat mereka takut juga was was, bagaimana jika itu menimpa keluarga mereka? Atau diri mereka sendiri saat berjalan pulang dari sekolah sendirian?

Lino sampai dirumahnya, membuka pintu dan disambut kedua orangtuanya dengan raut sedih, kecuali ibunya yang juga memasang raut khawatir.

"Darimana Minho?" Pertanyaan ayahnya menghentikan langkah pemuda itu yang berjalan melewati kedua orangtuanya.

"Belajar bersama" Lino menjawab tanpa menolehkan pandangannya, kemudian melenggang pergi menuju kamarnya.

"Bisa bisanya kau kelayapan disaat seperti ini, kau pikir bisa membohongi appa Lee Minho?!" Ayahnya berteriak membentak, tetapi Lino tetap melenggang tanpa menghentikan langkahnya.

Ibunya mengusap pundak ayahnya guna menenangkan, ibunya tahu Lino juga sedang tidak baik baik saja. Mungkin anaknya itu terlalu malu untuk menunjukkan emosinya di rumah, ia bisa melihat wajah anaknya yang sembab tadi.

Lino merebahkan dirinya pada ranjang, menatap langit langit kamar dengan nafas yang masih tidak beraturan, cairan bening dari matanya masih setia berebut keluar untuk membasahi ranjang.

Lino jadi semakin membenci orang orang jahat, ia bisa bersumpah akan membunuh siapapun orang jahat yang ia temui.



|| SKZ ||



Malam telah tiba, semua manusia telah berada dialam mimpinya. Kecuali pemuda bernama Lee Minho ini.

Ia bersiap siap untuk keluar dengan hoodie, topi serta masker hitam miliknya. Tak lupa ia mengantongi pisau lipat serta pistol pada kantung hoodie nya.

Membuka pintu kamar secara perlahan, melihat lihat apakah orangtuanya sudah tertidur apa belum.

Berjalan perlahan menuju pintu keluar, tetapi belum sampai ia menggapai kenop pintu sebuah suara membuatnya terlonjak kaget.

"Mau kemana malam malam begini Minho?" Ibunya menggep ia yang sedang mengendap keluar.

"Supermarket, aku lapar" menarik kenop pintu sebelum tangannya ditarik kembali oleh sang ibu.

"Biar Eomma masakan untukmu" Lino melepas genggaman ibunya.

"Aku ingin makan makanan instan" langsung berlalu menembus gelapnya malam mengabaikan panggilan ibunya yang menyuruhnya kembali.

Ia ingat kata Hyunjin, jika ingin gila jangan setengah setengah. Jadi dengan emosi yang sudah diujung tanduk, Lino bertekad menghampiri sang pembunuh sendirian.

Mengetahui posisi psikopat itu akan membunuh korbannya lewat web terlarang di internet, ia melewati gang kecil minim penerangan dengan menggenggam pisau lipat untuk berjaga jaga.

"Siapa disana?"

Tiba tiba sebuah senter menyorot kearah gang kecil tersebut yang dimana Lino berada.











• Continued •

Assassin >> SKZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang