Hiraeth02

222 19 0
                                    

Gelak tawa terdengar mengisi kehangatan meja makan. Ketika pagi selanjutnya tiba, keluarga Abipraya tengah bersantai menikmati hidangan sembari menyaksikan tingkah kedua pemuda yang berstatus sebagai anak Praya dan Ayu.

"Jadi, bagaimana keputusanmu?" Sang kepala keluarga menatap anak pertamanya.

"Gama ikut keputusan papa saja. Terserah ingin dimasukkan kesekolah manapun, yang terpenting Gama bisa belajar." Gama tersenyum kepada Praya.

Hingga sang kepala keluarga mengangguk dan melanjutkan menikmati hidangan tersebut, membiarkan anak dan istrinya bercengkrama hingga mereka merasa lelah dan berhenti berbicara.

Ash menjadi yang pertama selesai, netranya menangkap pria kepercayaan keluarganya tengah berjalan menaiki tangga diikuti oleh 4 pelayan dibelakangnya, Sam pasti ingin memberi Isa sarapan.

"Pa, boleh Ash ikut Sam?" Setelah mendapat persetujuan, Ash langsung pergi dari meja makan untuk bergabung dengan Sam.

"Sam!" Sam berhenti dan menunduk hormat ketika Ash berada dihadapannya.

"Aku akan ikut dengan kalian."

Pemuda tersebut berjalan didepan Sam. Kamar Isa terletak di lantai 3, jarang sekali ada yang menginjakkan kaki ke lantai tersebut karena tempat itu khusus untuk Isa, mereka mengasingkan Isa lebih dari yang Isa perkiraan.

Pintu yang tak pernah Isa kunci kini terbuka, Ash menatap tubuh Isa yang berbaring dengan netra yang fokus menatap langi-langit kamar, sejenak Ash ikut menatap langit kamar berharap ada sesuatu yang menarik.

Kemudian Ash menatap Sam, yang ditatap akhirnya maju menyentuh pundak Isa membuat Isa kembali kedunia nyata, Isa duduk ditepi ranjang ketika melihat Ash berada disamping Sam, kemudian Sam dengan cekatan memasang alat bantu dengar milik Isa.

"Tidur nyenyak semalam?" Isa mengangguk walaupun sebenarnya sebaliknya. Isa hanya tidur selama 2 jam kemudian terbangun karena mimpi buruk, setelah itu Isa tak lagi berusaha memejam.

"Berikan makanan dia padaku, Sam."

"Biar aku yang mengurusnya."

"Ini perintah." mutlak, akhirnya Sam memberikan makanan yang sudah ia siapkan. Ash menatap pelayan-pelayan hingga pelayan tersebut menaruh sedikit demi sedikit hidangan kedalam piring yang berada ditangan Ash.

Sam meminta pelayan tersebut untuk pergi setelah meninggalkan satu gelas air minum untuk Isa. Kemudian Ash mengulurkan tangannya untuk menyuapi adiknya.

"Gimana handphone yang gue kasih semalam? lo suka?" Isa mengangguk, kemudian kembali menerima suapan kedua dari Ash.

Mata elang milik Ash melirik ponsel pemberiannya diatas laci, ia tahu Isa tak menggunakannya. Isa kembali mengunyah ketika Ash terus saja menyuapinya.

Sam menatap Isa yang terlihat menelan dengan susah payah, ketika Ash hendak menyuapi Isa, Sam menghentikannya. "Izinkan aku memberinya minum."

"Apa dia makan dengan benar semalam?" Ash kembali memberi suapan ketika Isa selesai meneguk minumnya.

"Seperti biasa."

Ash akhirnya menatap Isa yang memaksa dirinya sendiri untuk menelan makanan tersebut. Sam memberi Isa minum kembali ketika Ash memerintahnya.

"Kalau kenyang bilang, gue gak maksa lo habisin semua ini."

"Lo tuli Sa, bukan bisu. Jadi bisa gak jangan diem aja? alat ini" Ash menunjuk alat di telinga Isa "kami minta lo pakai biar lo bisa denger kami, jadi lo bisa berkomunikasi dengan mudah, malah di sia-sia in." tak ada yang salah dari pernyataan Ash, namun hati Isa terasa perih.

"Maaf."

"Papa sama mama sepakat mau ngirim lo ke luar negeri, lo tau kan kalau gak ada yang boleh tau identitas lo? jadi sekalipun nanti lo pergi jangan pernah bilang kalau lo anak papa Praya."

Isa mengangguk terlampau paham dengan kalimat yang selalu diulang-ulang tersebut. Ia tak akan menghancurkan keluarga ini, ia tak akan membiarkan aib sepertinya diketahui oleh orang lain.

Ash pergi dari sana, Sam duduk di samping Isa dan mengelus punggungnya. "Menangislah... anak seusiamu akan menangis jika mendapat kalimat seperti itu."

"Keberangkatanmu masih lama, kamu tak perlu memikirkan tentang itu. Masih ada sekitar 4 bulan lagi sebelum kamu pergi dari kediaman ini, buatlah banyak kenangan indah."

"Jika kamu ingin aku ikut denganmu, aku bisa meminta kepada tuan." Sam memberi tawaran, tentu saja Sam sudi pergi demi menjaga Isa, anak laki-laki yang sudah ia jaga sedari anak itu kecil.

Sedari kecil Sam yang mengurus Isa, dari anak itu masih tak mengerti apapun dan terus menangis untuk dibawa keluar rumah dan bermain hingga anak itu tumbuh menjadi anak pendiam ketika mengetahui fakta kehadirannya tak diinginkan.

"Menetaplah, Sam."

"Tapi kamu akan kesepian nanti, tak akan ada yang merawatmu disana."

"Takdirku."

"Berjanjilah untuk hidup dengan baik."

"Maafkan aku."

Sam mendekap anak tersebut, jika kembali memikirkan tentang harus kehilangan Isa, Sam tak pernah bisa. Sam khawatir Isa tak dapat hidup sendiri, karena selama ini ia yang selalu merawat Isa, ia takut Isa tak mampu menjalani hidup sendirian dinegeri orang.

Ingatan Sam melayang pada satu tahun silam, ketika ia harus cuti selama tiga hari karena urusan keluarga, ia meninggalkan Isa, hingga ketika ia kembali yang ia lihat pertama kali adalah tubuh anak tersebut begitu lemah tergeletak dilantai yang dingin, anak itu tak makan apapun selama ia tak ada, tak ada yang mempedulikannya.

"Aku merawatmu sejak kamu masih kecil, aku menyayangimu seperti aku menyayangi putraku sendiri. Rasanya sulit jika harus berpisah denganmu." Yang tak Sam ketahui, lagi dan lagi Isa melepas alat bantu dengarnya, hingga ia sama sekali tak mendengar ucapan Sam.

Membiarkan sunyi ikut mendekapnya seperti Sam yang mendekapnya. Isa merasakan sakit pada hatinya, entah mengapa Isa tak dapat lepas dari sakit hatinya.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang