Hiraeth04

314 36 12
                                    

"Jangan." Sam tahu perkataan Ash masih terulang dipikiran Isa.

"Jangan berpikir untuk mengakhiri hidupmu." Isa mengangguk ketika Sam memperingatinya, agar pria itu tak merasa cemas.

Ash sudah pergi meninggalkan kamar tersebut namun tidak dengan Gama, pemuda itu masih setia berada disana memperhatikan interaksi orang-orang terhadap adiknya.

"Berjanjilah..."

"Aku tidak ingin berjanji."

"Lo pernah berpikir untuk mengakhiri hidup?" Isa dan Sam kompak menatap Gama yang bertanya.

"Gak ada alasan untuk berpikir seperti itu." jawab Isa.

"Ada, tentu ada. Lo hidup tapi gak dibolehin bersosialisasi, kadang pasti ngerasa tertekan kan? lo bahkan gak pernah bisa nyita waktu mama papa kita."

"Mama papa kita?" cicit Isa.

"Bukan kita?" tanya Gama dengan senyumnya.

"Gimana wajah mama papa?" tanya Isa pada Gama.

Gama diam seribu bahasa, benar, bagaimana ia bisa mengatakan kita padahal yang sebenarnya hanya miliknya. 14 tahun hidup didunia Isa tak pernah melihat wajah kedua orangtua nya, lalu bagaimana Isa bisa merasa memiliki orangtua?

"Jangan dengarkan omongan Ash, kita ketemu lagi nanti."

Gama berlalu dari sana, meninggalkan hati Isa yang tergores. Lagi-lagi tak ada yang bisa menolongnya, semua hanya meninggalkannya setelah mengetahui seberapa dalam luka goresnya.

Tak ada yang menetap, tak ada yang bisa. Isa tak akan pernah bisa menemukan bahagianya karena tak satupun senyum bisa tercetak, hidupnya semu.

🌻🌻🌻

"Kamu pantas mendapatkannya!" Isa jatuh tersungkur, ini adalah hal biasa. Hanya karena ia memiliki kekurangan, orang-orang yang masih termasuk keluarganya justru membencinya, menganggap bahwa hadirnya hanya sebuah kesalahan, menjadikannya tempat untuk menumpahkan ribuan emosi.

Rambut isa ditarik kemudian kepala itu dibenturkan ke dinding. Tak berhenti disana, pipi nya kembali menjadi sasaran empuk, menerima pukulan demi pukulan hingga tubuh tersebut terasa akan remuk.

"Saya sengaja kemari karena saya sedang butuh pelampiasan, kau senang bukan? setidaknya hidupmu sedikit berguna, untuk menghilangkan sedikit emosiku."

"bangunlah!" Dada Isa ditendang hingga Isa memunculkan ekspresi kesakitannya. Pria itu, Ishall, adik dari papa nya. Pria berumur 25 tahun itu selalu saja menyakitinya, banyak sekali alasan pria itu untuk menyakitinya.

"Jika kau tidak bangun detik ini juga!" Ishall hendak mengancam, bibirnya terkatup memperhatikan bagaimana anak dibawah umur tersebut dengan susah payah bangkit.

Isa berusaha sebaik mungkin untuk bertahan pada posisinya, ia bersandar pasa dinding dengan wajah menengadah, kakinya terasa begitu lemas, ia sama sekali tak memiliki tenaga untuk berdiri.

"Bangun bodoh!" Ishall menginjak Isa yang kembali berada dilantai karena tak kuasa untuk berdiri, dengan keji pria itu menginjak punggung rapuh Isa, kemudian beralih ke tangan kemudian kepala dan kembali ke punggung, semuanya terasa menyakitkan untuk Isa.

"Berhenti, tuan!" Suara pintu dibuka dengan kasar membuat Ishall berhenti melakukan aksinya, "tolong ampuni dia." dengan napas tak beraturan, Sam berlutut dihadapan Ishall, maniknya tak lepas memandang Isa yang kesadarannya sudah diambang batas.

"Kau mengganggu, Sam!" Ishall berdecak lalu pergi dari sana.

Sam buru-buru bangkit mendekati Isa, punggung tegap itu mulai membawa Isa ke ranjang. Darah yang mengalir dari dahi coba Sam hentikan, tiba-tiba hidung Isa juga mengeluarkan darah, Sam yang mengurus Isa.

"Kau mendengarku?" Isa mengangguk pelan membuat Sam terlihat sedikit lega.

"Ponselku tertinggal dikamar, aku akan mengambilnya dan menelepon dokter untuk mengecek keadaanmu." Tangan Sam disentuh pelan, kemudian kepala itu kembali menggeleng.

"H-haus." dengan cekatan Sam mengambil air minum diatas meja, membiarkan Isa meneguknya sekali kemudian kembali menaruhnya. Isa meringis ketika sedikit pergerakannya membawa nyeri yang begitu menyiksa.

"Biarkan aku memanggil dokter untukmu." Gelengan Isa membawa helaan napas dari Sam. Pria itu akhirnya mengalah dengan gurat khawatir yang begitu terlihat.

Sam membuka dua kancing teratas pada kemeja yang Isa kenakan, Isa memejam erat karena rasa sakit pada sekujur tubuhnya, kepalanya juga tak kalah sakit, kesadaran Isa semakin menurun.

"Aku... tidur" Isa menggenggam tangan Sam ketika tangan tersebut mengelus tangannya yang terasa begitu sakit akibat Ishall menginjaknya.

Sam tahu Isa pingsan bukan tertidur, Sam bangkit untuk mengambil ponselnya dan menelepon dokter, setelah itu Sam kembali masuk kekamar Isa.

Sam mengelus kepala Isa, kemudian tanpa sengaja menemukan noda darah pada bantal yang Isa gunakan saat ini. Sam mengangkat kepala Isa, netranya menangkap darah yang merembas pada bantal tersebut, napasnya tercekat ketika melihat tangannya berlumur darah karena mengangkat kepala Isa.

Pria tersebut mencoba tetap tenang, menunggu sang dokter tiba kemudian meminta sang dokter mengecek keadaan Isa dengan segera ketika telah sampai.

"Kita harus membawanya kerumah sakit segera, denyut nadinya melemah, keadaannya jauh dari kata baik."

"Seperti yang kita ketahui, dia tidak bisa keluar dari sini. Tolong lakukan semuanya disini." Dokter muda tersebut menghubungi seseorang, sepertinya meminta seseorang untuk membawa alat lengkap untuk menangani Isa.

"Apakah ada yang memukulinya lagi?" Sam mengangguk membuat dokter tersebut menghela napas, tangannya sibuk membersihkan darah yang mulai berhenti keluar.

"Sungguh disayangkan kita tak dapat memeriksanya dirumah sakit, lebam di dada dan luka dikepalanya sangat mengkhawatirkan." dokter tersebut membuka baju Isa, kemudian fokus menatap tangan yang kemarin ia perban, kini perban tersebut kembali berwarna merah.

"Kita akan kehilangannya jika semua ini tidak segera dihentikan, Isa hanya anak umur 14 tahun dengan kekurangannya, kenapa seseorang melakukan ini padanya." sang dokter menatap Isa iba.

"Diam dan obati saja pasienmu." Sam membuang muka, merasakan perih pada hatinya ketika mendengar kalimat dokter dihadapannya.

Sam tak bisa menjaga Isa, Sam selalu datang terlambat. Sam selalu berpikir bagaimana caranya mengeluarkan anak belasan tahun tersebut dari semua siksaan dunianya.

Sam yang melihat pertumbuhan Isa, dari anak kecil periang yang selalu menangis meminta bermain, hingga menjadi anak laki-laki yang begitu tertutup setelah paham posisinya dirumah ini.

Sam hanya ingin membuat Isa bahagia, meninggalkan kesedihan dalam hidup Isa dan menggantinya dengan kebahagiaan, namun Sam sadar Sam tak mampu melakukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang