Hiraeth03

186 21 0
                                    

Ketika matahari menyinari dunia, Sam yang membantu Isa untuk mencapai rasa nyaman dari dekapan pria tersebut, namun ketika malam tiba pria tersebut jarang sekali berada dikamarnya apalagi jika disepertiga malam seperti sekarang.

Pria tersebut pasti sedang tidur dengan pulas dikamarnya, membiarkan Isa berdiri didalam kamar mandi sendirian, memandang wajahnya didepan cermin untuk kemudian ia tampar dengan keras.

Ia kembali terbangun ketika bermimpi buruk, setelah mencuci muka ternyata ia enggan pergi dari sana, membiarkan cermin memperlihatkan wajah berantakannya.

Cukup lama hingga akhirnya Isa memilih duduk dilantai kamar mandi, beberapa kali ia membenturkan kepalanya ke dinding memunculkan bunyi yang khas.

Genggaman tangannya beralih kedada, memukul dirinya sendiri dengan kuat. Hingga merasa lelah dan berhenti sendiri. Entah dari mana, Isa memegang benda tajam yang akhirnya membuat tangannya terluka. Dibalik diamnya selama ini, ia menyimpan banyak luka.

Detik dimana ia merasa cukup, ia berhenti melukai dirinya sendiri. Ia menaruh cutter tersebut dilantai dan sibuk mengatur nafas. Anak tersebut begitu tenang walaupun pintu kamar mandi terbuka, Sam masuk dengan gurat panik.

"Isa." Sam menepuk pipi Isa beberapa kali kemudian mengambil kotak P3K. Sam mengunci pintu kamar mandi kemudian mendekat, mengelus surai hitam milik Isa dan menggenggam tangan Isa yang gemetar.

"Aku berada disini untukmu." Sam meraih tangan Isa dan mulai membersihkan darah yang masih mengalir, Isa menelan Salivanya walaupun terasa menyakitkan.

Setelah mengobati luka ditangan Isa, Sam membuka baju anak laki-laki tersebut untuk menggantinya, namun yang ia lihat malah lebam membiru.

"Aku bisa sendiri." Sam mengangguk, pergi untuk mengambil pakaian lalu kembali dan memberikannya kepada Isa, setelah diterima, Sam keluar membiarkan Isa mengganti pakaiannya.

"Selesai."

Sam masuk kemudian membantu Isa untuk bangkit walaupun jelas sekali Isa meringis merasa sakit. Sam membantu Isa untuk merebahkan diri. Sam memberi Isa minum walaupun Isa menolaknya kemudian memasang alat bantu yang tergeletak diatas meja.

"Seharusnya kau masih tidur, Sam." Sam menggeleng kembali mengingat ketika dirinya tiba-tiba terbangun, menatap TV didepannya yang disambungkan dengan CCTV dikamar Isa dan tak menemukan anak itu didalam kamar, saat itu juga Sam langsung datang ke kamar Isa.

"pergilah, lanjutkan tidurmu."

"Aku akan menemanimu."

"Pergilah, Sam."

"Tidak."

"Aku memerintahmu."

Sam berdiri dan membungkuk hormat, "Sesuai perintahmu." Sam tak akan pernah bisa menolak jika keluarga ini memerintahnya, karena tugasnya hanyalah mengabdi dan mematuhi apapun yang mereka perintah.

"Aku akan memantaumu dari cctv, pagi sekali aku akan datang dengan psikiater untukmu."

"Kau mengenalku Sam, aku menolaknya."

"Jika kau membawanya-"

"Itu tidak akan terjadi." Sam memotong ucapan Isa kemudian meraih knop pintu, "Kumohon sayangi tubuhmu." setelah itu Sam menghilang dibalik pintu.

🌻🌻🌻

Siangnya, Isa baru terbangun setelah tidur beberapa jam. Ia membiarkan dokter muda didekatnya memeriksanya. "Saya rasa dia harus segera ditangani sebelum mentalnya semakin rusak."

"Dia tak menginginkannya."

"Kita bisa memaksanya, Sam. Semua ini demi kebaikannya."

Sam menggeleng, cukup paham konsekuensi jika ia benar-benar membawa Isa secara paksa, mungkin anak dibawah umur itu akan melakukan hal yang tidak-tidak.

"Isa" panggil dokter kepercayaan keluarganya itu, Isa menatap datar "Perbaiki pola makanmu, berhenti begadang dan sayangi dirimu. Apa kau bisa melakukan itu?" Isa diam saja tak berniat menjawab.

"Jika saya mengetahui ada luka baru ditubuhmu dan itu kamu lakukan secara sengaja, saya akan memberitahu orang tua mu."

"Siapa?"

"Maksudmu?"

"Siapa orangtua saya?"

Sang dokter dan Sam sempat diam sejenak, merasa tertohok dengan pertanyaan anak itu.

"Tuan Praya dan nyonya Ayu" jawab Sam akhirnya. Isa menggeleng, "Pergilah..." pinta Isa kepada dua pria dihadapannya.

Sang dokter memberikan obat kepada Sam, menjelaskan kapan obat harus diminum kemudian pamit untuk pergi. Sam ikut pergi untuk mengantar sang dokter hingga pekarangan rumah, namun ketika kembali ternyata ada dua pemuda yang mengikuti.

"Apa dia sakit?" tanya Gama ikut masuk kedalam kamar Isa.

"Kenapa lo banyak kurangnya sih? udah tuli, sakit-sakitan. Kalau saingan bisnis papa tau, bisa hancur papa." Gama memukul lengan adiknya pelan.

"Lo kenapa lagi?" tanya Gama menatap Isa yang diam.

"Dia hanya terlalu banyak begadang." jawab Sam karena Isa membisu ditempatnya.

"Gue udah bilang kan? lo itu tuli bukan bisu, jadi kalau ada orang nanya ya jawab!" Ash membuang napas kesal.

"Untuk apa kalian disini?"

Ash mengerutkan dahi, "Jadi kami gak boleh kesini lagi?" Ash maju dengan langkah lebar, diikuti oleh Gama.

"Lo itu cuma aib keluarga Sa, gak pantes lo nanya kayak gitu ke kami. Untuk apa gue disini? ya bukan urusan lo, ini rumah gue jadi gue bebas mau kemanapun." Gama menarik Ash agar tak terlalu dekat, takut Ash melakukan hal diluar prediksinya.

"Lo tau kan semua yang lo dapet dari kami cuma karena rasa iba? kami kasihan sama lo yang gak bisa jadi apa-apa karena lo tuli, lo hidup tapi lo ditahan dikamar ini."

"Lo pernah melangkah sejauh apa selama 14 tahun? bahkan lo gak pernah ngerasain nginjek rumput dihalaman rumah, Sa."

"Lo memang gak pantes dapetin apa-apa."

"Lo gak pantes ngerasain apa-apa."

"Lo gak capek hidup gak berguna, Sa?"

"Kalau gue jadi lo mungkin gue udah bunuh diri, hidup dikekang, gak dibolehin kemanapun dan cuma diem dikamar hitam ini." Ash menatap kamar Isa yang bercat hitam.

"Kadang mati lebih baik, kan?" tanya Ash, membuat Isa mengiyakan dalam hati.

"Mati aja, Sa."

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang