Dari semua mahasiswa FSRD angkatan 22, tidak ada yang senyumnya semanis Kaea "Tesfanya" Pranaya, beserta sebuah lesung pipi kecil dan dalam di sebelah kiri wajahnya.
Gadis itu kerap ditandai dengan tas tote denim yang selalu ia gunakan beserta gantungan kunci rajutan berbentuk bintang-nya, sepatu DocMarten's-nya dengan sol yang lumayan tinggi, tidak pernah lupa didampingi senyuman yang selalu menghadirkan lubang di pipi kirinya.
Walau Kaea sebetulnya tidak terlalu terkenal di kampus, semua murid FSRD sampai menyebrang ke FT pun pasti pernah mendengar namanya. Seorang Kaea tidak pernah luput dari visualisasi sebuah kanvas berwarna krem, cat minyak berbagai warna, serta celemek yang ia gunakan setiap membuat suatu karya.
Lingkaran pertemanannya tidak luas. Kaea suka dengan hal-hal yang serba sederhana. Baginya, memiliki dua teman yang benar-benar bisa ia anggap 'teman' sudah lebih dari cukup untuk menemaninya melewati tahun demi tahun sejak memasuki masa kuliah.
Annastashya Bharani, sesama mahasiswa FSRD yang sebenarnya salah masuk jurusan. Kalau diberi kesempatan untuk memutar waktu, ingin sekali Tashya memilih untuk masuk Hukum. Betapa kerennya kalau ditanya tante-tante saat malam Lebaran, "Aca kuliah jurusan apa?" dan ia menjawab dengan, "Anak FH, nih, Tan, senggol dong!"
Kalau yang lagi satu, anak FEB yang amat teramat cinta dengan jurusan pilihannya. Berbeda dengan Tashya—atau kerap dipanggil Aca—yang amat begitu ambis, motto hidup seorang Manuelle Thariza sesederhana "Santai dulu nggak sih, bosku?" Hidupnya yang dimudahkan dengan adanya hedonisme dan nepotisme yang mengalir deras melalui turunan keluarganya, menormalisasikan kewajaran jika Manu lebih santai akan pembelajaran dan lebih fokus memilih jodoh dari deretan anak-anak kampus yang berbondong-bondong berbaris untuk menjadi pilihan hati Manu—kalo nggak "Anak Vespa kaos Deus sebat skuy ngab" ya "Anak Mami muterin PIM jajan nembus 2.7 juta sembilan kali gesek kartu Papi".
Sepanjang lorong, seorang Kaea tidak pernah absen tersenyum kepada semua orang yang ia lewati, mau dibalas dengan sebuah lirikan samping, atau sebuah "Selamat pagi, Kaea! Semangat matkul-nya!"
Seorang Kaea tidak pernah lupa mengucapkan tolong, terima kasih, dan maaf, walau terkadang kata-kata tersebut tidak lagi dihormati dalam ramainya kalangan anak muda dengan norma yang dibuat seadanya.
Seorang Kaea yang selalu mengerjakan semuanya dengan senyuman—setelah itu misuh-misuh dalam group chatnya dengan Tashya dan Manu, protes mengenai pekerjaan yang tidak pernah belajar bersyukur. Katanya, "Selesai satu datang seribu! Nggak tau terima kasih banget, sih! Udah dikerjain malah ngelunjak, dikiranya semua orang kuat!?"
Cemoohan Kaea sebenarnya tidak berarti untuknya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat, dan ia tahu itu. Mengerjakan segala sesuatu sampai tuntas walau disertai banyak keluhan.
Jika ada yang tidak suka kepribadian seorang Kaea yang begitu asik, percaya diri, serta periang, sepertinya harus segera diperiksakan ke psikolog terdekat.
Kalau yang ini, tentang Kaea dan senyumannya yang melebihi manisnya kopi luwak buatan Oma di pagi hari.
Tentang kanvas, kuas, dan cat minyak di ruang kerja Kaea, yang siap bertempur dengan jahatnya dunia melalui pesan-pesan indah terselubung dibalik apiknya perpaduan warna di atas media.
Tentang tujuan hidup Kaea habiskan untuk terus berkarya, tersenyum, dan membuat orang lain turut bahagia bersamanya.
Tentang waktu Kaea yang masih panjang; Waktu untuk bertemu orang-orang, duduk di atas rumput sambil memandangi lambatnya awan berlari berlatar langit biru, dan menghabiskan sisa umurnya untuk membahagiakan segala makhluk di atas bumi ini terutama dirinya sendiri.
Kaea Pranaya
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
Novela JuvenilSejak Hiero menginjak umur empat belas tahun, banyak tante, om, sepupu, bahkan anggota yang tak ia kenal dari keluarga Ayah suka bertanya, "Hiero pas gede mau jadi apa?" Hiero hanya tersenyum tipis, tidak tahu harus menjawab apa. Visualisasi cita-ci...