3.

1 0 0
                                    

Malam ini terasa sangat sepi, meskipun manusia dengan seragam yang sudah kedodoran masih terlihat asik di lapangan. Aku yang baru saja selesai mempersiapkan barang di lantai atas, sempat mengintip dari balkon. Mataku tertuju pada pemain yang baru saja memperoleh angka, ya dia ada di sana. Aku tersenyum dan bergegas turun.

Meletakkan barang dari lantai atas di samping panggung yang belum berdiri sempurna, aku kemudian menyempurnakan pemandangan yang tadi agak terbatas. Beginilah, suasana malam sebelum pentas seni sekolah diadakan. Beberapa siswa masih sibuk bersiap di ruang panitia. Sedangkan yang lain, seperti aku, dia, dan orang-orang di sekitar lapangan ini, bertahan di sekolah, "Siapa tahu dibutuhkan", begitu pikir kami.

"Jam delapan kita briefing ya, di sana aja", teriak seseorang dari depan ruang panitia. Kami yang di lapangan mendongak sambil menaikkan ibu jari, tanda setuju. Aku mendongak kedua kalinya, kali ini memperhatikan langit malam. "Masa sih, pensi terakhir tetep sendiri aja", gumamku sambil menatap bulan yang ditemani bintang. "Makanya, kalo suka, bilang ke orangnya", balas temanku yang dari tadi ikut menonton permainan.

"Kayak kamu bilang aja".
"Bilang kok, udah".

Suasana makin hening setelah bola terakhir jatuh dan para pemain ikut duduk bersama. "Siapa yang menang?", aku kembali menatap lurus. Dia, yang entah mengapa memilih duduk di tengah lapangan, melirik cepat ke arah lantai dua, tersenyum tipis, menunjuk diri sendiri. Aku hanya tertawa kecil, lalu kembali mengagumi langit. Di tengah perpindahan pandanganku, aku menangkap mata yang sedari tadi tetap ada di lantai dua.

Satu persatu, seluruh panitia duduk melingkar. Jadi yang terakhir turun, tempat kosong di sebelahku akhirnya ditempati olehnya, dan bergegas memulai forum. Setelah memastikan kesiapan dan berharap yang terbaik untuk acara esok hari, kami pergi dan bersiap pulang. Aku belum beranjak, masih menatap langit lagi, agak lama.

Lamunanku terhenti ketika seseorang berkata, "Bentar ya, aku beresin tas dulu, baru kita pulang". Aku bisa merasakan mata yang melirikku sebelum kembali dan mengangguk. Aku memberi tatapan penuh tanda tanya kepada temanku yang sedang memasukkan barang ke dalam tas. Lalu tersenyum dan berkata, "Iya, mau pulang bareng. Makanya, bilang". Setelah itu beranjak, mendatanginya, dan bersiap pulang bersama. Aku hanya menghela nafas, kalau aku bilang, apa iya, dia juga mau?

Aku menutup tas dan segera pergi dari lapangan. Sesekali, aku kembali melihat langit. Entah sejak kapan dia berjalan di sampingku, tapi, "Langitnya cantik ya?".
Langkahku terhenti, aku menoleh, dia mengunci tatapanku, tersenyum.

"Kamu bersinar tiap tau kalau langitnya cantik, aku suka liatnya".

Waktu kembali bekerja ketika temanku melintas. "Dia duluan deh yang bilang", katanya sambil berjalan berdua. Kami berempat tertawa dan ke luar sekolah bersama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lasak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang