Tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi setelah kita melakukan sesuatu, berniat sesuatu, atau merencanakan sesuatu dengan sangat matang. Pada akhirnya sudah ada takdir dan Sang Maha Pengambil Keputusan serta Sang Maha Bijaksana. Ada rasa-rasa yang pernah ada yang pahit, manis, bahkan hambar atau rasa lainnya, turut mewarnai kisah diri ini. Mengajarkan suatu kebijaksanaan seakan membentukku mengenal rasa-rasa semu itu.
Hari itu saat pendaftaran ulang. Alhamdulillah aku lolos dan masuk ke tes menentuan untuk bisa masuk ke kelas unggulan. Setelah melalui sebuah koridor, di belakang mushalla terlihat seorang perempuan yang memakai seragam denganku. Kupikir dia adalah seangkatan denganku. Parasnya begitu cantik dan menawan. Hampir saja diri ini tidak kuasa menahan mulut menganga (wkwk lebay banget ya)
Teringat cinta pertamaku, teman TK-ku yang entah keberadaannya dimana sekarang. Aku mulai ikhlas dan ingin membuka hati. Tidak mungkin yang tidak terpukau dengan ciinta pertamaku itu. Dia begitu energis dan memancarkan aura yang positif. Dia begitu cantik dan manis, dengan lentik bulu mata yang menawan. Yang paling menawan dan sampai membuatku jatuh cinta di usia itu adalah kebaikannya yang begitu lembut dan hangat darinya, terasa sungguh begitu indah dan tulus. Dia pantas mendapatkan pria yang dapat mengimbangi pesonanya. Sedangkan aku, seperti pecundang kelas teri yang bahkan tidak pantas untuk siapapun.
Walaupun aku bilang begitu, tetap saja diri ini hanya manusia biasa yang ingin merasakan masa muda yang penuh gelora cinta yang membara. Ironis memang, aku malah memulai untuk level yang sangat jauh di atasku. Begitulah awalnya kupikir. Yang jelas aku memulai lagi untuk membuka hati, membuka lembaran baru kepada sosok baru.
Aku memulai lembaran yang cukup ekstrem. Bahkan aku sendiri pun sudah mengerti dengan ini. Ketidakmustahilan ini. Akan tetapi diri ini begitu keras kepada dan nekad menaruh target yang cukup tinggi.
Awal sekolah itu, aku berangkat menggunakan jasa ojek. Saat itu bahkan istilah ojek onlen belum dikenal atau mungkin belum ada. Ketika sampai di kelas, hal mengejutkan adalah aku bertemu seorang yang bernama Armin. Dia begitu ramah dan sangat baik. Aku yang kebetulan terlambat duduk di samping dirinya dengan bangku kosong. Dia begitu humble, menyambutku dengan salaman yang begitu bersahabat. Dia memperkenalkan diri dan memancingku juga mempernalkan diri.
“Aku Reo,” ucapku.
Sejak itu, kami begitu dekat berteman, bahkan hangatnya perteman kami belum pernah aku rasakan sama sekali. Oh, tidak, maksudku bahkan dia melebihi ramahnya sahabat TK ku yang sudah lama ditelan, bersamaan dengan menghilangnya cinta pertamaku.Besok adalah hari pertama sekolah, masa mos sudah berakhir begitu saja. Hari terakhir tidak begitu heboh, seperti lebih banyak perkenalan pelajaran ketimbang perkenalan dengan kakak tingkat atau teman sebaya. Sudah terjadi yaa sudahlah. Aku pulang dengan mendapatkan satu teman baru, yaitu Armin.
Kemudian, di hari pertama itu, terlihat semua orang mengambil bangku masing-masing berdekatan dengan teman-teman membentuk kelompok-kelompok pertemanan yang sefrekuensi dengannya. Aku cuma bisa pelenga pelengo, sedikit gengsi dan segan untuk bersikap friendly karena bawaan SD yang cukup disiplin dan tegas. Antara mempertahankan prinsip itu atau melepas dan merubah diri menjadi sosok yang baru. Sungguh, sudah lama sekali aku tidak menjumpai lingkungan baru yang benar-benar baru ini. Sebut saja kelemahanku dalam berbaur, bahkan semenjak SD di SD maupun di tempat mengaji, temanku konstan dan itu-itu saja.
Kemudian sampai pada ketika wali kelas memperkenalkan diri dan mengatuh tempat duduk sedemikian rupa. Meja yang terdapat di kelas kami adalah meja yang berisikan 4 siswa. Karena kebetulan jumlah siswa adalah 32 dengan pria sebanyak 8, maka pembagian juga dibagi berdasarkan gender. AKu yang seorang pria mendapi teman sebangku 3 orang yang bergender laki laki. Kemudian, untuk sistem tambahannya adalah. Per minggu akan dilakukan rolling yang per meja itu akan tetap sama. Ditambah sekolahku adalah sekolah favorit dan kelas unggulan yaitu 71, plus lagi semua pelajaran mengenakan bahasa inggris. Membuat semua terasa benar-benar berbeda dibanding SD. Aku menyesal karena hanya mengandalkan belajar di sekolah (menyimak dengan focus bu guru mengajarkan) dan menyelesaikan PR. Membuatku hanya mengingat, tidak benar-benar memahami konsep-konsep yang ada.
Ini sangat terasa menjadi hari-hari beratku di sekolah.
Next>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Taste Journey
Non-FictionPengalaman dari rasa ke rasa, bukan permainan, tapi ini adalah sebuah perjalanan untuk sesuatu tujuan, ke rasa sesungguhnya yang masih hendak diraih. Mampukah sang aku berhasil meraihnya?