Naruto memandang bingkai fotonya sewaktu kecil, ada Ayah dan Ibunya juga di sana. Ketika dirinya melihat foto itu, ingatan samar yang mengerikan datang begitu saja. Naruto tidak pernah tahu apa yang terjadi waktu itu, hanya ada wajah marah Kakashi yang mendorong tubuhnya dengan keras dan petir yang terasa menghantam pintu kaca rumahnya. Gorden-gorden terasa berterbangan, ia tidak tahu mengapa Kakashi menatapnya sangat benci.
Sampai kemudian, Jiraiya mendekati dirinya pada malam itu. Naruto tidak pernah suka berdekatan dengan sang Kakek, sejak dulu Jiraiya adalah orang yang aneh dan tidak mudah di dekati. Naruto pikir kakeknya tidak pernah peduli padanya, tetapi sewaktu itu hanya Jiraiya yang mau mengendongnya.
Dalam sekejap rumahnya menjadi rumah duka dan dirinya tidak pernah berhenti menangis. Ia mengurung diri, tak pernah keluar dari kamar dan secara perlahan dunia-nya terasa mati. Naruto merasa ia sudah ikut pergi dengan kedua orangtuanya. Tak ada hari yang terasa berjalan di sekitarnya, itu seperti ia sudah tidak lagi hidup di dunia.
"Kau merindukan orangtuamu?" Kakashi memecah lamunan Naruto ketika memandangi bingkai foto itu. Naruto hanya tersenyum sendu dan menaruh kembali bingkai itu.
"Apa aku perlu menjawabnya?"
Kakashi tersenyum dan duduk di sofa di dalam kamar Naruto, ia melihat majikannya itu duduk di sisi ranjang, memandang nuansa kamar yang begitu berbeda dari yang biasanya Naruto sukai tentang dekorasi.
"Kakashi, apa kau tidak takut denganku?" Suara Naruto terlihat murung, ia selalu takut untuk melihat dirinya sendiri. Semua cermin di dalam kamarnya ia tutup dengan kain putih, sangat menakutkan untuk melihat wajahnya. Sewaktu-waktu sosok lain akan datang, mengisi tempatnya dan ia tidak punya kendali atas itu. Naruto sadar itulah kelemahannya.
"Untuk apa aku takut? Ketika aku mengunjungimu ke sini, itu berarti aku sudah siap dengan resikonya." Kakashi merasa punya tanggung jawab untuk terus mengawasi Naruto dan memang fakta tidak akan pernah berubah, Naruto masih menjadi anak tunggal Minato, orang yang paling Kakashi hormati selama hidupnya.
"Aku rasa kau harus ikut konsultasi." Kakashi menambahkan.
"Konsultasi? Apa itu membantu?" Naruto menoleh pada Kakashi.
"Aku tidak bisa menjamin, tetapi aku akan mendampingimu. Tidak perlu takut, mungkin ini hanya untuk berdamai dengan Menma."
Naruto menatap bingkai fotonya.
"Apa maksudmu itu artinya berdamai untuk berbagi satu tubuh?" Naruto bukannya tidak mau, tetapi jika boleh berharap, ia ingin Menma pergi. Bukankah sejak awal ini adalah tubuh miliknya?
Kakashi memandang raut murung Naruto, melihat bahwa lelaki itu terasa di jajah oleh tubuhnya sendiri. Tetapi, dari apa yang telah Jiraiya jelaskan padanya mengenai Naruto. Sangat mustahil untuk membuat Menma benar-benar tidak muncul lagi. Kata-kata Jiraiya padanya masih begitu ia ingat, Menma bukan saja karakter yang akhirnya terbentuk dan hidup di tubuh Naruto. Ada alasan kuat mengapa pada akhirnya Menma menjadi sosok yang tunggal dan hidup di tubuh Naruto. Penjelasan itu belum bisa Kakashi jelaskan pada Naruto, ia menunggu waktu yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESIF
FanfictionHubungan yang menguji kewarasan dan selalu diintai dengan pembalasan, tidak ada yang boleh mendekati kekasihnya. Begitulah pikir Naruto. Hinata Hyuuga adalah pusat kegilaan lelaki itu.