..
.
"Kakashi, dia tahu. Hinata tahu."
Kakashi baru saja pulang dari urusan kantor keluarga Uzumaki dan melihat Naruto duduk di sofa kamarnya, dengan keadaan yang terlihat buruk. Naruto meremas rambut pirangnya dengan kuat, kemeja sekolahnya tampak kusut, napasnya tersengal dan matanya terlihat memerah menahan tangis.
"Naruto.. ada apa denganmu?" Kakashi segera menghampiri, menyalakan lampu kamar ketika kamar lelaki itu tampak begitu gelap meski di luar masih sore.
Naruto semakin menunduk, meremas kuat rambut pirangnya. Kakashi melepaskan remasan tangan Naruto, berjongkok di depan lelaki pirang itu dan menatap tegas.
"Ada apa? Apa yang terjadi padamu?"
Naruto terisak. "Dia tahu. Hinata tahu."
"Tahu apa?!" Kakashi membentak tidak mengerti.
"Hinata tahu aku bukan Naruto." Ungkapan itu membuat Kakashi terdiam, ia memegang kedua pergelangan tangan Naruto, menghentikan lelaki itu meremas kuat surai pirangnya.
"Naruto——"
"Kakashi aku takut."
"Naruto dengar——"
"Bagaimana kalau dia tidak menyukaiku?!"
"Naruto——"
"Hinata, dia mungkin saja——"
"Naruto!" Kakashi membentak, membuat Naruto seketika terdiam. Bibir gemetar lelaki itu berhenti, mata birunya yang lugu menatap Kakashi.
Kakashi menggeleng. "Siapa namamu?" Kakashi memberikan pertanyaan sederhana itu, Naruto terdiam. "Aku tanya, siapa namamu?"
Naruto menggigit bibirnya. "Namaku, Naruto."
"Ya, itu namamu. Mengapa kau terus merasa menjadi penjahat atas namamu sendiri hanya karena orang tidak mengenalmu?" Kakashi bertanya pelan, membuat Naruto kembali terdiam. Mata birunya menatap orang kepercayaan Ayahnya itu, air mata Naruto mengalir begitu saja di pipi. Perasaan sedih memasuki relung hatinya, Naruto akui, ia cukup lemah tentang jati diri.
Naruto merasa dirinya tidak bisa pulang ke tempatnya sendiri. Tidak ada yang menunggunya, tidak ada yang menyambutnya. Semua orang melupakannya.
"Kakashi, aku tidak ingin berbagi tempat. Bolehkah aku benar-benar membenci Memna?" Pertanyaan Naruto membuat Kakashi terdiam, pegangan tangan Kakashi pada Naruto mengendur. Lelaki berambut abu-abu itu perlahan berdiri.
"Naruto, psikiatermu sudah bisa di temui. Dia sudah pulang dari luar negeri. Kau ingin bertemu dengannya besok?" Kakashi menatap Naruto yang duduk di sofa, mata biru itu tak balas menatapnya.
"Aku tak boleh membenci orang yang merebut tempatku selama ini ya?" Naruto terkekeh pelan, terlihat perihatin dengan hidupnya sendiri.
Kakashi menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESIF
FanfictionHubungan yang menguji kewarasan dan selalu diintai dengan pembalasan, tidak ada yang boleh mendekati kekasihnya. Begitulah pikir Naruto. Hinata Hyuuga adalah pusat kegilaan lelaki itu.