"Menurut kamu, kenapa bulan bisa muncul di sore hari? Udah tiga hari jam setengah lima bulannya muncul, cantik sih tapi ngeri aja kalau tabrakan sama matahari gimana?"
Kami ; Aku dan Ash, sedang berada di perpustakaan lebih tepatnya kami sedang berusaha memahami materi yang direvisi untuk presentasi akhir pekan nanti. Entah bagaimana cara kerja semesta, yang pasti aku dan Ash satu kelompok dalam lima matkul yang berbeda. Bagus sekali. Terima kasih Tuhan, aku bisa bekerja dengan santai dan tidak menjadi tulang punggung kelompok lagi.
Ash menutup buku tebal yang sedang ia baca, meminum air mineral yang berada di dalam botol warna merahku lalu ia menatapku dengan tatapannya yang serius.
"Karena orbit bulan dalam mengelilingi bumi. Bulan itu mengelilingi bumi dalam kisaran waktu 29,5 hari nah karena itu jadi bikin dia kelihatan terbit lebih lambat puluhan menit setiap hari. Terus karena itu juga ada kalanya bulan muncul di siang hari, terus jarak juga jadi salah satu penyebab hal tersebut bisa terjadi, intensitas cahaya bulan dari pantulan cahaya matahari membuat bulan masih bisa terlihat dari bumi. Beda sama planet lain ataupun bintang, yang intensitasnya lebih lemah sehingga tak terlihat, Ge."
Ash dengan isi kepala jeniusnya selalu berhasil membuatku kagum, lelaki ini memang benar-benar ajaib. Seharusnya dia langsung jadi porfesor saja bukan jadi mahasiswa yang harus mengerjakan revisian tugas presentasi atau tugas mingguan mata kuliah linguistik.
"Kamu tahu dari mana?" tanyaku iseng.
"Aku juga sering lihat kenapa bulan muncul sore hari, jadi ya...aku cari tahu lah? Ketemu deh jawabannya."
"Boong ya?"
Terlihat Ash menggelengkan kepalanya lalu ia kembali fokus pada buku tebal setebal kitab keagamaan, atau buku pedoman memahami wanita. Ah, membosankan. Aku hanya melihat layar laptop yang menyala menampilkan editan materi presentasi yang belum selesai karena harus menunggu materi baru dari Ash.
"Ash, kenapa dinosaurus harus punah ya?"
"Kamu diem deh, Ge. Aku nggak bisa fokus, jam empat kita harus udah keluar dari sini."
Sontak aku mengernyitkan kening dan melihat ke arahnya, "Emang mau kemana?"
"Bakmi Bu Gendhis." Jawab Ash tanpa menatapku.
Bakmi Bu Gendhis, rasanya sudah lama sekali tidak ke sana setelah tragedi pulang kemalaman dan lupa izin kepada Bapak. Bakmi nya enak, mie yang dipakai oleh Bu Gendhis katanya buatan beliau sendiri makanya rasanya enak sekali. Pertama kali aku mengenal bakmi beliau dari Ash, lebih tepatnya sepulang kami dari perpustakaan kota dia mengajakku untuk makan di sana dan ternyata Ash adalah pelanggan setia Bakmi Bu Gendhis.
Setelah dua jam lamanya berkutat dengan tugas, kami segera pergi dari ruangan yang dipenuhi oleh buku-buku. Berharap Bakmi Bu Gendhis masih buka, pasalnya Ash dan aku pergi tepat pukul jam setengah lima sore biasanya jam lima sore pun sudah habis.
"Kamu bawa helm gak, Ge? Aku cuma bawa satu soalnya." Tanya Ash setelah kami sampai di parkiran gedung fakultas.
"Bawa, tapi aku titip di tempat penitipan barang yang di depan. Nanti mampir ke sana dulu ya." Jawabku.
Ash mengangguk mengiyakan ucapanku, lalu kami segera pergi dari sana dan menuju tempat yang sudah lama sekali tidak aku kunjungi, berbeda dengan Ash lelaki itu pasti sudah sering datang ke tempat Bu Gendhis.
Sepanjang perjalanan, Ash memintaku untuk mengajaknya mengobrol mengingat Ash sangat minim toleransi atas rasa kantuknya mau tak mau aku terus mengajaknya berbicara. Dimulai dari bahasan film yang baru rilis, lalu lanjut ke pameran yang diselenggarakan di studio Kalahan hingga muncul pertanyaan di kepalaku tentang sisi romantis temanku ini.