"Pacarmu ya?"
"Ah, bukan."
"Bohong."
Tawaku pecah saat raut tidak percayamu itu sangat nampak jelas. Hampir tiga minggu lamanya aku sibuk dengan kegiatan di luar jam kuliah, menghabiskan waktu dengan temanku yang lain, tidak denganmu Ge. Memang pada dasarnya aku jarang mengenalkan teman-temanku padamu, sampai akhirnya kamu sendiri berspekulasi Hanum, teman mendaki-ku kamu anggap pacar.
Hanum Izzati. Gadis Solo yang enggan mengenalkan nama panjangnya yang terakhir karena takut dianggap dirinya sebagai turunan ningrat, meski memang. Hanum satu tingkat di atasku, memiliki sifat ramah dan lembut membuat semua orang menyukainya. Perawakannya yang tinggi semampai, kulit kuning langsat, dan wajahnya yang cukup cantik membuat Hanum menjadi populer di kalangan mahasiswi. Banyak yang menjadikan Hanum adalah standar cantik di kampus.
"Tuh ketawa, pacarmu 'kan? Jujur aja sih, lagian bagus kamu punya pacar mana dapetinnya Kak Hanum. Cewek cantik sepanjang sejarah kampus kita, turunan ningrat." Ucap Gea menggebu-gebu.
Aku menggelengkan kepala sebagai bentuk jawaban. Hanum memang cantik, ideal, bahkan mungkin bisa dikatakan sempurna. Namun Hanum bukan perempuan yang cocok aku jadikan kekasih, dia lebih cocok aku jadikan teman. Terlalu banyak perdebatan kecil diantara aku dan Hanum membuat kami sering bertengkar, mungkin itu sebabnya.
"Kalau dia memang jodohmu, gimana?" Gea menatapku setelah menghabiskan segelas teh tawar hangat yang dibuat oleh penjual bubur.
Aku menghela nafas dan membalas tatapan Gea. "Ya menikah saja." Jawabku.
Gea mencebikkan bibirnya lalu mengalihkan pandangannya, melihat mahasiswi yang berlalu lalang di sebrang jalan.
"Berarti bener dia pacarmu."
Kekeh. Gea tetap meyakini Hanum adalah kekasihku.
"Aku memang punya gebetan, tapi bukan Hanum." Akhirnya rahasia itu aku bongkar kepasa Gea. Rahasia yang selama ini aku simpan sendiri tanpa berniat memberi tahu siapapun termasuk Gea.
Gea menatapku terkejut, kedua alisnya menukik seolah menuntut penjelasan. "Siapa?" tanya Gea.
Bagian menyebalkan. Kenapa harus ada pertanyaan siapa di setiap pernyataan tentang hati. Bagiku, dengan mengetahui Hanum bukan sosok yang aku sukai seharusnya cukup. Tidak sampai bertanya siapa, karena jawabanku adalah penanya dari pertanyaan yang baru dilayangkan. Dan itu menyulitkanku untuk menjawab.
"Ada." Jawabku singkat.
"Ya siapa? Aku mau tau." Desak Gea tak sabar.
"Kalau kamu tau emang mau apa?"
Gea terdiam beberapa saat kemudian menajawab. "Mau aku bilang ke orangnya biar kalian pacaran." Ucapnya.
Mau ngomong sama diri sendiri, Ge? Aduh, lucunya gadis Bandung ini.
"Nggak usah, dia anti cowok gemini."
Kedua mata Gea sontak membola ketika mendengar pernyataan ku, entah apa yang membuat Gea terkejut sebegitu nya padahal dia sendiri yang sering menggaungkan bahwa kaum gemini sangat harus dihindari.
"Aneh banget gebetan kamu mandang zodiak." Tuturnya seolah tak terima bahwa seseorang yang aku sukai sama seperti dirinya.
"Kamu juga begitu, Ge."
"Ya ... orang lain jangan."
"Loh?"
"Kasian kamu jadi susah dapet pacar. Aneh deh orang sekarang malah percaya zodiak, padahal meski kamu gemini kamu baik hati, nggak pernah selingkuh malah diselingkuhin. Kamu nggak brengsek kayak mantanku."
Ah, Sam gemini. Lupa.
"Kamu mau deketin dia nggak, Ash?"
Sudah. Sudah dekat.
"Mau." Jawabku dengan yakin.
Gea menoleh ke arahku lalu bertanya lagi. "Mau aku bantu nggak?"
"Kamu mau bantu apa, Gea?" tanyaku seraya menyuapkan bubur yang hampir dingin ke dalam mulutku.
"Aku bisa bikin kalian pacaran cepet-cepet. Pokoknya aku bakal bantu kamu deket sama dia deh, Ash." Jawab Gea.
Gea, masalahnya yang aku suka itu kamu. Memangnya kamu mau membuka hati dan membiarkan aku berusaha merubah status pertemanan? Memangnya kamu mau repot-repot menerima semua usahaku untuk menjadikanmu pacar? Memangnya kamu mau berpacaran denganku?
"Kok diem?" tegur Gea membuat lamunanku buyar seketika.
"Ge,"
"Hm?"
"Kamu pernah suka sama aku nggak?"