Nilan duduk di depan kloset; merasa mual; benaknya terus saja memaki Tesla. Diraihnya segelas air dan obat kumur; mendengkus, lalu bersandar di dinding. Seingatnya, mual sepagi ini sudah dirasakannya sejak 3 hari lalu, tetapi sudah merasa seperti akan mati.
Dia pun mengeluh: mengapa hanyaĺ wanita yang menderita selama kehamilan, sedangkan pria hanya merasakan kenikmatan saat ejakulasi.
"Nilan, gimana kuat gak?"
"Ya," suara Nilan agak parau.
Dia tersenyum lemah kepada Hasmi, yang mengintip melalui terbukanya pintu kamar mandi, dengan kening berkerut, sehingga kekhawatirannya terlihat jelas di mata Nilan.
"Kayaknya kamu gak bakal kuat deh."
"Lo tenang aja, Hasmi," Nilan menjawab kemudian berdiri, "jangan khawatir, gue baik-baik aja. Ini kelulusan kita. Gue udah berjuang beberapa tahun buat ini. Jadi, gak mungkin gue gak hadir cuma karena mual."
Nilan meninggalkan kamar mandi kemudian pergi ke lemari, lalu mengeluarkan gaun halter selutut berwarna biru tua, dengan renda di bawahnya—yang kemudian diletakkannya di tempat tidur.
"Ya udah, kamu mandilah. Nanti saya rapiin rambut kamu," ucap si Hasmi, yang sudah duduk di depan meja rias sambil memoles wajah.
"Ya, Bu."
Sambil terkikik, Nilan menjulurkan lidah ke Hasmi kemudian memasuki kamar mandi lagi.
Setengah jam berlalu.
Dia mengenakan jubah; mengeringkan rambut, lalu membungkusnya dengan handuk, gaya sorban.
Di luar, Hasmi sudah berpakaian dan siap.
Hasmi mengenakan gaun Strapless merah selutut, yang dipasangkan dengan sepatu kasual hitam; meluruskan rambut pirang stroberinya, lalu memasang pin dengan hidung badak di tutupnya. Dia benar-benar cantik.
"Duduk," Hasmi menuntut.
Nilan memutar mata dan menurut. Hasmi melepas handuk dari rambut Nilan, lalu mengeringkannya. Nilan menata rambut coklatnya di sepanjang bagian tengah punggung, menjadi gelombang. Hasmi juga merias wajah Nilan.
Beberapa menit berlalu, Nilan mengenakan gaun biru serta sepatu hitam, lalu menutupinya dengan gaun.
"Siap?" Hasmi bertanya sambil mengenakan kembali gaunnya.
"Ya."
"Barang-barang kamu yang lain mana?"
"Di sana."
Nilan menunjuk ke sebuah koper mini di atas tempat tidur, penuh dengan barang-barang yang tidak dia bawa ke kos, saat mereka pindah minggu lalu. Mereka memutuskan untuk tinggal di asrama ini saja sampai lulus—hari ini. Nanti malam, mereka baru akan tidur di sana.
Beruntung, mereka menemukan kos yang sesuai dengan selera. Sebenarnya Wili yang mencari kos. Karena Hasmi berkata bahwa masih ingin bersama Nilan, dia mencari unit kos yang bersebelahan. Dia taktahu tentang kehamilan Nilan, tentu saja. Meski sebagai pacar, Hasmi takbisa memberitahu Wili, karena Tesla adalah teman dekatnya.
"Kalo punya lo?" Nilan bertanya.
"Saya punya ada di mobil."
"Oke, gue bawa ni barang ke mobil aja, biar kita langsung ke kos selesai acara."
Nilan hendak mengambil koper, tetapi Hasmi menghentikannya.
"Biar saya aja. Kamu gak boleh ngangkat yang berat-berat."
Nilan memutar mata lagi. Setelah dia memastikan kehamilan, Hasmi memperlakukannya secara berbeda—bagai induk ayam yang menjaga telur agar tak pecah. Nilan hampir takbisa bertindak leluasa, karena sikap Hasmi terlalu protektif. Nilan bersih-bersih saja takboleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Cinta Ketua Gangster
AçãoTajir, tampan, ketua preman, tetapi ia seorang yang introvert!! Mirisnya, ternyata ia-lah yang mengambil keperawananku! Aku merasa seluruh tubuh membeku mendengar pertanyaan itu. Detak jantungku mempercepat langkahnya. Aku berkeringat, sambil meng...