Kepingan ke-lima : Undangan

250 8 1
                                    

Semakin hari semakin menjadi.

Mungkin kata itu yang tepat untuk disandingkan kepada dua orang yang sepertinya saling mencintai itu. Semakin memedihkan mata dan hati.

Wanita dengan kaki jenjang dan paras ayu itu semakin rajin mengunjungi Iyan di kantor tempat kita bekerja. Entah hanya sekedar mengirimkan makanan atau mengajaknya makan siang di luar kantor. Dan pria berpostur tegap dengan wajah berhias kumis tipis dan alis tebal nan tegas itu kini juga semakin menjauh, kembali menjadi bintang yang tak dapat kugapai.

Bukannya aku tak suka dengan kebahagiaan yang diperoleh sahabatku yang satu itu, tapi aku juga ingin bahagia. Dan menurutku bahagiaku adalah dia. Ahh...tapi jalan Tuhan memang lebih baik. Yang menurutku baik belum tentu baik menurut Tuhan dan sebaliknya.

***

"Assalamualaikum..."kulangkah kakiku dengan gontai.

" Waalaikumsalam...ngapain tuh muka kusut amat kayak habis dicuci pake penggilesan aja." sahut suara yang kukenal sejak 22 tahun yang lalu.

"Gapapa...emang habis dicuci di penggilesan." cerocosku dengan nada sewot.

"Ooh...sewot amat sihh adek abang yang paling cantik dan manis ini." godanya sambil menjawil daguku.

Memang tak ada yang tahu bagaimana perasaanku, sekalipun Ibunda, Ayah atau Abangku. Tak ada yang paham dan mengerti perasaan yang porak-poranda karena cinta.

"Lo kenapa sih dek ?"

"Gak kenapa-kenapa." jawabku datar.

"Beneran ? Gue kenal lo dari 22 tahun yang lalu loh. So, gue tau semua tentang lo."

"Gue gak kenapa-kenapa kok bang."

"Elaahh...jangan bo'ong lo, lo patah hati ya dek ?" godanya.

Aku hanya bisa memanyunkan sepasang bibirku beberapa senti.

"Bang lo pernah patah hati gak sih?" tanyaku penasaran.

"Hahaha...lo tanya gue pernah patah hati apa enggak ? Gue jawab PERNAH."

"Ceritain dong bang...lo emang patah hati sama siapa ?" pintaku.

"Ahh udah lahh...yang bikin patah hati tu gak usah diinget-inget lagi."

"Ahhh..ayolah bangg ceritain dong. Kan kali-kali aja bisa gue bikin pelajaran." rengekku meminta padanya.

"Ahh elahh...lo kira gue guru mapel patah hati apa ?"

"Yaelahh...ayo lahh bangg."

"Dihh udah tua juga masih ngerengek kek anak kecil aja."

"Dihhh ayolahh..."

"Yaudah...iya iya gue ceritain." air mukanya berubah menjadi sendu.

"3 tahun lalu waktu gue masih di Indonesia gue suka sama seseorang dan kebetulan juga dia suka sama gue, akhirnya kita menjalin hubungan selama hampir 6 bulan. Setelah itu gue dapet panggilan beasiswa kedokteran dari Jerman dan akhirnya gue memutuskan pergi ke Jerman denga tetap menjaga cinta dan hati gue buat perempuan itu. Singkat cerita selama di Jerman gue dan dia maaih berkomunikasi sampai 10 bulan-an. Tapi setelah itu kita lost contac entah apa yang terjadi gue juga gak tau dan sampai 3 tahun gue nyelesaiin studi gue di Jerman gue tetep masih cinta dan sayang sama dia walau kita udah gak pernah komunikasi lagi. Karena gue percaya sama perempuan itu kalau dia mau nunggu gue sampe gue balik ke Indonesia lagi. Tapi waktu gue balik ke Indonesia dan gue nyamperin tempat kerjanya ternyata..." ucapnya panjang lebar dengan ekspresi dan sorot mata yang sulit untuk kuartikan

"Ternyata apa bang ?" tanyaku antusias.

"Ternyata dia udah menikah dan memiliki sepasang anak kembar." ucapnya dengan senyum getir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hati yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang