.
.
.Felisha kini membawa sang anak untuk berjalan-jalan di sekitaran taman kompleks, berhubung cuaca pagi lagi bagus-bagusnya.
"Mama, Callos mau main itu!?" tunjuknya dengan riang pada sebuah ayunan, dan disana juga banyak anak-anak yang tengah bermain dengan pengasuh mereka.
Felisha mengangguk, sesampainya disana Felisha langsung mendudukkan sang anak dan dia pun mendorongnya dari belakang dengan pelan.
"Gimana, seru gak?" tanya Felisha.
"Selu banget mama!" senyum Carlos mendongak dengan mata sipitnya.
"Ya ampun, anak mama emes banget sih!" Felisha jadi gemes sendiri, lagi dan lagi dia malah kepikiran dengan perilaku Felisha asli yang sangat tega mengacuhkan sang anak demi suaminya yang seperti batu berjalan itu.
"Ayo sayang kita ke luar, mama mau ajak kamu jalan-jalan lihat suasana pagi!" senyum Felisha, huh dia tak sabar untuk melihat dunia luar, dia ingin melihat suasana pagi di dunia novel ini, apakah sama seperti dunianya yang asli?
Carlos celingukan di dalam gendongan sang mama, dia melihat banyak sekali anak-anak yang seumuran dengannya berjalan menyebarangi jalan tak lupa dengan seragam dan topi yang sama.
"Mama, kenapa melela sama semua?" tanyanya menunjuk segerombolan anak sekolah.
Felisha melirik sebentar. "Itu namanya seragam sekolah, jadi ..., baju-baju mereka sama," jawabnya menghilangkan rasa penasaran sang anak.
"Apa Callos juga bisa sekolah mama? Callos juga mau sepelti meleka?" tanyanya dengan nada lemah dan lesu.
Cup.
"Tentu bisa sayang! Nanti kalo anak mama ini sudah cukup umur, mama akan menyekolahkan mu!" ucap Felisha setelah mengecup pipi sang anak.
"Yey! Sayang mama!" ruang Carlos, anak kecil itu begitu senang tetapi kembali murung, takut perubahan mamanya hanya sementara.
"Hey, anak mama kenapa hem? Kok jadi murung begitu?" tanya Felisha sedih.
"Mama, mama janji ya jangan belubah lagi, callos sayang mama ...," gumam anak itu berkata lirih, dia sungguh takut.
"Itu tidak anak terjadi nak, mama akan selalu menyayangimu, apapun yang terjadi mama akan selalu menyayangi dan mengingat mu setiap hari dan kapanpun itu, begitu juga dengan Carlos, selalu sayang mama!" senyum Felisha memeluk sayang sang anak yang kini memeluk erat lehernya.
.
.
.Malam harinya setelah selesai bermain dengan sang anak sebelum tidur Felisha turun ke dapur untuk membuat sesuatu, padahal para pelayan sudah siap 24 jam tetapi, jiwa rajinnya tidak bisa berdiam diri maka dari itu dia memilihnya untuk turun langsung.
Terlihat di meja makan masih ada suaminya, ah ..., lebih tepatnya suami pemilik tubuh ini, sebagai bentuk sopan santunnya Felisha berniat menyapa sang suami.
"Mas belum tidur?" sapa Felisha, tetapi setelah beberapa detik tak ada balasan dia pun hanya mengangguk lalu pergi melipir ke dapur, jika ditanya apakah malu atau tidak, jelas jawabnya adalah dia malu, siapa yang tidak malu jika sapaan kita tidak di gubris oleh tuan rumah itu sendiri.
Beberapa menit, ternyata Felisha malah membuat mie rebus di campur telur dengan beberapa cabe, sungguh jiwa hemat miliknya timbul, padahal baru beberapa hari di dunia novel ini tetapi dirinya sudah serindu itu pada mie rebus.
"Makanan penyakit!" ucap seseorang membuka kulkas dan mengambil air dingin.
Felisha menoleh dengan alis terangkat. "Kenapa?"
Jean meletakkan gelas miliknya di belakang tubuh Felisha, jika di lihat dari kejauhan tubuh kecil Felisha seperti tengah dikukung. "Kenapa kamu berubah? Apakah ini trik baru untuk mulai mendekatiku lagi?" tanya Jean tiba-tiba tepat di depan wajah Felisha yang terlihat sedikit gugup.
Bro! You were stared at very closely by a handsome person and it was your first time? Tentu saja gugup bodoh!
"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?" tanya balik Felisha setelah menormalkan dirinya. "Apa sebuah perubahan ku ini berdampak buruk bagimu?" cecarnya menatap rumit Jean.
"Berubah atau tidaknya, dampak buruknya tak lepas dariku dan itu karena ulahmu!" desisi Jean menegakkan badannya, dan sial itu sangat tinggi, Felisha merasa tersaingi.
Siapapun berikan dia kursi untuk menyamai tinggi pria arogan ini. "Ya itu karena ulahmu juga!" sungut Felisha tak mau kalah. "Hanya karena tidak cinta kau sampai memperlakukanku seperti itu! Aku tahu ini hanya sebuah perjodohan! Tetapi tidak bisakah kamu melirik anak kita? Ralat, maksudku anakku?" Felisha menatap Jean dengan mata mengembun, terbayang-bayang wajah lugu bayi manis itu. "Aku menyiksa, memarahinya, itu juga karenamu yang acuh terhadapku Mas! Lirik dia sedikit saja ..., apa susahnya?"
Felisha tak habis pikir, di saat dia sering menyiksa sang anak kenapa suaminya ini tidak datang untuk menolong bahkan menenangkan bayi kecil itu? Dengan berubahnya menjadi seorang ibu yang kasar terhadap sang anak berharap sang suami datang untuk menegur atau bahkan untuk sekedar melihat sang anak, jika dia tak mau melirik atau muak melihatnya!
Tetapi. "Jadi ... bagaimana aku harus bersikap mas?" gumam Felisha merasa marah, dia begitu marah sebagai jiwa asing, kenapa orang-orang ini begitu egois, dia sebagai seorang Kayla si jiwa asing sangat menyayangkan sikap kedua orang ini, Felisha asli yang rela menyiksa sang anak berharap sang suami bersimpati tetapi malah semakin di benci, Jean bukannya peka dan menolong sang buah hati dari penyiksaan sang istri malah acuh tak acuh.
Jean memegang sisi wajah Felisha sembari menghapus jejak air mata sang istri. "Entah ini hanya trik atau apapun itu! Sampai kapanpun aku tidak akan buta bahwa anak itu bukanlah darah dagingku!" bisiknya lalu pergi meninggalkan Felisha yang terdiam kaku.
Apa maksudnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Antagonis
RomanceCover by-pinterest Kayla Maharani Putri gadis lulusan universitas Bangkok Thonburi University dia bisa lulus dari universitas mahal ini karena dia bekerja paruh waktu demi pendidikan tinggi miliknya, tapi sayang dia harus meninggal dalam sebuah kec...