Cerita ini diangkat dari sebuah teks drama berjudul sama
"Setiap Keluarga punya Cerita"
Karya Vibiscript_____________________________________
"Mawar, Mawar ...!"
Suaranya menggelegar menyapu setiap sudut ruangan. Hentakan kakinya menajam, matanya melotot tak karuan, dan tak lupa selembar kertas ujian yang ia pegang dengan sangat erat sedari tadi. Siap-siap untuk menampar anak sulungnya itu.
Pria paruh baya tersebut kemudian terdiam di ruang tamu. Nafasnya tersengal-sengal, sembari menatap pintu berhias dreamcatcher yang seketika terbuka. Mawar menampakkan diri dari bilik pintu tersebut. Rambutnya panjang terurai, dengan sebuah pita kecil menghiasi rambut belakangnya. Gadis itu tersenyum simpul dan memberikan tatapan hangat walau sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Gadis tersebut berjalan dengan perlahan. Kakinya berkeringat sedari tadi.
"Iya Pa-"
PAKKK!
Dan dalam hitungan detik, Aster-papa Mawar, menamparnya dengan kertas-kertas yang ia pegang itu. Tangannya geram, hingga menampakkan urat-urat dengan begitu jelas di sana.
"Apa-apaan ini?!" emosinya memuncak. Sedangkan sang gadis hanya menunduk gemetar.
Dijulurkannya kertas ujian tersebut, yang menunjukkan angka 55 di sana.
"Nilai kamu selalu saja kecil! Kamu belajar nggak sih?! Papa udah les-in Kamu kesana-kesini, diberikan fasilitas sebaik mungkin, tapi ini apa?! Kenapa nilai kamu selalu kecil?! Kamu nggak malu sama adik kamu sendiri? Hah?!"
Mawar tak mempedulikan ocehan Aster. Ia hanya menunduk, menahan diri untuk tidak menangis.
"Jawab pertanyaan Papa Mawar!" Rahangnya mengeras, melotot tajam penuh penekanan. Namun Mawar tak memberi jawaban sepeserpun. Gadis itu takut. Selalu saja begitu, dan akan selalu begitu. Papah selalu saja akan membandingkan dirinya dengan sang adik, dan menamparnya atau bahkan memukulnya, jika ia tidak mampu menyaingi nilai saudarinya tersebut. Luka memar kemerahan selalu tercetak di badannya, membekas dengan sangat cantik.
Mawar lelah dengan semua ini. Namun ia tidak bisa melawan. Sebagaimana pun, Aster tetaplah ayahnya.
"Kamu tahu kamu anak pertama kan Mawar? Harusnya kamu bisa kasih contoh yang baik untuk adik kamu." Nada bicaranya sedikit merendah kali ini. "Kenapa? Pelajarannya terlalu susah? Adik kamu aja sanggup kok." Ucapannya terdengar intimidasi.
Pria itu berdecih, masih menatap sang gadis yang tak berani menatapnya balik. "Sekarang pergi ke kamar kamu, renungkan semua kesalahanmu." Aster menunjuk pintu berhias dreamcatcher tersebut menggunakan dagu. Dan Mawar, mengangguk kecil sembari menuruti perkataan sang papah.
Sesampainya di dalam kamar, ia menutup pintu tersebut dengan sangat lembut. Ditatapnya nuansa kamar yang colorful, dan sebuah novel klasik di meja belajarnya. Ditariknya kursi di sana, kemudian ia duduk melamun. Memikirkan apakah salah jika ia beristirahat sebentar setelah penat akan kegiatan sekolah seharian ini.
Tangan kanannya mengepal, sedangkan tangan kirinya memegang pipinya yang habis ditampar. Warnanya pekat, namun tidak sakit sama sekali. Mawar sudah biasa dengan ini. Hatinya, jauh lebih sakit daripada pipinya. Ia selalu bertanya-tanya kapan papah mau mengerti akan dirinya sekali saja. Dan dalam detik itu, detik itu juga, air matanya menetes tanpa diminta. Mawar lelah dengan keluarga ini.
🧡❤️🧡❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SKPC ✅ (Revisi)
Short Story[sedang direvisi] Menjadi kakak dari sosok Jingga Alaska mungkin adalah suatu kebanggaan besar bagi sebagian orang. Bagaimana tidak, Jingga memiliki segudang prestasi. Berparas cantik, dekat dengan guru, dan yang paling penting adalah, memiliki repu...