03. Hoax

20 3 0
                                    

Mawar sempat berpikir, mengapa adiknya bisa sangat pintar hingga memenangkan berbagai macam lomba berturut-turut? Kamarnya rapi dipenuhi buku, dan juga medali yang tersusun cantik. Tak lupa tumpukan map di bagian bawah, yang berisi sertifikat-sertifikat juara.

Bukan kesalahan besar jika papa lebih menyayangi Jingga daripada dirinya. Jika ia menjadi Jingga, mungkin Mawar juga akan senang dengan dirinya sendiri. Menjadi sosok Jingga Alaska, mungkin adalah kebahagiaan yang benar-benar nyata. Dan menjadi kakak dari sosok Jingga Alaska, mungkin adalah kesedihan yang benar-benar nyata.

"Gue capek ...," lirih gadis tersebut. Ia kemudian menatap buku latihan soal kimia di depannya.

"Gue capek ngejer nilai itu ...," bibirnya kini berkerut. Kemudian menundukkan kepalanya, menetralkan semua pikiran dan mulai bertanya-tanya awal mengapa ia melakukan ini semua.

"Tapi kalo nilai gue nggak berubah ...,"

"Papa bakal terus-terusan marahin gue." Dan kini, air matanya turun.

"Yang papa mau cuman itu, cuman nilai itu ...."

Mawar kini membenarkan posisi duduknya, dan meraih kertas ujian yang ditamparkan sang papa tujuh hari yang lalu.

55.

Nilai yang tertera pada kertas ujian tersebut.

Terkadang Mawar bertanya-tanya, mengapa adiknya bisa sangat pintar dan sempurna. Dan terkadang Mawar juga bertanya-tanya, mengapa papa sangat berharap ia bisa mengalahkan Jingga?

"Coba aja kalau nilai gue lebih besar daripada Jingga ...," gadis itu mulai berandai-andai.

.... mungkin papa bakal lebih sayang Gue daripada dia." Dan kemudian, senyuman menyungging tercipta di bibirnya.

"Andai gue sempurna, andai gue primadona sekolah, andai gue terkenal, andai gue cantik, andai gue—Jingga. Mungkin hidup gue bakal baik-baik aja."

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun gadis itu masih berhadapan dengan tumpukan buku di depannya. Gadis itu muak untuk kalah yang kesekian kalinya.

🧡❤️🧡❤️

"Kak, bentar ya, Jingga mau ke kamer mandi dulu. Kebelet nihh!" Jingga merengek menahan perutnya.

"Terserah. Kakak mau langsung ke kelas aja. Ngapain juga aku nungguin kamu? Buang-buang waktu" balas Mawar ketus.

"Oke ..., Jingga duluan ya!" Gadis mungil itu melambai-lambaikan tangannya, dan lekas berlari meninggalkan kakaknya yang tengah berdiri. Ia sudah tidak tahan dengan sembelitnya.

"Cih, emang dia pikir lucu apa?" desis Mawar pelan. Ia lama-lama muak dengan adiknya yang sok lucu dan sok baik itu.

Setelah Jingga sudah tak menampakkan diri dari sudut pandangnya, Mawar mulai berjalan perlahan menuju kelasnya berada. Mereka berdua menaiki taksi yang sama. Namun setelah sampai sekolah, keduanya berpencar seakan tidak saling mengenal. Label kakak beradik itu, seakan hanya stempel belaka.

"Wah, parah banget ya Jingga,"

"Gila, gue nggak nyangka sih selama ini."

"Ah apaan sih lebay lo semua. Menurut gue pantes-pantes aja kok Jingga sama Biru. Daripada sama Mawar, huekk!"

Suara bising-bising terdengar jelas seantero sekolah. Membuat Mawar yang baru saja memasuki gedung, lekas berlari menghampiri sumber suara.

"Itu Mawar kan?"

"GWS sih War, kalo gue jadi lo, gue malu jujur."

Suara-suara itu terdengar jelas berasal dari mading sekolah. Dan yang benar saja, beberapa kumpulan anak sedang tertuju kesana. Dengan lekas, Mawar langsung menerobos masuk kedalam gerombolan murid itu. Matanya seketika membesar, kaget sekaligus kecewa dengan apa yang barusan ia lihat.

SKPC ✅ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang