#NAD_30HM2023
#Hari_ke_3
#nomorabsen_180
Jumlah kata: 645Judul: Sebuah Meja dengan Empat Kursi di Sudut Kafe dan Rahasia-rahasianya.
Kata Kunci: Roti
Bab 3: Pengungkapan Rahasia
Setiap hari Kafe "Life & Latte" buka sejak pukul 7 pagi hingga 10 malam. Tidak ada hari libur kecuali di Hari Natal, Tahun Baru, dan Lebaran. Kafe yang terletak di salah satu komplek perkantoran di Pondok Indah itu, selalu ramai pengunjung. 20 meja yang tersedia nyaris tak pernah kosong. Meja-meja di dalam ruangan dinomori dengan angka 1,2, hingga 12, dan 12 A (yaitu aku). Namun tanpa nomor 4. Sedangkan meja di selasar ditandai dengan huruf A, B, hingga H.
Hari Senin itu, kesibukan di kafe berjalan seperti biasanya. Aroma harum dari kopi yang baru disangrai dan roti panas yang baru keluar dari oven, memenuhi ruangan yang terang benderang karena Yanto, salah satu pelayan, membuka seluruh 'vertical blind'. Walau aku berada di sisi dinding tanpa jendela, namun ujung-ujung bias cahaya matahari menjejakku. Hangat. Tepat jam 7 pagi, para pelayan kafe mulai melayani beberapa pengunjung regular, para karyawan-karyawan gedung perkantoran yang mampir membeli roti dan kopi sebelum bekerja.
Tiba-tiba salah satu kursi sahabatku ditarik menjauh. Seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan duduk di situ. Aku melirik ke jam dinding digital di atas kasir. Pukul 07.48.
"Semangat, Guys!" bisikku kepada keempat kursi sahabatku. "Aku mengendus adanya cerita seru, pagi ini."
Kepada Yanto, lelaki itu memesan air mineral dan roti cokelat.
"Dia bokek," kursi di kiri terkekeh. "Dia memesan yang paling murah."
"Mungkin dia sudah sarapan dan minum kopi buatan istrinya di rumah...." kursi di sebelahnya membela lelaki itu.
"Sstt... ada perempuan menuju ke sini," kursi yang menghadap ke pintu memberitahu. "Tebakan, yuk, mereka pasti berselingkuh."
Ketika seorang perempuan yang mengenakan blazer dan rok pendek selutut berwarna biru gelap telah sampai di dekat kami, lelaki itu berdiri. Mereka saling cium pipi sekilas.
"Kan ..." bisik kursi yang menghadap ke pintu.
"Dia telah tahu tentang semuanya, David" kata wanita itu lirih setelah menoleh ke sekeliling. Perempuan itu duduk di sisi kiri. "Aku khawatir dia akan mengungkapkan rahasia kita."
"Wih! mu-la-i ..." kursi yang berada di dekat tembok mengomentari. Aku dan ketiga kursi lainnya sontak menyuruhnya diam. Kami memasang telinga imajiner kami dengan antusias.
"Kita tidak boleh membiarkan rahasia ini sampai terbuka, Maria. Kita sudah mengambil banyak risiko. Kita harus menangani situasi ini dengan hati-hati."
Maria mengangguk setuju. "Tetapi siapa yang bisa kita percayai, David? Kita sudah terancam ketahuan, dan sekarang kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri."
"Aku akan ada rapat konsorsium di Norwegia pekan depan. 3 hari. Kau bisa menemuiku di sana? Visamu masih berlaku kan? Kita urus masalah ini setelah rapat itu. Akan lebih mudah ...."
Aku dan keempat kursi saling melirik saat mendengar David mengucapkan kalimat tersebut."Setelah itu?"
"Setelah itu kita akan ke Boston."
"Ke Boston? Ah, kau akan menimbulkan kehebohan!"
"Pasti .... Tetapi, pada akhirnya semua akan terungkap. Entah dengan cara bagaimana. Akan lebih baik jika kita sendiri yang melakukannya."
Maria menarik napas dalam dan menghembuskan pelan-pelan.
"Baiklah. Aku akan mencari alasan untuk mengurus izin cuti kerja."
Maria kemudian berdiri dari duduknya. David mengikuti. Setelah mereka saling cium pipi, Maria melenggang ke luar dari kafe. Tanpa meminum air mineralnya atau memakan roti cokelat yang telah dipesannya, David membayar di kasir. Kemudian, dia meninggalkan kafe.
"Sudah? Begitu saja?" teriak kursi yang menghadap ke luar. Setengah jengkel. "Mereka menyimpan rahasia apa? Kalian ada yang mengerti maksud David dan Maria itu?"
"Lah, kamu kan ikut menguping juga..." kata kursi di kiri. Kalem.
"Iya. Tetapi, tadi, mereka ngomongin rahasia apa?"
"Mungkin rahasia perselingkuhan mereka?" tebak kursi di samping tembok.
"Atau rahasia negara yang tidak boleh bocor? Bisa jadi kan mereka anggota agen rahasia seperti tukang tahu sumedang yang kerap pura-pura berjualan di dekat pintu depan, padahal memantau kafe kita ini," sahut kursi di sisi kanan.
"Aku juga ikut penasaran ...." desah kursi belakang. "Bisa-bisa, malam ini aku ngga nyenyak tidur."
Serentak, aku dan ketiga kursi lainnya tertawa.
"Kita ini meja dan kursi, kapan kita pernah tidur, Bambaaang?"
Tentu saja kursi belakang itu bukan bernama Bambang. Aku hanya ikut-ikutan ucapan para pelawak-pelawak tajir di acara tivi yang setiap hari tayang berjam-jam itu.
Ngomong-ngomong, memang tidak segala hal bisa terungkap. Terutama bila hal itu dirahasiakan.
Namanya juga rahasia. Kalau sudah terungkap, berarti bukan rahasia lagi.
Iya kan?
YOU ARE READING
Sebuah Meja dengan Empat Kurs di Sudut Kafe
Short StoryCerita sehari-hari yang bergulir di sebuah Meja dengan Empat Kursi di Sudut Kafe