#NAD_30HM2023
#Hari_ke_9
#nomorabsen_180
Jumlah kata: 666Judul: Sebuah Meja dengan Empat Kursi di Sudut Kafe dan Rahasia-rahasianya.
Kata Kunci: Daun Teh.
Senja mulai jatuh dalam tabir malam. Pengunjung kafe Life&Latte hari itu tidak terlalu ramai. Memang biasa begini di saat-saat 'tanggung bulan'. Selain itu, sejak kecelakaan Bram, beberapa tamu langganan tidak lagi berkunjung. Mungkin mereka masih trauma.
Bos memutuskan, hiburan Live Music tetap diadakan walau antusias tamu tidak seperti saat menampilkan Bram.
Seperti malam ini, lagu-lagu pop dibawakan secara akustik, namun terlihat tak ada satu tamu pun yang tertarik untuk menyimak. Begitupun sepasang pria dan wanita yang duduk di hadapanku, meja nomor 12A. Mereka masing-masing sibuk dengan laptop di depan mereka.
"Ugh! Buntu!" Desah perempuan yang duduk di kursi di sisi dinding.
"Kenapa, Beib?" Lelaki di hadapannya mengalihkan tatapannya dari laptop ke wajah si Perempuan.
"Aku harus menulis cerita pendek minimal 400 kata. Dengan kata kunci daun teh. Tetapi sejak tadi aku tidak dapat ide bagaimana cara menuliskannya."
Kulihat, si Lelaki tersenyum manis. Menenangkan.
"Bagaimana kalau kau menuliskan dongeng tentang daun teh?"
"Memang ada dongeng seperti itu?"
"Ya, bisa diadakan. Kan, namanya juga dongeng. Kau bisa mengarangnya kan?"
"Kau ngga mendengarkan aku, ya?" si Perempuan merajuk. "Kan sudah kubilang tadi, pikiran dan imajinasiku sedang buntu. Aku tidak tahu bagaimana menulis cerita dongeng tentang daun teh itu."
Si Lelaki kembali tersenyum. Kali ini sambil menggenggam tangan perempuan yang dia panggil Beib itu. Aku dan keempat temanku yang menyaksikan interaksi pasangan itu, jadi ikut tersenyum.
"Di mulai dengan kata-kata yang sama dengan yang selalu kau ucapkan ketika mendongeng untuk anak-anak. Yaitu, pada suatu hari."
"Oke, pada suatu hari, lalu? Selanjutnya apa?"
"Hm, aku bukan penulis, Beib. Mungkin yang akan kukatakan ini tidak cukup baik untuk sebuah cerpen."
"Ngga apa-apa. Katakan saja. Apapun itu, pasti lebih baik daripada kebuntuan aku yang tidak menghasilkam satu kalimat pun."
Si Lelaki menarik napas panjang, lalu mulai bercerita dengan suara lembut, seolah tengah mendongeng cerita pengantar tidur.
"Pada suatu hari di sebuah desa yang tenang, hiduplah seorang gadis kecil bernama Mei ..." Dia lalu buru-buru menambahkan," Kau bisa mengganti nama Mei menjadi nama yang lebih cocok, Beib. Entah mengapa aku terpikir menggunakan nama Mei."
"Aku suka nama itu. Ayo lanjutkan." Perempuan yang dipanggil Beib itu, kali yang tersenyum.
"Ok. Kulanjutkan." Mata lelaki itu kulihat menerawang. Nampaknya sedang berimajinasi.
"Mei adalah seorang yang rajin dan penuh semangat, dan dia tinggal bersama keluarganya yang sangat mencintainya. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di pinggiran desa yang dikelilingi oleh kebun teh yang luas. Setiap hari, Mei akan membantu ibunya merawat kebun teh. Di kebun, Mei akan memetik daun teh yang paling segar dan indah. Ia sangat senang melakukannya, karena daun teh memiliki aroma yang menenangkan dan memikat hatinya."
"Ah, cerita kuno!" Kursi di sisi kanan mencebik. "Paling-paling nanti tokoh Mei ketemu Pangeran Tampan, dan mereka hidup bahagia selamanya."
"Belum tentu!" Kursi yang diduduki Beib menyanggah. "Kau tahu, seorang penulis itu ibarat tuhan. Dia bisa sekonyong-konyongnya memutar kalimat tulisannya. Bukan tidak mungkin pada awalnya pembaca mengira cerita itu membosankan, tiba-tiba jadi kisah yang mengejutkan."
Iya, juga.
Tetapi, belum lagi si Lelaki meneruskan dongengnya, tiba-tiba Beib bertepuk tangan. Rupanya pemain band baru saja menyelesaikan sebuah lagu.
Perempuan itu tiba-tiba berdiri, lalu berjalan ke arah panggung. Dia tampak berbisik-bisik dengan vokalis.
Kemudian,
"Malam ini salah seorang tamu yang tidak mau menyebutkan namanya, 'request' sebuah lagu dari Bon Jovi yang berjudul Thank you for Loving me. Katanya spesial untuk suaminya yang duduk di meja nomor 12A."
Ketika lagu berirama balada itu mulai mengalun, perempuan yang dipanggil Beib itu mengecup tangan lelaki yang duduk di hadapannya.
"Thank you. Aku punya ide untuk tulisan itu, sekarang...." bisiknya, yang dibalas dengan senyuman lebar dan mata berbinar dari suaminya.
Aku dan keempat kursi sahabatku sering menyaksikan pasangan-pasangan yang terlihat saling mencintai bertahun-tahun, ataupun yang baru jatuh cinta. Namun kami tak pernah bosan untuk melihat hal yang sama di esok, lusa, atau setiap hari sekali pun.
YOU ARE READING
Sebuah Meja dengan Empat Kurs di Sudut Kafe
Short StoryCerita sehari-hari yang bergulir di sebuah Meja dengan Empat Kursi di Sudut Kafe