6

43 6 0
                                    

•••





Desember datang dengan cepat, salju semakin tebal, menutupi setiap inci Kastil.
Sabtu pagi dilanda badai salju kencang. Suhu menurun drastis sehingga pelajaran herbologi harus dibatalkan, anak-anak kembali ke ruang rekreasi masing-masing, ada juga yang pergi ke tempat lainya.

Regulus bersama kedua temannya, menghabiskan waktu di kasur yang hangat. Evan baru mendapat sebuah permainan baru (hasil merampas dari anak-anak kelas satu dan dua). Tiga Yo-yo menjerit, satu set pemainan kartu, monopoli-jebakan, ketapel-melempar, dan satu set Gobstones emas yang bagus sekali (permainan sihir dengan batu-batu mirip kelereng, dan batu-batu itu menyemprotkan cairan bau ke wajah pemain lawan setiap kali dia kehilangan satu angka).

"Kau hebat teman!" Barty turun dari kasurnya, matanya berbinar melihat beberapa permainan yang didapat Evan. "Apa yang akan kita mainkan?" Evan mengeluarkan semua dari kantong khusunya. "Gobstones saja! Pasti seru tuh." Barty duduk di tempat tidur Evan. "Jangan! Akan membuat ruangan bau!" Regulus menghentikan membacanya, memandangnya tidak suka. "kau tidak diajak tuh." Evan nyegir lebar.
Regulus turun, berniat merebut semua bola warna-warni itu, barty bergerak cepat menghadang pergerakannya, di bantu Evan yang mengamankan bola-bola kecil yang berharga.
"Lepaskan! Barty-aku akan membunuhmu!" Regulus memberontak, Evan tertawa keras, jago sekali Barty membuat ikatan dengan dasi nya, seperti seorang ahli. "Kau mau membunuh dengan apa tuan?." Barty masih mencengkram tangan Regulus yang sudah ia ikat kebelakang, takut anak itu akan lepas dan menghajarnya.
Regulus sekuat tenaga melepaskan ikatan yang sangat erat, menendang keras betis temanya. Regulus berhasil bebas,
"Auhhhh! Evan! Ambil tongkatnya cepat!" Barty berguling dilantai berteriak histeris. "Kembalikan tongkatku! Aku beneran bakal bunuh kalian!" Regulus mengejar Evan yang terlihat pucat, bola-bola kecilnya berjatuhan. "Barty! Jangan membuat drama! Bantu aku-Reg aku minta maaf oke-kita damai-ya?" Mereka masih berputar, pintu keluar telah di kunci, memang pemikiran orang pintar berbeda. Barty mencoba bangkit, dengan sengaja Regulus menginjaknya tepat pada kakinya. Evan ingin tertawa, tetapi juga panik. Seperti dikejar Kematian.

" Barty-Bagun kumohon! Dan buka pintunya, cepat! kita harus melarikan diri dari monster!" Evan pernah menonton televisi muggle saat pergi ke London dengan ibunya, yang dia saksikan persis seorang saat remaja sedang dikejar monster mengerikan.
Melihat Evan mulai kehabisan energi, Regulus semakin semangat mengejar. ruangan itu sempit, tetapi dengan segala ketakutan, Evan berlari dengan lincah. Menyembunyikan tongkat Regulus didalam bajunya.

Mereka akhirnya berdamai setelah Evan tertangkap, ( Regulus memberikan mantra menggelitik). Evan merasa napasnya benar-benar akan habis, "kejam sekali teman kita ini." Ucapnya kelelahan, barty masih berbaring pada lantai dingin, suhu tubuh mereka meningkat, mengalahkan badai salju yang terjadi diluar. Regulus mengalami hal yang sama, kelelahan mentertawakan ekspresi kedua temanya saat tergelitik. Suara napas kasar mengisi keheningan setelahnya.

•••

Regulus bermimpi pada tidurnya, saat ini ia berada di Grimmauld place, tepatnya di kamar milik Mrs black. Kemudian ibunya berteriak dan datang mencekik sambil berkata tentang seringnya Regulus membuat detensi. Regulus merasakan tubuhnya melebur dan berpindah, berdiri seperti di sebuah hutan, pepohonan mengelilingi, tetapi sebuah cahaya muncul, Regulus mengikutinya. cahaya itu lenyap berganti sebuah pemandangan laut lepas dengan bau garam yang menyengat.

Tiba-tiba dia berlari dan menemukan Sirius dan James mengejarnya, ia berusaha menaiki bebatuan curam tetapi sama sekali tidak bergerak, kakinya seberat satu ton rasanya. lengan James akan menyentuh pundaknya sebelum ia kembali terasa mencair dan pindah.

Sebuah bar kotor, entah bagaimana Regulus seakan bisa membaca plat sebelum ia masuk, bar hog's head. Tidak ada siapapun disana kecuali wanita bertudung dekat perapian, langkahnya terjadi secara otomatis, wanita itu berbalik, perawakan mirip wanita black lainya, tinggi dan langsing . Regulus pernah melihatnya pada pohon keluarga dirumahnya, Ursula black. salasatu leluhur yang paling tua, dia jelas mengingat setiap nama dan gambar dari pohon itu. "datanglah besok ke tempat ini, Nak-" wanita itu tersenyum tipis. "Aku akan memberi tahu sesuatu yang penting." Suara wanita itu mirip ibunya, tetapi lebih bergema seakan mereka sedang berada di bawah sumur yang dalam. Regulus ingin menjawab, tetapi suaranya hilang.

The Black  [ 𝑅.𝒜.𝐵 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang