BAB 4

836 34 2
                                    

Sesampainya di rumah ayah Tama langsung mencari keberadaan sang istri untuk mengutarakan niatannya juga ayah Damar yang akan menjodohkan Barra dengan Kanaya.

Dia tanyakan dimana keberadaan sang istri pada salah satu pekerja di sana. Kamar utama itu jawaban yang dia terima, maka dia arahkan langkah kakinya ke tempat dimana sang istri berada.

Dibukanya pintu kamar utama, dan dari sana sudah terlihat sang istri yang sedang duduk di sofa dengan beberapa kertas tersebar dimeja.

"Assalamualaikum cantik. Lagi ngapain, suaminya dateng didiemin aja nih". Ujar ayah Tama sambil masuk ke dalam kamar setelah menutup pintunya.

"Waalaikumsalam mas. Loh kamu dah pulang mas? Aku pikir mau ketemu mas Damar sampai sore atau malam. Oh ini aku lagi liat beberapa dokumen dari butik mas". Jawab bunda Nia setelah mencium tangan suaminya, sambil pindah duduk disebelahnya.

"Em bun, ada yang mau mas bicarakan dengan bunda. Bisa minta waktu sebentar?". Tanya ayah Tama dan langsung dibalas anggukan kepala oleh bunda Nia.

"Dari obrolan mas di sana tadi Damar minta mas untuk menjodohkan Barra dengan Kanaya, seperti janji kami dulu akan menjodohkan salah satu anak-anak kami. Menurut kamu gimana bun?". Ujar ayah Tama to the point pada istrinya.

"Niatnya kalau bunda setuju mas akan bilang ke anak-anak nanti malam, setelah makan malam kita kumpul dulu buat bahas ini. Nanti biar mas bujuk Barra buat makan malam di bawah". Lanjut ayah Tama kemudian.

"Kalau aku jelas setuju mas. Siapa yang ngga seneng coba kalau calon menantunya itu Naya. Kita juga jadi besanan sama mas Damar dan mba Tari. Tapi apa Kanaya mau mas? Dengan keadaan Barra yang seperti sekarang, semisal pernikahan terjadi situasinya tak akan sama seperti pernikahan pada umumnya mas". Ucap si istri yang bernama Rania dengan raut wajah yang agak sendu.

"Kalau itu Damar bilang dia yang urus Naya, kita tinggal kasih tau Barra semuanya. Tapi bunda harus inget kita hanya akan menjodohkan, keputusan tetap ada pada anak-anak. Mas ngga mau memaksakan kehendak pada mereka, karena ya bukan kita yang akan menjalaninya". Jelas ayah Tama pada bunda Nia.

"Iya mas, aku juga ngga mau maksa mereka untuk terima perjodohan ini kok. Kalau memang jodoh ya Alhamdulillah, kalau bukan ya harus di ikhlaskan". Jawab bunda Nia pada suaminya.

"Mas apa perlu kita ingatkan Barra tentang janjinya yang akan menikah di umur 30 tahun?. Dia juga bilang akan menerima siapapun yang kita jodohkan, apabila dia belum ada calon". Lanjut bunda Nia menanyakan pendapat suaminya.

"Menurut mas mending biarkan Barra ingat sendiri dengan janjinya, dia yang berjanji itu artinya dia yang akan mempertanggungjawabkan dengan menepati janjinya itu". Jawab ayah Tama, yang juga di setujui oleh bunda Nia.

Setelah selesai memberi tau bunda Nia dengan niatannya, ayah Tama langsung pergi menuju ke kamar si anak tengah. Untuk sekedar mengajaknya bicara, menemaninya membaca buku atau dokumen, atau sedikit memberikan pijatan pada tubuhnya.

Saat sampai didepan pintu kamar sang anak dia langsung saja masuk, karena penghuni kamar biasanya tak akan menjawab saat pintu diketuk. Tentu saja yang berani melakukan itu hanya anggota keluarga inti. Itu pun setelah insiden yang menimpa Barra mereka membuat pintu kamar Barra menjadi tak bisa dikunci, untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan. Selain mereka tak akan ada yang berani untuk mengusik si tengah yang sangat tegas itu.

"Assalamualaikum bang Barra. Jangan ngelamun terus dong, eh ini udah ada dokumen lagi aja nih". Ujar ayah Tama langsung saja masuk dan duduk di sofa yang ada, sambil melihat-lihat dokumen milik Barra.

Barra sendiri masih duduk di kursi rodanya yang menghadap balkon kamar, dan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya "Waalaikumsalam, Barra ngga lagi melamun yah. Barra lagi mikir buat beberapa masalah perusahaan yang diluar kota".

BarraNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang