1. Theodore

40 9 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bulan terlihat telah menampakkan wujudnya. Sudah tiga jam berlalu, tetapi Kala masih belum sadar. Selama itulah laki-laki itu menjaga Kala di sisinya. Ia sesekali mengusap peluh yang menetes, menggenggam tangan, dan mengelus lembut rambut Kala.

Sudah beberapa kali perawat masuk ke ruangan dan menanyakan apakah ia lapar dan tidak pergi untuk mengisi perutnya, tetapi ia menolak dengan alasan tak mau meninggalkan Kala sendirian. Ia menatap lekat Kala yang terkulai lemas di sebelahnya. Tangannya bergerak mengusap hidung mancung Kala.

"Apakah sesakit itu? Kamu sudah tidur terlalu lama."

Lelaki itu meletakkan kepalanya di samping Kala, dengan tangannya yang masih menggenggam erat jemari Kala, harap-harap ia akan segera bangun dari tidurnya.

Selang beberapa saat, ia merasakan pergerakan di jarinya. Lelaki itu langsung terbangun dan mengecek kondisi Kala.

"Kamu sudah sadar? Sebentar, saya panggilkan dokter." Lelaki itu berlari keluar memanggil perawat dengan napasnya yang menderu.

Kala masih tak menyadari apa yang terjadi. Meskipun telah siuman, kepalanya masih terasa begitu sakit. Ia bahkan tak tahu bagaimana ia bisa ada di rumah sakit. Pandangannya masih samar-samar. Ia terus mengelus dadanya yang terasa sesak.

Pintu kamar terbuka dengan sosok dokter yang masuk dengan langkah cepatnya, diikuti dengan lelaki yang menemani Kala sedari tadi. Dokter tersebut langsung mengecek kondisi Kala. Ia mengecek detak jantung Kala dengan stetoskop, juga melontarkan beberapa pertanyaan untuk Kala.

"Kepalanya masih terasa sakit?" tanya dokter.

"Masih, Dok."

Dokter itu telah selesai mengecek keadaan Kala. "Dari hasil yang kami periksa, nona Kala sama sekali tidak mengalami penyakit serius apapun." Kala tersenyum lega. "Mungkin sakit kepala yang nona alami karena kelelahan dan stress. Jadi  kami sarankan nona Kala untuk jangan terlalu capek untuk beberapa minggu ke depan. Kami juga akan meresepkan obat untuk nona Kala," lanjut dokter tersebut.

"Baik, terima kasih, Dok," ucap Kala dengan senyuman tipisnya.

Kala menoleh ke arah lelaki tersebut.Ia menatapnya dengan tatapan heran. "Terima kasih banyak sudah menolong saya. Anda siapa?"

Lelaki tersebut tersenyum. "Radipta Alanskie Theodore. Panggil aja Theo." Ia mengulurkan tangannya, mengajak Kala berjabat tangan.

"Saya Kalila Praditya." Kala membalas jabatan tangan Theo. Jantungnya berdegup begitu kencang. Ia tak berani menatap wajah Theo.

"Kenapa, Kalila? Saya ada berbuat salah ke kamu?" tanya Theo. Ia bingung melihat Kala yang menghindari tatapannya.

"E-enggak gitu, anu, eh ...."

The Last Day In The Fall [Kim Gyuvin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang