"Asma dipanggil Pak Ehsan," bisik perempuan berjilbab hitam sembari menyenggol lengan Asma.
Asma membuka matanya, kemudian dia menoleh ke arah sahabatnya—Alia—dengan kepala masih berada di meja. "Ada apa, Al?"
"Dipanggil Pak Ehsan." Alia memberi isyarat kepada Asma menggunakan lirikan mata.
Asma mengangkat kepala, lalu tatapannya kini mengarah ke lelaki berkemeja hitam yang berdiri di dekat papan tulis.
"Saya, Pak." Asma mengangkat tangan kanannya.
"Kamu sejak tadi tidur? Mendengarkan materi dari saya tidak?"
Asma tersenyum malu. "Maaf, Pak. Iya saya ketiduran."
Lelaki itu masih menatap tajam ke arah Asma. "Ketiduran atau sengaja tidur? Pergi ke kamar mandi dan cuci muka sana!"
"Baik, Pak." Asma beranjak, lalu melangkah keluar. Langkahnya begitu gontai. Badannya pegal-pegal ditambah rasa kantuk yang masih bergelayut di matanya—rasanya ingin berlari ke indekos dan berbaring di kasur.
Setelah lima menit berada di kamar mandi, Asma naik ke lantai dua di mana kelasnya berada. Kali ini, dia berjalan cepat takut Ehsan murka lagi.
Ehsan memang bukan dosen killer yang ditakuti para mahasiswa. Hanya saja, lelaki itu tegas. Ehsan juga takmenyukai jika ada mahasiswa di kelas yang tidur, bermain ponsel atau tidak memerhatikan penjelasan materi yang telah diberikan.
Asma mengetuk pintu, lalu masuk kelas. Perempuan itu menunduk berjalan menuju kursinya.
"Besok lagi jangan tidur lagi di kelas. Saya tidak suka ketika perkuliahan saya ada mahasiswa yang tidur."
Asma mengangguk. "Iya, Pak. Saya minta maaf."
"Ini peringatan juga buat yang lainnya."
Semua mahasiswa di kelas menjawab serempak, "Iya, Pak."
Asma membuka notebook. Dia terbiasa mencatat materi kuliah di buku itu. Mata kuliah hari ini, Asma benar-benar tertinggal.
Asma menoleh ke arah Alia. "Al, nanti aku pinjam buku catatanmu, ya. Aku ketinggalan."
Alia mengacungkan kedua jempolnya.
***
"Kamu tumben tidur di kelas, Ma?" Alia bersuara setelah Ehsan keluar dari kelas. Perkuliahan sudah selesai. Sebagian mahasiswa lainnya juga sudah ada yang keluar. Hanya mereka dan beberapa mahasiswa saja."Aku capek, Al. Tadi malem pulang kerja jam sepuluh malem karena cafe rame." Asma menutupi mulutnya menggunakan tangan kanan. Dia menguap berkali-kali. "Terus abis pulang kerja, aku ngerjain tugas."
"Pantes," sahut Alia. Dia beranjak dari kursi. Disusul Asma. "Kamu nggak pengen nyari kerja di tempat lain aja, Ma? Kasihan badan kamu kalau sering pulang malem. Di kelas kamu juga sering ngantuk."
"Kerja di mana?"
"Emm ... les privat aja. Pulangnya, kan, nggak malem." Alia memberi usul.
"Al, aku bukannya nggak mau ngajar les. Tapi, aku nyari yang honornya lumayan. Antara ngajar les sama di cafe kan honornya gedean di cafe. Aku butuh uang buat bayar semesteran sama bantu kedua orangtua dan bayar sekolah adekku."
"Tapi, badan kamu yang jadi korbannya, Ma."
"Doakan aja. Meski capek, semoga aku gak sampai sakit, Al." Asma tersenyum.
Alia hanya menghela napas. Sahabatnya memang sedikit keras kepala. Akan tetapi, Alia menyukai semangat Asma. Alia juga bersyukur, keadaannya lebih baik dari Asma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Menikah
RomanceAsmarani seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja di cafe, tapi dia lelah bekerja di tempat itu karena sering pulang malam. Asma ingin bekerja di tempat lain yang lebih nyaman dan dengan honor yang lebih besar dari pada kerka di cafe. Dia membut...