Sebuah Kabar

234 43 12
                                    

🔊 Bawa Dia Kembali - Mahalini

Suara alarm dari jam weker biru yang berdering di atas nakas, membangunkan sukmaku dari perjalanan waktu beberapa tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara alarm dari jam weker biru yang berdering di atas nakas, membangunkan sukmaku dari perjalanan waktu beberapa tahun yang lalu. Mataku sembab menghitam dan bantalku basah. Ternyata air mataku beneran keluar dari muaranya. "Itu bukan mimpi, tapi memori."

"Kau tahu, Adipta? Pernikahan ini sudah lewat dua setengah tahun dan masih belum ada apa-apa di dalam perutku." Aku kembali melanjutkan monologku.

Jemariku menyalakan keran air dan mulai menggosok tubuhku yang belum pernah disentuh oleh garwaku. Jangankan dipeluk atau dicium, aku bahkan tidak tau rasanya diucapkan selamat tidur olehnya.

Masih dalam posisi membersihkan diri, aku menatap pasta giginya dengan penuh harap. "Semoga pagi ini, dia bisa ikut sarapan."

Kesibukannya sebagai seorang dokter di Surabaya membuatnya tidak bisa terlalu sering menghabiskan makan malamnya denganku. Sebab, dia harus pulang ke rumah cinta pertamanya yang telah divalidasi oleh masyarakat untuk disebut sebagai istri kedua.

"Farah sedang hamil besar, kan? Aku tidak mau dia terluka seperti tiga tahun lalu. Kutelepon balik jika putraku sudah lahir." Nam Kyu langsung menutup ponselnya setelah mengatakan itu.

Dakgangjeong yang sudah kusiapkan di atas nampan bercorak bunga anyelir itu lagi-lagi akan kunikmati sendiri. Tapi kali ini, makan dakgangjeong kesukaannya membuat hatiku jauh lebih sakit. "Ini terakhir kalinya aku makan dakgangjeong, jadi harus kuhabiskan semuanya."

Tak lama berselang, bel rumahku ditekan oleh seseorang.

/Ding...Dong...

"Siapa?" Tidak ada jawaban.

/Ding...Dong...

"Ya baiklah, tunggu sebentar."

Setelah mengusap mataku, aku bergegas menuju sumber suara dengan harapan yang menekan bel dan pulang ke rumah adalah suamiku. Tapi, tepat disaat aku membuka pintu, seorang pria menyodorkan sebuah surat ke arahku dengan nama pengirim,

"Kemal?"

Aku terkejut sekaligus senang mendapat surat dari adikku, sudah lama semenjak dia pergi ke Paris tiga tahun yang lalu.

"Terima kas–" Saat kudongakkan kepalaku ke arah pengantar surat itu, aku lebih terkejut lagi. Dia sudah hilang begitu saja. Telingaku bahkan tidak mendengar suara langkah kakinya yang menjauh dari kediamanku.

 Telingaku bahkan tidak mendengar suara langkah kakinya yang menjauh dari kediamanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Untuk Apa? | Haruto TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang