prolog

177 5 0
                                    

"Putrii selamat ya"

"Makasih om yan"

"Selamatt cantik, kamu emang paling keren"

"Hehe makasih mama rina"

"Ga kaget sih kalo putri juara yang bikin kaget itu kalo putri ga masuk tiga besar ya kan hihi"

"Ahh bunda bisa aja, makasih yah bunda"

Pujian diatas sudah jadi makanan sehari-hari bagi Gadis ini. Gadis yang memiliki lesung pipi, berambut hitam panjang lurus, mata cokelat dengan bulu mata yang panjang nan lentik. Setiap semester ia selalu menduduki nilai tertinggi di sekolah. Sejak duduk bangku dasar hingga menengah atas ia selalu mendapatkan bebas biaya pendidikan karena prestasinya. Semua orang tua pasti sangat bangga bukan? Sayang.. ini terkecualikan untuknya.

"Loh putri sendiri lagi? Mama?"

Gadis ini hanya menggeleng, mengeluarkan senyuman kecil yang terasa pahit, "...maaf ya bu"

"Putri buat apa minta maaf" ucap wanita baya ini mengusap puncak kepala putri, "oh iya putri.. ibu mau kasih sesuatu buat kamu", wanita berseragam cokelat ini tiba tiba mengeluarkan map dari dalam tasnya, ia ternyata adalah wali kelas sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah. "ini coba kamu baca sekarang" ia menyerahkan map itu kepada putri dengan seutas senyuman yang sangat lebar.

Putri membuka perlahan map kemudian membaca kertas yang berada di balik map tersebut. Bahkan dari yang paling atas, "kepada yang terhormat.. ibu garing bapak kepala sekolah sma negeri sa-...."

"Put.. langsung baca ke inti surat" tegur wanita itu memotong bacaan putri yang dengan sengaja ingin bermain-main. Dibalik dirinya yang cerdas, ada sifat kekanak-kanakan yang terkadang bikin beberapa guru sedikit kesal dengannya. Walau pintar dalam pelajaran, tapi sebenarnya putri termasuk anak yang tidak bisa diam tidak jarang pula dia sering di marahi beberapa guru karena suka ngobrol dan melawak tidak jelas. Apalagi volume suaranya yang nyaring dan suka memekik-kan telinga.

Putri terkekeh, menggaruk kepalanya yang tidak gatal "hehe maaf buk" ia pun langsung mengarahkan matanya ke bagian tengah surat "PAtthayaa Khalifi Kennard telah terpilih menjadi salah satu Student Extension yang berkesempatan untuk melanjutkan masa dua semester akhir di SMA Tunas Bangsa, dimohon kepada nama yang tertera untuk segera melengkapi berkas persyaratan terlampir untuk keperluan daftar ulang. Terima kasih, hormat kami, NASSA Group", setelah mengakhiri isi surat mata putri langsung menatap heran kepada wali kelasnya. Bingung, ia sama sekali tidak pernah merasa mengajukan diri atau bahkan mendaftar mandiri program tersebut.

"Bu, ini kenapa? Kok tiba-tiba banget"

"Maaf ya putri itu sebenernya bukan kemauan ibu pribadi. Tapi ini adalah keputusan dari yayasan dan yayasan juga yang mengajukan kamu. Dan karena prestasi kamu tanpa butuh waktu lama sekolah itu langsung menerima kamu"

"Putri sebenernya mau banget bu, siapa sih yang ga mau sekolah disana" air mata putri tiba tiba menetes, jarinya langsung menerka, "..tapi putri belum siap kalo harus ninggalin sekolah ini, terutama ibu.. apa gabisa diganti sama yang lain bu?"

Wanita baya yang biasa disapa Ibu Septi ini langsung memeluk dan menenangkan putri, menepuk bagian belakangnya. Sebenernya dia juga sedih melihat siswa yang sudah dianggap seperti anak sendiri satu tahun lebih cepat akan meninggalkanya, "Maafin ibu ya putri seperti yang ibu sudah bilang dari awal, ini bukan kemauan ibu. Jadi ibu ga bisa berbuat apa-apa. Kamu kan masih bisa main-main kesini, gerbang sekolah selalu terbuka kapanpun kamu mau masuk. Sudah ya jangan sedih lagi"

"Bener ya bu putri tetep boleh sesekali nemuin ibu"

"Iya putri.. kamu itu sudah seperti anak ibu, masa anak sendiri gaboleh ketemu sama ibunya hehe"

"Makasih ya ibu selama ini sudah selalu ada buat putri, putri sayang sama ibu" putri semakin mempererat pelukannya. Pun begitu sebaliknya, ibu septi juga mengusap punggung siswa yang ia sayangi seperti anaknya. Dia tidak pilih kasih, dia menyayangi semua muridnya, namun memang kasih sayang kepada putri sedikit dilebihkan.

KurmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang