You Damn Perfect Boy!

713 71 31
                                    

"Siapa pasangannya? Maksudku, siapa dia?"

Supra tahu sesuatu telah terjadi sebelum pertemuan mereka di mulai. Dia telah mempercayai hidupnya pada keajaiban meskipun itu tidak pernah berhasil dengan logikanya. Kedatangan pangeran bermata ganda lebih terlihat seperti direncanakan oleh Mister Mimpi dari pada suatu kebetulan.

"Siapa peduli? Dia hanya terlalu sempurna." Glacier mencibir: mulai menusuk satu lagi sosis di atas piring sampai mulutnya terbuka seperti ikan koi. Matanya menatap tajam ke arah Supra, bertanya-tanya mengapa pertanyaan itu diciptakan olehnya.

Mereka saat ini berada di kelas bersama. Ketika kamu menginginkan tempat untuk berkumpul dan membaca buku tebal, anak-anak akan melakukannya di sana. Seseorang menjaga mereka dari balik layar. Katanya, itu hanya penjaga tua yang menginginkan masa muda lagi.

Supra menarik piring Glacier. Masih mendengarkan ocehannya, "Hanya masalah waktu sampai semua orang melupakan omong kosongnya— Hei! Berhenti mengambil milikku!"

"Dia menatapku," kata Supra. "Dan sosis itu tidak akan menghilang dari sana. Berhenti menjadi tupai yang hibernasi."

"Tidak. Dia hanya pangeran katak yang butuh perhatian—Aku benci tupai!"

"Tapi jelas-jelas dia menatap kita."

"Lalu, bisa saja dia menatapku?" Glacier bertanya. Supra melotot ke arahnya. Dia mengerutkan kening saat yang lain berhasil mengambil piringnya, lagi, dan menjauhkannya dari Supra.

Glacier melanjutkan, berbicara omong kosong. "Dia tidak menatap kita, Supra. Kecuali kalau kau mengaku naksir dia."

"Jangan konyol. Dia menatap kita. Lalu dia tersenyum ke arah ku!"

Glacier mendengus. Kali ini mengabaikan ucapan Supra untuk sosis terlarangnya. Dia menghabiskan sisa porsi terakhir sebelum merapikan barang-barangnya dan pergi. Glacier bisa menjadi kompetitif kadang-kadang.

"Kelas selanjutnya sangat mengerikan. Berusaha lah untuk tidak terlihat seperti sampah. Pak Kaizo terlalu sempurna untuk guru olahraga."

Sekarang Supra yang mendengus. Ia merapikan barang-barangnya, menyusul Glacier dari belakang.

Dia tahu bukan hanya pertemuan saat itu yang aneh. Sesuatu tentang Sopan adalah misteri lain selain betapa miripnya dia dengan pangeran alam bawah sadarnya. Supra menggelengkan kepala, mengusir pemikiran itu.

Tepat saat ia berbalik, seseorang telah berdiri di belakang kursinya sehingga Supra bisa merasakan tubuhnya terdorong ke belakang karena ruang massa yang kecil. Kejadiannya terlalu cepat sehingga Supra praktis tidak menyadari sebuah tangan telah menangkap pinggangnya seperti seorang Putri.

"Apa yang!—"

Pada awalnya, dia berpikir itu Glacier dan akan memakinya jika bukan mata biru keemasan yang ia lihat melainkan sesuatu yang lain.

Warnanya lebih pudar dari Glacier tapi tidak benar-benar pudar dari milik Solar. Tidak ada tanda-tanda keemasan di sana melainkan biru langit yang menawan. Mereka jelas kelabu dan kebiruan.

... Oh.

Oh!

Dia tahu itu milik siapa.

Dari sekian banyak mata dan otak bodoh mereka—kenapa bocah sempurna itu yang muncul?! Sialan telinganya yang menangkap suara mengejek teman-temannya.

Dia melirik dari bahu remaja itu. Glacier dan FrostFire berdiri di ambang pintu, menatapnya prihatin. Siap meledak kapan saja.

Supra akan mengutuk jika tidak menyadari posisi mereka yang canggung. Dengan berani dia menatap ke atas. Sekali lagi mata itu menatapnya. Kali ini mereka lebih cerah dari biasanya.

"Haruskah ku ubah posisi kita?" Anak laki-laki dengan tanjak itu tersenyum kikuk. Supra tidak percaya itu kikuk. Dia masih menatapnya, tidak bergeming.

"Apa?" Dia berkedip ke arah Sopan.

"Posisi.... Kita...." kata Sopan.

'Oh astaga!' Supra balas tersenyum, tapi tidak bergerak dari tempatnya.

Supra menyadari. Meski Sopan terlihat bingung dengan situasi mereka, dia tidak mencoba untuk menjauh atau melepaskannya. Sebaliknya, dia mengambil kesempatan itu seakan ia bisa menembus pikiran Supra. Anak laki-laki dengan aksesoris tanjak rupanya juga menyukai saat ia memeluk pinggang Supra dengan erat. Karena—sialan demi apapun. Tangannya diam-diam meremas mereka dengan pelan. Sangat pelan. Terlalu pelan!

"Oke. Ini benar-benar memalukan," gumam Supra, mendorong Sopan untuk menjauh.

"Tapi, kita bahkan tidak sedekat itu?" Supra menatapnya dan Sopan membalas meskipun keduanya tahu betapa memalukannya itu.

"Kamu...." Supra menghela napas. Menggelengkan kepalanya. "Lupakan."

Dia, Sopan itu, benar-benar brengsek!

Mereka akhirnya berpisah. Tapi otak dungu anak laki-laki yang sempurna tidak akan berhenti untuk memproses. Sayangnya, Supra tahu itu. Diam-diam Sopan memperhatikannya dari balik bulu matanya. Dia memperhatikan saat Supra berjalan menjauh, jelas mengabaikan tatapan penasaran bocah itu.

Tepat setelah Supra berhasil keluar dari sana, dia jatuh ke lantai, merosot di dinding dengan tawa FrostFire dan Glacier yang mengikuti di belakang.

Bocah sempurna dengan segala mimpi buruk yang di milikinya! Supra membencinya, tapi dia masih terus merasakan tangan itu meremas pinggangnya.

Sialan! Begitu hangat.

T.B.C

SopSup Fanfic: Endless RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang