Bab 2

257 8 0
                                    

"Nikahi Aku!" gadis dengan nama lengkap Addina Amalia Zahra itu mengatakan syaratnya dengan lantang dan tegas, sontak membuat Al tertawa.

"Hahaha, menikah?"

"Iya." jawab Dina mantap.

"Itu hal yang mustahil saya lakukan!" mimik wajah Alfaro berubah menjadi dingin setelah tawanya menggema ke seluruh penjuru ruangan.

"Kalau Om tidak bersedia, maka aku juga tak akan membiarkan Om menyentuhku!" jawab Dina berusaha tetap tenang.

Alfaro memandang gadis di hadapannya sekali lagi, sejenak ia merasa heran dengan dirinya sendiri, bagaimana mungkin hanya dengan memandang wajah cantiknya membuat aliran darahnya berdesir hebat? Padahal seluruh tubuh gadis itu masih terbalut oleh busana yang dikenakannya. Ia merasakan suatu hal yang berbeda dari biasanya.

"Sial, kenapa gua begitu menginginkannya?" batin Al merutuki, andai saja ia tak terjerat oleh pesona gadis di hadapannya itu, sudah barang pasti ia meninggalkannya pergi dengan kembali mengambil alih uang seratus jutanya di tante Merry.

"Sebutkan apapun syarat yang kau mau, asal jangan pernikahan," sahut Al sembari menatap lekat kedua manik mata Dina.

"Memangnya kenapa dengan pernikahan? Apa ada yang salah?"

"Pernikahan hanya akan membatasiku, dan aku benci itu!" Al mengatakannya sembari menjauhkan posisinya dari Dina, pandangannya kosong menatap ke luar jendela. Entah mengapa ia begitu membenci pernikahan, baginya pernikahan hanya akan membuat hidupnya menderita. Dengan segala tuntutan dan tanggung jawab yang akan dibebankan di pundaknya.

Ia juga membenci hidup berkeluarga, baginya hidup sebatang kara dengan segala kebebasan yang dimilikinya lebih baik dari kehadiran keluarga yang hanya akan merepotkannya.

Ia sudah terbiasa hidup tanpa keluarga di sisinya, dan ia menikmati hal itu, walau sering kali ia merasakan hampa di dalam hantinya.

"Om tenang saja, aku tak akan menuntut apapun, juga tak akan membatasi hidup Om. Cukup nikahi aku sekedar untuk halal menyentuhku, setelah itu akan kubebaskan Om dari segala tanggung jawab sebagai suami," jelas Dina mantap. Walau dalam hatinya ia tengah merasakan ketakutan yang amat sangat, namun tak ada pilihan lain, hanya cara ini yang dapat ia pilih untuk menyelamatkan kehormatannya dari lelaki di hadapannya, juga leleki-lelaki selanjutnya yang akan mendatanginya dengan niatan yang sama.

Membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Tak pernah ia sangka sebelumnya nasib akan membawanya ke tempat seperti neraka ini.
Semua terjadi begitu cepat, dan ia tak ingin merelakan kehormatan yang selama ini ia jaga terenggut sia-sia hanya seharga rupiah.

"Maksud kamu?" tanya Al tak paham.

"Ya, aku tak akan menuntut hak ku sebagai istri, aku tak akan menuntut dinafkahi, juga tak akan menuntut kesetiaan. Om bisa bebas melanjutkan hidup sebagaimana mestinya. Tidak akan ada yang berbeda dari kehidupan Om sebelum dan sesudah menikahi aku. Bagaimana?" tawar Dina lagi.

Alfaro diam berpikir, ia tersenyum sinis.

"Hanya perempuan bodoh yang akan memberikan penawaran semacam itu," ucapnya meremehkan.

"Terserah bagaimana Om menilaiku, tapi itu yang aku mau, bukankah penawaranku ini banyak menguntungkan Om? Om tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayarku, hanya perlu menikahiku di hadapan penghulu dan aku akan menjadi milikmu selama kau mau. Bukankah itu sangat menguntungkan?"  desak Dina lagi.

"Ya, tentu itu hal yang sangat menguntungkan, jika kau tak melakukan kecurangan. Apa jaminan yang membuat saya yakin kau tak memiliki niatan buruk dalam rencanamu ini?" tanya Al penuh selidik.

"Om bisa menceraikanku kapanpun Om merasa keberadaanku mulai membahayakan." Dina menyahuti mantap.

Kembali Alfaro hanya terdiam.

"Kenapa? Apa Om masih meragukanku?" tanya Dina lagi.

"Tentu saja saya ragu. Semua ini terasa sangat aneh, apa keuntungan yang kau dapatkan dari pernikahan absurd yang kau mau ini? Bukankan hal ini justru merugikanmu sebagai seorang wanita?" Alfaro mulai menyampaikan keganjalan dalam hatinya, walau ia pria dengan tittle badboy, tapi sesungguhnya ia memiliki hati yang tulus. Ia tak akan memanfaatkan kesempatan hanya demi kepuasan egonya.

"Justru ini hal yang menguntungkan bagiku sebagai seorang wanita. Karena keputusan ini akan membebaskanku dari tempat rasa neraka ini. Impas bukan? Aku terbebas dari tindasan Merry, dan Om mendapatkan apa yang Om inginkan dariku." Dina menyampaikan alasannya mantap, dalam hati ia menyimpan harapan besar lelaki di hadapannya ini akan menyelamatkan kehormatannya.

Alfaro memutar bibirnya, matanya melirik ke atas, alis tebalnya saling tertaut, pertanda ia tengah mencerna penjelasan Dina.

"Sepertinya tawaran ini cukup menarik, gadis ini juga tak tampak matre seperti wanita pada umumnya, mungkin niatnya memang tulus karena ingin melepaskan dirinya dari jerat kekuasaan Merry.

Gua memang nggak tahu apa yang melatarbelakangi keberadaannya di tempat ini, tapi kalau melihat dari segi penampilannya, seperti tak mungkin ia sengaja menjual diri. Sepertinya dia wanita baik-baik.

Nggak ada salahnya juga gua terima tawaran ini, lagipula dia bersedia kunikahi tanpa mengikatku dengan segala tanggung jawab suami yang akan merepotkanku. Sesuai dengan yang kuharapkan. Aku juga bisa menjadikannya sebagai bahan untuk membungkam mulut Oma yang tiap kali bertemu memintaku untuk segera menikah.

Dan lagi tak kan kubiarkan dia menolakku begitu saja, tidak pernah ada ceritanya dalam kamus seorang Alfahro ditolak oleh wanita, itu hanya akan menurunkan harga diriku sebagai laki-laki. Lihat saja, akan kubuktikan padanya, bahwa ia tak kan bisa berpaling dari pesona Alfaro Putra Alfahri," batin Al mulai mempertimbangkan.

"Jadi gimana, Om?" Dina bertanya sekali lagi meminta kepastian.

"Eum, masuk akal," sahut lelaki berahang kokoh itu sembari mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oke, deal, saya akan nikahi kamu." Al akhirnya menyampaikan keputusannya. Membuat Dina tersenyum lega.

Akhirnya usahanya untuk lepas dari tempat keji ini berbuah hasil. Walau harus melalui uluran tangan lelaki buaya di hadapannya, ia tetap bersyukur, setidaknya ia berhasil menyelamatkan dirinya dari perbuatan terhina.

"Alhamdululillah, semoga ini menjadi solusi terbaik untuk kondisiku saat ini.

Ya Allah, hamba pasrahkan takdirku dalam pernikahan ini pada-Mu. Hamba memutuskannya dengan tujuan kebaikan, semoga apa yang hamba dapat dari pernikahan ini juga kebaikan.

Hamba yakin, setiap hamba yang mentaati syariat-Mu pasti akan selamat, sebagaimana janji-Mu yang selalu tepat.

Tuntun hamba dalam setiap langkah perjalanan hamba menapaki jalan kehidupan ini, tetapkan hamba selalu berada di jalan Ridho-Mu ya Rabb ...," batin Dina penuh harap.

"Kamu tunggu di sini, saya selesaikan dulu urusan dengan Merry!" titah Al beranjak meninggalkan Dina.

"Om!" Panggil Dina menghentikan langkah Al.

"Apa lagi?"

"Terima kasih," ucap Dina dengan senyuman mengembang.

"Hem."

"Namaku, Dina. Addina Amalia Zahra." Dina memperkenakan dirinya tanpa diminta.

"Saya nggak nanya."

"Tapi Om butuh tahu untuk akad nikah," jawab Dina setengah meledek.

Al melirik Dina sinis,"Nggak usah meledek!"

"Siap, Om!"

"Jangan panggil saya Om!"

"Lalu?"

Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang LapukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang