— jika semua akan indah pada waktunya. apakah itu berlaku juga berlaku untukku, tuhan? —
diary Pricilla.
***
Pricilla Resya, Anak ke 2 dari 3 bersaudara. Hidupnya berkecukupan, namun cinta orang tua nya tak termasuk. Apa lagi ia dibesarkan oleh ibu tiri yang pilih kasih.
Ia merupakan siswi SMA dengan nilai terbaik di sekolah nya. Hanya saja orang tuanya tak pernah peduli apa yang ia lakukan. Dan hanya bisa berkomentar tanpa tau sekuat apa Pricilla bertahan.
"Kamu kenapa sih kalo bangun siang terus?! Liat kakak sama adik kamu! Dari jam enam kurang 10 menit mereka sudah berangkat!"
Pricilla menghela nafas panjang kala baru memasuki dapur yang hanya ada ibunya seorang disana.
Hanna Aruminka. Ibu tiri Pricilla.
"Selama mama besarin kamu, kamu gak bisa apa banggain mama? Kamu kenapa sih cari masalah mulu di sekolah? Kamu bosen sekolah? Kamu mau berhenti sekolah? Kamu mau nya apa Pricilla Resya?!"
Pricilla hanya terdiam menikmati roti yang tengah dikunyah nya. Waktu baru menunjuk pukul 06.00, namun ibu nya sudah membuat mood nya buruk.
Pricilla sebenarnya anak yang berprestasi di sekolah nya. Karena suatu masalah, ia jadi malas menunjukkan dirinya yang berprestasi dan hanya ia pendam sendiri semua prestasi yang sudah ia dapatkan selama masa SMA ini.
"Jawab Pricilla!"
Brak! Pricilla menggebrak meja makan.
"Berkali kali Cilla menang lomba dari sekolah dasar sampe sekolah menengah pertama. Tapi mama respon nya apa? 'Kayak gitu kakak kamu juga bisa, adek kamu bahkan bisa lebih dari itu' terus, sekarang Cilla udah masuk ke sekolah favorit yang mama minta, tapi apa respon mama? 'Kamu harusnya punya tujuan, bukannya malah harus di suruh dulu baru punya tujuan' yah, jadi buat apa Cilla nerusin? Cilla punya tujuan dan kasih tau mama, tapi mama respon nya apa? 'Tujuan kamu gak kayak kakak kamu ya, kamu kan udah dewasa harusnya tujuannya jangan kayak anak SD' hah..!"
Setelah mengatakan itu dengan menggebu gebu, Cilla berangkat sekolah tanpa berpamitan. Mood nya hancur seketika. Meski tak sekali dua kali Cilla mendengar perkataan tersebut, namun rasanya sesak setiap kali mendengar nya.
"Untung papa gak disana, coba kalo ada pasti muka gue bakal berantakan."
Sambil melaju dengan kecepatan tinggi, perlahan lahan perasaan Cilla membaik. Namun, tiba tiba seseorang mengklakson dari belakang.
Tin! Tin!!
Melirik spion, Cilla tau siapa yang ada di belakangnya. Ia pun menurunkan kecepatan, karena pas pula didepan lampu merah.
"Bisa gak bawa nya pelan pelan?! Mending besok gua anter jemput aja!"
Xerrel Sadewa, ketua OSIS sekaligus pacar Cilla. Awalnya Xerrel adalah kakak kelas nya sebelum masuk SMA, namun entah bagaimana saat di SMA mereka menjalin cinta.
"Lo lupa kak?"
"Hah! Gak masalah demi keselamatan lu mah!"
Lampu lalu lintas telah berganti kuning.
"Oke. Kalo lo bisa sampe ke sekolah duluan!" tantang Pricilla.
Lampu hijau pun menyala, Cilla buru buru tancap gas meninggalkan Xerrel yang belum bersiap. Karena tak mau kalah, Xerrel menaikkan kecepatan nya dan berhasil menyalip Pricilla dengan mulus.
Xerrel pun tiba di sekolah lebih dulu dibanding Pricilla.
Sambil memarkirkan motornya, Xerrel meledek Pricilla karena kalah taruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE MUST BE HAPPY END
Teen FictionKedua remaja ini saling menggenggam karna cinta, padahal mereka berdua tumbuh jauh dari kata cinta. Kedua nya tumbuh di keluarga bermasalah, akan tetapi mereka menjalin hubungan cinta dengan tekat tak akan pisah jika bukan maut yang memisahkan nya...