DESTINY 3 - END

3.4K 183 5
                                    

SELENGKAPNYA DI APLIKASI KARYAKARSA DENGAN NAMA AKUN AYUTARIGAN [tidak pakai spasi]. Ada 3 bab tambahan di sana.  Thank you ❤️




Moza berbalik dan dengan tergesa-gesa membuka kembali map yang isinya lembaran poto, kepingan surat kabar dan juga dokumen-dokumen dari rumah sakit berisi  hasil tes DNA, surat kesehatan dan lain sebagainya membuat Moza tak bisa lagi menyangkal kenyataan yang ada.

Lutut wanita itu lemas dan ia jatuh terduduk di lantai yang dingin dengan air mata mengalir tanpa permisi. Bagaimana bisa ia keliru selama ini? Bagaimana bisa takdir begitu kejam menertawai keangkuhannya yang meyakini bahwa karma akan segera datang menghampiri mereka yang begitu jahat padanya dan sang mama.

Moza salah sangka, terlalu percaya pada semua omongan mamanya yang bahkan diakhir hidupnya masih sempat menabur racun berbisa di pikiran Moza sehingga wanita itu menderita setelah kepergiannya.

Kini Moza sudah mengemas semua barangnya yang hanya satu koper kecil dan menyeret benda itu keluar dari kamar dengan langkah gontai. Ia tak pantas di sini, manusia tidak tahu malu dan tidak tahu berterima kasih seperti dirinya memang cocok hidup menderita sampai mati.

Wanita itu memandang sekali lagi bangunan tinggi yang sejak kecil menjadi saksi bagaimana ia tumbuh besar di dalam keluarga yang ternyata berantakan sejak lama. Semua ini bermula dari kehadiran dirinya ke dunia. Andai saja dulu ia tidak hadir di rahim ibunya, pasti Revangga tak perlu menikahi ibu Moza dan membuat kehidupan Gavi bersama ibunya hancur.

Semua salahnya dan dirinya merasa bahwa hukuman pantas untuk dirinya. Oleh sebab itu Moza bertekad meninggalkan semuanya dan tidak akan mengharapkan harta apapun dari peninggalan Revangga termasuk vila yang dulu diperjuangkannya.

Setapak demi setapak wanita itu menjauh bersama rintik gerimis yang mengiringi kepergiannya, seolah langit pun ikut menangis bahagia karena keputusannya.

Namun, beberapa langkah lagi menuju gerbang tinggi yang memagari rumah bertingkat peninggalan Revangga itu, terdengar suara klakson panjang yang memekakkan telinga Moza.

Wanita itu mendongak dan cukup terkejut melihat Gavi turun dari pintu kemudi dan berjalan cepat ke arahnya dengan wajah merah padam dan tangan terkepal erat.

"Gavi ...." Moza menyebut nama itu tanpa sadar dengan bibirnya yang bergetar pelan.

"Ya, ini aku. Kenapa? Kecewa karena pelarianmu akan gagal?" tanya pria itu menyindir pedas.

Moza menggeleng pelan. "Aku tidak sedang melarikan diri," ujarnya membela.

"Lalu? Apa ini semacam trik baru yang kamu mainkan untuk menarik ulur kesabaranku?"

Moza kembali menggeleng, tapi kali ini tak lagi mengeluarkan suara.

"Lalu apa?" tanya Gavi tak sabar.

"Aku ... aku ...."

"Aku tidak akan kecolongan untuk kedua kalinya, Moza." Gavi menarik tangan wanita itu dengan geram, tapi Moza berhasil menghentakkan cakalan pria itu yang sangat kencang. Entah dari mana perempuan itu mendapatkan tenaga.

"Biarkan aku pergi, Gavi," ujarnya pelan dan menarik napas dalam. "Aku tidak akan mengganggu hidup kalian lagi," imbuhnya dengan satu bulir bening mengalir di pipi.

Gavi mendengkus dan berkacak pinggang. "Apa sebenarnya yang ada di pikiranmu, Moza? Sungguh aku tak bisa memahami apa maumu."

"Aku hanya ingin kamu bahagia. Setelah semua penderitaan yang kalian rasakan karena kehadiranku, aku benar-benar berharap kalian mendapatkan kebahagiaan setelah kepergianku."

Gavi tertawa sarkastik. "That's bullshit."

"Kamu mungkin tidak percaya, tapi aku hanya ingin menebus kesalahanku."

"Do You love Me?" Gavi bertanya dengan datar.

Moza menarik napas panjang. "Gavi, aku benar-benar minta maaf. Atas namaku dan nama ibuku."

"Do You love Me?" Sekali lagi pria itu bertanya dengan penuh penekanan.

"Aku tidak pantas untuk --"

"Do you love me, Moza Revangga?!" Pria itu menghardik dengan keras, batas kesabarannya seolah diuji oleh wanita di hadapannya.

"Ya. Aku mencintaimu!" balas Moza tak kalah keras. "Tapi ..."

Gavi menarik Moza ke dalam pelukan. "That's enough. Aku tidak butuh yang lainnya, apalagi penebusan kesalahan yang kamu ucapkan itu."

"Lalu bagaimana dengan kamu?" cicit Moza dalam pelukan Gavi.

"Apa?" tanya pria itu mengerutkan dahi.

"Perasaanmu."

"Off course I love You! Sejak dulu hingga kini, tak pernah berkurang sedikitpun."

Moza mengeratkan pelukannya dan terisak di sana. "Ya, ya. Seharusnya aku tak perlu meragukan perasaanmu. Maaf."

"Kau harus menebus kesalahanmu seumur hidup bersamaku!" sahut Gavi tajam.

"Ya, ya, ya. Bahkan di kehidupan selanjutnya pun aku akan tepat bersamamu."

"Perayu ulung," geram pria itu sebelum mendaratkan kecupan hangat di atas bibir perempuan itu.

"Ekhem ... Apa tidak sebaiknya kalian masuk ke dalam rumah terlebih dahulu agar tidak menjadi tontonan semua manusia di sini?" Dewi bersuara dengan sindiran tajam.

Moza melirik sekeliling dan mendapati seluruh pekerja sedang mengintip di balik tembok dan pilar yang ada di bagian selatan bangunan ini.

Wanita itu menyurukkan wajah ke dada bidang Gavi yang malah dibalas kekehan geli dari pria itu.

"Hei, kalian! Ambillah waktu berlibur satu hari dan bersenang-senang lah. Setelah itu, kalian harus kembali dan bekerja keras untuk mempersiapkan pesta pernikahan yang meriah di rumah ini!" ujar pria itu memberi pengumuman.

Moza mendongak dengan mulut menganga. "Kamu ...."

"Ya, seluruh dunia harus tahu kamu milikku!" tukas pria itu sembari mengangkat tubuh mungil Moza dan membawanya berputar sehingga wanita itu memekik kecil.

"Dasar manusia tak ingat umur!" desis Dewi yang masuk ke dalam mobil dan menggantikan Gavi mengemudikan mobil ini.

Mama Gavi yang sejak tadi menyaksikan semua dari dalam mobil mengusap air mata yang mengalir di pipi. Sungguh ia tak memiliki dendam sedikitpun pada Moza, ia malah kasihan pada wanita itu yang terjerumus dalam kebohongan mama kandungnya sendiri.

"Aku yakin seisi rumah akan kembali menggelikan seperti dulu kala," gerutu Dewi mengingat dulu ketika Gavi baru-baru merasakan kasmaran dengan Moza.

Wanita paruh baya di belakangnya tersenyum lembut. "Itu semua karena dia bahagia. Nak, Mama berharap kamu juga akan menemukan kebahagiaan seperti kakakmu," ujarnya sendu.

Dewi terdiam, melirik perutnya yang sudah mulai membuncit dan kembali mengingat tentang pria brengsek yang datang kembali ke hidupnya hanya untuk meninggalkan benih hidup di perut Dewi. Memang benar-benar laki-laki sialan!

Tamat.


Romantic Short Story  IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang