O3. Rehat

487 40 1
                                    

Hanya Pond yang bisa dibuat begini oleh Phuwin. Hanya Pond yang bisa!

Karena mau berapa kali Phuwin mencoba membuat janji temu dengan orang lain, melakukan kencan sore hari, mendeklarasikan apa yang dia rasakan dan berakhir minimal kena tampar, hanya Pond yang tetap bertahan dalam kesenangan maupun kehancuran perasaan Phuwin di waktu setelahnya.

Seperti malam hari ini.

Pond sedang merebahkan diri di atas kasur milik Phuwin. Dengan fokus mata pada layar handphone, sesekali tersenyum kemudian tertawa sebelum kembali menscroll ulang untuk mencari bahan hiburan baru.

"Apa handphonenya sangat menarik? Apa aku tidak menarik? Apa aku benar-benar tidak menarik?" 

Phuwin mendusal. Menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tubuh sang pacar yang kemudian merespon dengan meletakkan salah satu tangannya di punggung Phuwin. Mengelus-elus pelan.

"Pond aku ingin dicium sampai wajahku basah." Phuwin lagi-lagi mencari perhatian. Sengaja merangkak lebih naik hingga wajahnya benar-benar di atas wajah Pond yang kemudian menatapnya. Penuh selidik sehingga satu kerutan muncul di dahi membuat Phuwin mendengus.

"Pond tidak baik mengerutkan dahi seperti ini. Cepat tua." Phuwin komentar. Jarinya digerakkan untuk menghilangkan kerutan dahi Pond. Mengurut perlahan sehingga Pond luluh dan membiarkan. Maka selesai dengan kegiatan itu, Phuwin lebih dulu memajukan kepalanya dan memberi satu kecupan pada bibir Pond. 

"Ayo Pond." memohon seraya menengggelamkan wajah di ceruk leher Pond. Sengaja mendusal untuk menghirup aroma cologne yang dipakai Pond. 

Sesuai dengan cologne yang dia belikan kemarin lusa.

"Kau manja begini rasanya aneh." Pond akhirnya bersuara. Menarik perhatian Phuwin yang segera mendongak, gantian laki-laki itu yang mengerutkan dahi seperti minta penjelasan.

"Sudah dua minggu, tapi kau tidak mencari selingkuhan. Apa aku sudah menjadi satu-satunya lagi?" Pond menjelaskan. Mengusap pelan kepala Phuwin kemudian berpindah mengelus pipinya. Diam-diam Pond lega karena Phuwin rasanya benar-benar seperti miliknya lagi tanpa ada gangguan siapa-siapa. 

DI lain sisi, Phuwin tidak berhenti tersenyum. Senang karena Pond memanjakannya. Tangannya juga ikutan mengelus pipi Pond. Sambil menatap lekat pada kedua bilah bibir sang lawan. Phuwin lantas berkata, "Sedang rehat. Aku tidak mau terlihat jelek di depan orang-orang. Kau lihat ini, masih kehijauan. Belum sembuh total. Memang kurang ajar anak kedokteran itu. Minimal jangan di wajah kalau meninju! Pond tiup pipiku ini."

Pond mendeham. Geram namun tidak berniat marah.

"Pond mau ditiup." Phuwin masih dengan usaha yang sama kembali merengek.

Pond memilih menghela. "Aku tiup tapi berhenti main-main dengan penisku. Lututmu itu tajam."  berujar seraya memindahkan kaki Phuwin.

Sudahlah, susah memang kalau terlalu banyak berharap.

Bersambung.

White Lies - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang