O7. Ujian

436 35 5
                                    

Pond tidak pernah tahu kalau menghadapi hari-hari di masa perkuliahan tanpa adanya Phuwin yang biasanya bolak-balik mengecek keadaan dia lewat chat adalah hal yang benar-benar petaka. 

"Nyaman itu bisa tumbuh karena terbiasa. Kau sudah terbiasa dengan kehadiran adik kesayanganmu itu makanya sekarang jadi tidak biasa karena Phuwin tiba-tiba sulit ditemukan selama dua minggu terakhir ini, ayo mengaku saja Pond." Dunk berkata. Mengonfrontasi Pond yang terlihat begitu kuyu tidak seperti biasanya. "Memangnya kenapa kalau Phuwin tidak ada di dalam jangkauanmu? Kau mati begitu? Aneh." 

Sebentar, Dunk melihat Pond menganggukkan kepala tipis. 

"Ini sih indikasi bukan bayi-bayian semata. Kau sebenarnya suka ya pada Phuwin?" Dunk setengah menjerit menunjuk ke arah Pond yang duduk tidak jauh dari kursinya.

"Tidak hanya suka tapi sudah sangat sayang." Pond menjawab. Singkat dengan tangan meraih cup plastik berisi es kopi susu. Dia menyeruput mencoba menjadi setenang mungkin seperti biasanya walaupun di mata Dunk, Pond itu terlihat sangat patah pada hatinya.

"Kalau sayang kenapa tidak dijadikan pacar? Ya, pantas Phuwin menghilang. Kalau aku hanya dijadikan adik-adikan juga tidak mau. Lebih baik cari yang sudah pasti. Tinggal pilih salah satu dari teman kencannya dan selesai. Dia punya pacar tetap." Dunk bersungut-sungut menyampaikan. Menatap tidak senang pada Pond yang sedang berpura-pura baik-baik saja. 

"Tampan tapi tidak pemberani. Tampan sayang payah. Percuma tampan." dia sekali lagi menambahkan.

Pond beringsut membenahi duduknya. Menghela untuk kesekian kali.  "Dia pacarku tapi sekarang sudah bukan pacarku. Mungkin. Sepertinya. Ya, sepertinya sudah bukan pacar. Fuck! Aku tidak suka dengan sebutan bukan pacar." Pond mengadu dengan kedua telapak tangan mengusap wajah kasar, dia kemudian mengerang frustasi.

Sementara Dunk yang mendengar jadi semakin bingung. "Kau punya pacar?" bertanya yang dibalas anggukan lemas Pond.

"Siapa?"

"Phuwin." Pond menjawab.

"Hah?! Serius?" Dunk memekik tidak percaya.

"Serius."

"Sinting." Dunk menggelengkan kepala. Menepuk-nepuk kedua pipi mencoba mencari pembenaran. Nyata bro!

"Pantas saja. Oh, ya pantas! Aku memang tidak pernah salah menduga." Dunk menggelengkan kepala kembali. Masih terkejut dengan pernyataan Pond barusan. Perasaannya selama ini ternyata benar. Pond ada sesuatu dengan Phuwin. 

"Sejak kapan kalian pacaran? Sudah berapa lama? Kenapa tidak pernah bilang? Pantas kau selalu mengamuk setiap Phuwin kenapa-napa."

Ya bagaimana tidak mengamuk kalau pacarnya selalu berakhir babak belur seluruh badan.

"Tapi sudah bukan pacar." Pond menggumam.

Dunk kembali menggelengkan kepala.

"Sudah bukan pacar karena aku." Pond mengulang.

"Maksud?" Dunk bertanya.

"Sudah bukan pacarku lagi karena aku yang menawarkan putus padanya." 

➖🌻▪️

Mau seberapa keras seseorang mencinta, semua tergantung mindset.

Dunk masih setia menemani Pond yang sudah banjir air mata. Mengulurkan lembar demi lembar tisu untuk membantu sang teman membersihkan lendir hidung yang menyumbat. Dengan sesekali meringis berkata, "Dia bukan pacarku. Dia menangisi dompetnya yang hilang. Tolong harap maklum." pada orang-orang yang mulai menjustifikasi situasi di antara dia dan Pond.

"Sekalinya cerita juga di bagian sedihnya. Makanya, suruh siapa pacaran diam-diam. Syu... Syu... Pond masih belum bisa berhenti?" Dunk berkomentar. Setengah mengomel seraya menjulurkan tisu baru pada Pond.

"Memang kita tidak terlihat seperti orang pacaran?" Pond menyahut masih berusaha menghentikan tangisan.

"Ya menurutmu?" Dunk membalas sembari mengendikkan bahu. Menarik tubuh untuk kembali bersandar pada kursi sementara Pond yang sudah mulai tenang kini meraih gelas teh hangat yang barusan dipesankan Dunk untuk dia minum.

"Memang tidak kelihatan." Pond menjawab disambut dengusan Dunk.

"Bodoh." Dunk mengejek seraya menggeleng. "Semua orang tahu kalau kau bodoh. Apalagi masalah percintaan seperti ini. Pantas orang-orang yang mendekatimu langsung illfeel kemudian pilih mencari orang lain. Yang seperti dirimu ini, justru terlihat newbie."

"Kau benar. Aku ini bukan pemain pro. Bahkan Phuwin menghalalkan segala cara agar orang-orang yang mendekatiku tahu diri dan berhenti berusaha merayuku sampai babak belur. Tapi setiap desas desus Phuwin yang diberitakan mengharap memiliki hubungan denganku mencuat aku tidak mengklarifikasi dengan gamblang hanya membiarkan dan memberitahu jika Phuwin adalah adik laki-laki paling setia yang selalu mementingkan kehidupan pribadiku agar terbebas dari gangguan orang asing. Aku benar-benar tidak pantas dijadikan pacar."

"Walah walah..."

Ini sih agak berat.

Bersambung.

White Lies - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang