O5. Putus

509 36 2
                                    

Nasi omelette adalah menu andalan ketika kalian telat bangun pagi tapi tidak mau melewatkan sarapan.

Itu sebenarnya prinsip Phuwin. 

Kalau menurut Pond,

"Apapun yang aku makan pagi ini adalah sarapan."

"Katakan pada pantatmu! Ingat siapa yang sering mengeluh, "Ini bukan sarapan, ini namanya makanan pembuka." padahal yang dimakan satu bungkus crackers dan susu dua gelas."

Phuwin meletakkan mangkok berisi sup jagung dan sepiring roti di hadapan Pond yang segera disambut dengan suka cita.

"Terima kasih, bayi." ucapan terima kasih beserta sentilan pelan di ujung dagu Phuwin yang kemudian merubah raut mukanya menjadi tersenyum.

Phuwin tersipu lantas berbalik untuk melepas celemek dan meletakkannya pada meja pantry. Phuwin kembali dan duduk di seberang Pond yang sudah mulai menyuap bubur jagungnya.

"Enak?" Phuwin bertanya.

Pond mengangguk mengacungkan jempol.

Phuwin tidak lagi bersuara melainkan ikut menyantap sarapan yang dia siapkan sejak pagi tadi.

"Aku belum mengucapkan selamat ulang tahun padamu." Pond membuka obrolan. Memberikan perhatiannya pada Phuwin yang terlihat fokus menatap mangkok bubur miliknya.

"Ucapan seperti itu kan bukan suatu kewajiban. Tidak usah. Lagipula sudah lewat juga." Phuwin beberapa saat kemudian membalas. Tangannya yerulur untuk mengambil roti tawar yang sudah dia potong lebih kecil satu banding empat dari ukuran aslinya. "Berdoa untuk keselamatan hubungan kita, kesehatan kita berdua, dan kesuksesan di masa depan saja. Aku akan mengapresiasi dan memberikan ciuman cuma-cuma untuk pacar tampanku."

Pond terkikih pelan mendengar penuturan Phuwin barusan. Dia kemudian meletakkan sendok makan pada mangkok miliknya. Menyatukan kedua tangannya di atas meja, sambil menatap pada Phuwin, Pond berkata, "Haruskah aku berdoa agar tidak diduakan lagi? Agar hubungan kita selalu selamat sampai tua nanti."

"Gara-gara siapa aku jadi seperti itu?" Phuwin bertanya tidak terima.

"Gara-gara orang ketiga." Pond membalas.

"Makanya jangan tampan-tampan kalau pergi keluar." Phuwin mengerucutkan bibir merajuk. "Aku lelah memarahi orang-orang yang mencoba menarik perhatianmu. Tubuhku ini bukan samsak tinju tahu. Kau sendiri yang bilang remuk hatiku kalau aku terluka. Lihat? Sampai hari kemarin saja masih ada yang menyiram kepalaku drngan mojito, memang dasar orang-orang sialan. Kenapa aku mau menjadi pacar dari orang yang terkenal seantero kampus!"

Phuwin menyilangkan kedua tangan di depan dada. Menyandarkan tubuh pada sandaran kursi yang dia duduki.

"Itu kuasa Tuhan."

"Narsis."

"Terima kasih."

"Ya, kembali kasih. Sekarang tanggung jawab dengan keselamatanku."

"Kau mau kita putus?"

Keduanya sama-sama diam beberapa saat. Saling menatap satu sama lain tanpa ada niatan untuk kembali bersuara.

Bersambung.

White Lies - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang