two.

96 17 3
                                    

Neera's Pov

tuk

Aku menoleh ke arah suara.

tuk

Ternyata ada yang melempari batu kerikil ke jendelaku.

tuk

Aku berjalan ke arah jendela, lalu membukanya untuk tau siapa yang tadi melempari kerikil.

"Josh?!" teriakku ketika mengetahui siapa yang melempari jendelaku dengan kerikil.

"Ssstt, nanti ayahmu dengar," sahut Josh memelankan suaranya.

"Mereka sedang pergi ke kota." sahutku santai.

"Oh ya?" Josh berjalan mendekat ke arah jendela kamarku.

"Hmm," gumamku sambil mengangguk.

"Boleh aku masuk?" tanya Josh yang entah sejak kapan sudah berdiri di depanku. Aku mengangguk. Josh lalu melompat melewati jendela dan masuk ke kamarku.

"Jadi?" tanyaku begitu Josh sudah masuk ke kamarku. Aku lalu duduk di bibir kasur dengan Josh yang duduk di sampingku.

"Kau tidak membalas pesanku, makanya aku ke sini," sahut Josh. Ia lalu meraih kedua tanganku. Aku hanya bisa diam.

"Hei, kau menangis?" tanya Josh membuat aku tersadar.

"Tidak?" jawabku ragu.

"Okayy, jadi, kau bisa pergi malam ini?" tanya Josh lagi.

"Tidak." sahutku cepat.

"Kenapa?" tanya Josh.

Aku ambil daftar yang tadi Ayah berikan yang berisi apa-apa saja yang harus aku lakukan selagi mereka pergi ke kota.

"Lihat? Aku harus membereskan rumah dulu. Ini akan memakan banyak waktu, Josh." aku menghela napas pelan.

"Kurasa tidak." sahut Josh.

"Hah?"

"Tidak akan memakan banyak waktu, jika kita melakukannya bersama," ucapnya lagi. Tangannya yang tadi menggenggam tanganku, kini beralih mengusap air mataku.

"Kau ingi-"

"Ya, dengan begitu, kita bisa pergi malam ini," ucapnya memotong.

° ° °

Saat ini aku dan Josh sedang membersihkan kandang kuda. Ugh!

Josh bagian membersihkan jerami, sedangkan aku bertugas membereskan barang-barang yang berserakan di kandang ini.

"Jadi, kenapa kau tidak mencoba menghindar?" tanya Josh disela kegiatan kami.

"Menghindar? Maksudmu melawan?" tanyaku.

"Tidak, maksudku-"

"Aku tidak bisa, bagaimanapun juga dia ayahku, Camelia dan Ceilin adikku. Itu tidak mungkin." ucapku menyela omongan Josh.

"Sstt, tapi kau harus." Josh berjalan mendekat ke arahku.

"Kenapa jerami itu bisa ada di dagumu?" ucapku begitu aku sadar ada beberapa jerami di dagu Josh.

Funny, bagaimana bisa?

Josh diam, dan perlahan mulai memiringkan wajahnya kearahku. Entah reflek atau bukan, aku ikut memiringkan kepalaku disusul dengan memejamkan mata.

"Aku baru tau kau begitu cantik kalau dilihat sedekat ini." ucap Josh tiba-tiba. Yang membuatku reflek membuka mata dan menjauhkan wajahku darinya.

Astaga kujamin wajah ini pasti sudah memerah. Ugh! Memalukan!

"Ah- kurasa aku harus memindahkan ember ini," ucapku tergagap. Sedangkan Josh justru terkekeh pelan melihat tingkahku.

° ° °

Matahari sudah setengahnya tenggelam. Aku dan Josh baru saja selesai dengan pekerjaan kami.

Kini aku dan Josh sedang terduduk di pekarangan depan rumahku sambil menikmati matahari terbenam.

"Apa mereka harus se-lama ini?" gumamku. Josh mengangkat bahunya.

"Baiklah, kurasa aku harus bersiap-siap dulu. Kau akan ikut kan?" Josh berdiri dari duduknya.

Apa yang harus aku jawab? Apa aku harus ikut?

"Neera," panggilnya.

"Josh, aku tid-"

"Sssttt kau harus ikut. Aku akan ke sini dalam setengah jam lagi," ucapnya sepihak. Selalu saja seperti itu.

"Tapi aku-"

"Sampai jumpa, Neera." ia berbalik dan berjalan menjauhiku.

Ugh! Josh memang tidak ingin dibantah.

"Dasar keras kepala! Apa yang akan aku pakai untuk malam ini?" gerutuku begitu masuk rumah.

° ° °

"Ayolah, Josh. Sebelum ayah pulang." gumamku sambil mondar-mandir di ruang tamu menunggu kedatangan Josh.

tok tok tok

Ada yang mengetuk pintu, aku lalu berjalan ke arah pintu.

Ayah? Atau bukan?

"My Godness. Kau masih sempat mengetuk pintu?" tanyaku begitu melihat Josh berdiri di depan pintu.

"Kenapa? Bagaimana kalau yang membuka pintu itu ayahmu?" sahut Josh sambil tersenyum simpul.

Tak lama ia lalu diam tak berkutik.

"Uh.. ya, kau benar" sahutku.

"Jadi?"

Josh masih diam. Ya Tuhan! Ada apa dengan anak ini?

"Josh?"

• • •

Keep reading and don't forget to votes and comments!

Thank you,
naadiaasa

Never Been Better [Short Story]Where stories live. Discover now