Doyoung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Makian dari pengendara tak dia pedulikan. Dari balik helm Doyoung menyeringai sinis mendengar umpatan mereka. Hingga dia berbelok masuk ke dalam gerbang perumahan yang dikenal mewah, bahkan hampir menabrak pagar jika satpam yang menjaga tidak segera membukanya.
Satpam itu mengelus dadanya karena hampir tertabrak dan kembali menutup pagar. Saking seringnya dia melihat Doyoung saat malam-malam seperti ini, dari arah jauh dia bisa mengenali suara motor Doyoung yang hendak masuk ke dalam perumahan tersebut.
Doyoung menghentikan motornya dan membuka helm fullface nya seraya menengok ke arah satpam. “Maaf, Pak,” ucapnya seraya tertawa.
“Dari banyaknya orang di komplek sini cuma kamu yang kayak gini, Doy,” tuturnya sambil meneguk segelas kopi.
“Kalau nggak gini, nggak asik Pak,” candanya.
Satpan itu menggeleng mendengar penuturannya. “Kamu tiap hari pulang malam kemana dulu, Doy? Anak seusia kamu mereka pulang kuliah biasanya siang atau sore, loh.”
Saking seringnya Doyoung pulang malam, mereka sudah cukup akrab sehingga satpam tersebut tahu betul Doyoung akan berangkat dan pulang jam berapa.
“Dirumah juga mau ngapain, Pak.” Perkataan Doyoung membuat satpam itu terdiam sejenak.
“Jadi satpam aja, nanti kita ngobrol sampe pagi supaya kamu nggak kesepian.” Dia mencoba menghibur Doyoung padahal Doyoung biasa-biasa saja.
Doyoung tertawa, lalu kembali menyalakan motornya. “Doyoung pulang dulu. Maaf, udah sering bikin Bapak kesel.”
Dia tahu kalau Doyoung ini anak yang baik, hanya saja orang tuanya yang sibuk bekerja membuat dia jadi kesepian dan sering ugal-ugalan di jalan untuk melampiaskan kekesalannya. “Gapapa, Doy. Tapi lain kali bawa motor tuh pelan-pelan, terus sering-sering bonceng cewek.”
Doyoung tertawa menanggapinya. “Sepulang dari liburan, nanti Doyoung kenalin.”
“Nah, bagus. Sekalian oleh-oleh buat Bapak, ya?” guraunya namun Doyoung menganggapnya serius.
“Siap, nanti Doyoung bawain yang banyak.” Setelahnya Doyoung melajukan motornya menuju ke rumahnya.
Doyoung menghentikan motornya di depan rumah bercat putih. Ia berjalan memasuki perkarangan rumahnya saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia memarkirkan motornya di garasi, dan masuk ke dalam rumah yang gelap dan sepi karena kedua orang tuanya masih belum pulang.
Setelah bersih-bersih dan membuat nasi goreng untuk makan malam, Doyoung kembali ke kamarnya dan duduk santai di balkon. Jarinya mengetik balasan pesan untuk Junghwan yang mengatakan bahwa mereka akan berangkat lusa.
Junghwan juga menyuruh Doyoung untuk segera menyiapkan keperluan yang akan dia bawa karena Junghwan tahu kalau Doyoung tidak ada waktu untuk melakukannya. Dia juga selalu pulang ke rumahnya saat malam dan akan langsung tertidur.
Setelah membalas pesan dari Junghwan, dia tetap berada di sofa seakan malas untuk membereskan keperluannya. Lagipula Doyoung bisa melakukannya besok. Akan tetapi notif pesan kembali terdengar, bukan dari Junghwan melainkan Jeongwoo
yang terus menanyakan apa yang harus dia bawa kepada Doyoung.Saat hendak membalas pesannya, suara pagar rumah yang dibuka mengalihkan perhatian Doyoung. Lantas dia menengok ke bawah ketika melihat mobil papanya masuk ke dalam perkarangan rumah.
Keduanya baru pulang bekerja sebagai dokter di rumah sakit yang berbeda. Terkadang mereka pulang bersama seperti sekarang tetapi mereka juga pulang secara terpisah.
Pekerjaan kedua orang tuanya mengharuskan Doyoung untuk mengikuti jejak mereka sebagai dokter dan Doyoung pun mengambil jurusan kedokteran di kampusnya. Meski begitu, Doyoung berteman baik dengan Jeongwoo, Haruto dan Junghwan meskipun mereka berbeda jurusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 | Treasure
FanficTerjebak di sebuah pulau yang tak berpenghuni akibat badai yang menerjang sebuah kapal membuat 12 pemuda harus bekerja sama untuk bisa bertahan hidup. ❝Ayo kita keluar dari pulau ini bersama-sama.❞