1

1.1K 76 25
                                    

•• ༻❁༺ ••

Menjelang sore, ketika matahari siap kembali ke peraduan, terpancang indah keelokan langit senja berhiaskan semburat lukisan jingga. Pemandangan yang sangat indah, walau hanya sekejap. Dengan langkas mentari membawa keagungan senja agar kembali padanya. Namun, mengenyahkan betapa egonya sang surya, langit tetap akan setia menerima senja meskipun ia datang dan pergi sesuka hati.

Cahaya oranye kini benar terlukis indah di angkasa. Sebentuk pesona sore menemani langit Jungkook di atas atap gedung, di kantornya. Ia bermenung seraya menatap kemahsyuran cakrawala. Senantiasa memikirkan wanita tercinta, istrinya.

Jimin. Ya, namanya adalah Jeon Jimin. Perempuan istimewa dengan segala kecantikan yang tersimpan di dalam dirinya. Mutiara Hazel, kulit putih mulus tanpa cela, pula rambut hitam halus dan panjang yang selalu tergerai. Ia sungguh menawan.

Barangkali, Jimin telah seutuhnya memengaruhi pikiran Jungkook. Sekarang otaknya tengah memutar peristiwa bahagia tahun lalu, ketika ia dan Jimin dengan penuh keyakinan matang saling mengucapkan janji sehidup semati di depan pendeta, keluarga juga seluruh tamu yang turut menyaksikan berlangsungnya acara.

Mendekati setahun pernikahan, kebahagiaan sejoli tersebut akhirnya terlengkapi. Kehamilan Jimin merupakan hadiah terbaik di sepanjang usianya. Ia bahkan telah menyusun dan mempersiapkan hari khusus demi menanti kelahiran si buah hati.

Tak ingin terlambat pulang walau hanya semenit saja, Jungkook bergegas mengemasi barang-barang kemudian keluar dari ruangannya. Berjalan cepat menyusuri bilik-bilik yang mulai sepi disebabkan beberapa karyawan telah lebih dahulu meninggalkan kantor. Senyum ramah melengkung di bibirnya setiap tampak para karyawan menyapa.

"Selamat sore, Pak!" tutur Yeonjun, salah seorang staf manajer di perusahaan yang ia pimpin.

"Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini, Yon. Maaf ya, aku sedang terburu-buru," sahutnya lekas tanpa menghentikan ayunan langkahnya.

"Hati-hati di jalan, Pak."

Begitu Jeon Jungkook sang pimpinan menghilang dari pandangan mereka, semuanya berbalik pada kesibukan masing-masing untuk menutup aktivitas seharian ini.

-----

Semua orang dapat berubah menjadi aneh, hidup memang terkadang demikian. Ketika bertemu dengan seseorang yang cocok, beragam getaran asing akan singgah di hati. Kala siapa pun mampu bersatu dengan si pengganggu hati, maka efek tersebut saling mengikat dalam satu perasaan. Orang-orang menyebutnya cinta. Jika beruntung, dialah cinta sejati.

"Dek, sedang apa, hem?" Jungkook menghampiri istrinya yang tengah duduk berleha-leha di ruang bersantai, tak lupa mendaratkan kecupan singkat di kepala.

Dengan kaki ikut di angkat ke sofa, Jimin bersandar menyamping pada bantal-bantal persegi yang saling berimpit. Ia melirik sejenak, lalu bicara, "Iseng saja, Adek hanya mengikuti acara langsung dari salah satu akun Pinstagram. Mereka menjual barang-barang bermerek, stoknya juga terbatas. Adek ingin membeli beberapa jika memang pas dengan selera." Jimin menjelaskan apa adanya, tanpa mengalihkan pandang dari layar gawai di genggaman.

"Sudah makan?"

"Uhm, tadi Adek lapar. Jadi, makan duluan. Makan malam Mas ada di atas meja. Adek minta Moya menyajikannya karena Mas bilang akan pulang cepat." Jimin menurunkan kedua kaki, disusul Jungkook yang langsung mengambil duduk di sebelahnya.

"Adek lelah, ya?" tanya Jungkook sambil meneliti wajah istrinya.

"Tidak, kok."

"Lalu, kenapa bukan istriku ini yang memasak makan malam untuk Mas? Padahal Mas sangat ingin..."

"Mas, masakanku atau pun Moya tidak ada bedanya. Mas juga pernah bilang kalau Moya bukan pelayan biasa. Mas mempekerjakan dia karena mahir memasak berbagai jenis makanan lezat. Masih ingat 'kan?"

"Iya, sayang. Mas tahu. Tapi, tetap saja buat Mas masakanmu yang terenak dari semua makanan yang pernah Mas cicipi. Apa salah ya, lebih menyukai makanan yang dibuat oleh istri sendiri?"

"Tidak salah. Kehamilan ini bikin Adek cepat sekali bosan berada di dapur, apalagi untuk masak." Nada suaranya terdengar manja, ditambah muka masam yang kerap menunjukkan betapa menggemaskannya dia.

"Ehm ... begitu, ya. Sepertinya Mas memang harus mengalah demi jagoan kecil kita." Jungkook mengelus-elus perut istrinya yang kini menunjukkan perubahan. "Apa hanya perasaan Mas saja, atau memang perutmu mulai membesar, sayang. Coba lihat! Lebih menonjol 'kan daripada biasanya?"

"Iya, Adek kira juga begitu. Lucu kalau diperhatikan dari cermin." Jimin tersenyum tipis ketika menyahut ungkapan senang oleh suaminya.

"Mas mandi dulu, nanti ke sini lagi."

"Habis mandi lebih baik Mas langsung makan. Adek tidak suka Mas lalai, sering telat makan. Kebiasaan di kantor tidak boleh dibawa ke rumah ya, Mas."

"Iya, sayang."

-----

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang