"Wah, wah. Lihat ada siapa di sini. Dinar?" Suara wanita itu sama sekali tidak terdengar ramah. Menyakitkan di telinga.
"Makan enak, Dinar?" Suara wanita itu membuat Jasmine menegang di tempat duduknya, siapa pun wanita ini, dia bukan teman.
"Makan enak. Tidur nyenyak. Gaji banyak. Menikmati hidupmu dengan baik, eh?" Wanita itu terkekeh, mengingatkan Jasmine pada nenek sihir di film-film Disney.
Dinar tidak mengeluarkan suara sama sekali.
"Tidak merasa malu? Tidak merasa bersalah? Tidak merasa berdosa?" Suara wanita itu rendah dan tajam, seakan bisa merobek telinga siapa pun yang mendengarnya.
"Kenapa diam saja, Dinar? Tidak ingin menjawab salamku? Sudah lama kita tidak bertemu." Wanita itu masih melanjutkan monolognya.
"Sepertinya kamu tidak suka bertemu denganku. Pembunuh." Wanita itu mendesis sebelum melangkah pergi meninggalkan mereka.
Jasmine tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Pembunuh? Takut-takut Jasmine menatap Dinar, yang matanya memerah dan bahunya bergetar. Rahang laki-laki itu mengeras. Kalau laki-laki bertubuh besar dan kuat ini melakukan sesuatu padanya, Jasmine tidak akan bisa melawan.
Lari, Jas! Kepala Jasmine meneriakkan hal yang benar. Namun Jasmine bergeming. Memilih untuk mengambil risiko, menjalani kencan ini hingga selesai.
Jasmine, siapa yang berkencan dengan laki-laki yang tidak terlalu dikenal dan baru saja diketahui punya gelar pembunuh? Kepalanya kembali memberikan peringatan masuk akal.
Tapi Jasmine terlalu sibuk memperhatikan wajah Dinar yang memerah menahan gejolak emosinya. Emosi apa? Marah? Karena apa? Jasmine tidak bisa memastikan. Yang dilakukannya hanya diam, menelan ludah, dan mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Apa kamu keberatan kita makan di tempat lain?" Dinar bertanya setelah menggertakkan gigi. Napasnya masih memburu.
Jasmine baru akan mengangguk ketika Dinar menarik tangan Jasmine keluar dari tempat itu. Atau setengah menyeret tubuh Jasmine menuju mobilnya.
Dinar membuka pintu depan dan membantu Jasmine naik, lalu menutup pintu dengan keras. Menit berikutnya Jasmine mencengkeram sabuk pengamannya, menahan rasa takutnya karena Dinar menyetir dengan kecepatan yang agak mengkhawatirkan. Tubuh Jasmine terayun ke depan berkali-kali karena Dinar sering menginjak rem mendadak. Sesekali Dinar menggebrak kemudinya karena jalanan di depannya padat dan membuat laju mobilnya tersendat.
Mata Jasmine melirik Dinar, ingin rasanya dia mengusap lengan Dinar, untuk sekadar menenangkannya. Tapi, Dinar seperti sedang tidak ingin didekati.
***
Setelah lebih dari setengah jam Jasmine berdoa agar Tuhan melindungi mereka berdua, mobil Dinar berbelok ke sebuah gedung apartemen. Jasmine tidak mengatakan apa-apa dan mengikuti langkah lebar Dinar. Seharusnya Jasmine bisa segera pergi dari sini. Tapi instingnya berkata lain, percaya bahwa Dinar adalah orang yang baik dan ini membuatnya ingin menemani Dinar. Ingin memastikan Dinar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya.
Tapi membahayakan dirimu sendiri, Jas, otaknya kembali memperingatkan.
***
"Kamu bisa masak?" Dinar bertanya ketika mereka sudah berada di dalam unit apartemennya.
Jasmine yang tidak fokus refleks menggelengkan kepalanya.
"Tunggu di sini. Aku akan memasak." Dinar menunjuk sofa merah di depan televisi.
"Aku bantu ...." Jasmine berdiri.
"Duduk dan tunggu di sini!"
Nyali Jasmine menciut mendengar suara tegas Dinar yang tidak ingin dibantah.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEEK PLAY LOVE
RomanceDari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: Jasmine jatuh cinta pada Dinar, seorang geeky software engineer yang memiliki masa lalu jauh dari indah dan Jasmine bertekad akan menunjukkan kepada Dinar bahwa cinta bisa membawa mereka...