Desa Sidorukun yang berada di wilayah Jawa Tengah bukanlah perkotaan. Namun, desaku ini juga bukan yang ndeso-ndeso banget. Sejak adanya Dana Desa yang turun dari APBN, akses jalannya cukup bagus. Jaringan internet lancar. Jarak desa kami ke kota kecamatan yang hanya 15 km, tidak terlampau jauh. Paling lama 20 menit menggunakan sepeda motor, sudah sampai di kantor kecamatan yang ada di tengah kota kecil kami.
Para perangkat desa sering ke kantor kecamatan untuk mengurus berbagai hal. Namun, kali ini kami berombongan pergi ke kantor kecamatan menggunakan mobil Pak Inggi untuk rapat koordinasi.
Seperti biasa ketika hari kamis, kami mengenakan seragam baju adat berupa surjan lurik berwarna cokelat. Pak Inggi dan Mas Carik melengkapi seragamnya dengan blangkon di kepala mereka. Sedangkan aku, menggunakan jarit yang kubuat rok lipit. Jadi aku masih bisa bergerak lincah. Mengingat sedemikian lincahnya aku, tidak mungkin tahan memakai jarit dengan cara kuno seperti wanita tempo dulu.
Para pegawai kecamatan juga memakai baju yang serupa dengan kami. Seseorang mengantarkan kami ke ruang rapat. Di sana sudah menunggu Pak Kasi Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) kecamatan, serta Babinsa * dan Bhabinkamtibmas** yang ditugaskan di desa kami. Tak berapa lama, Pak Camat datang bersama Kapolsek dan Danramil.
Rakor kali ini membahas laporan warga yang terganggu dengan aktivitas tetangganya. Si tetangga rupanya adalah pendatang baru yang memiliki usaha warung kopi. Masalahnya, tiap malam warung kopi itu kedatangan banyak tamu, menyetel musik sangat keras, menjual minum-minuman keras, ditambah ada orang-orang yang berjudi.
Setelah laporan salah satu warga, Pemerintah Desa bersama Pak Bhabinkamtibmas sudah mendatangi tempat itu untuk memberikan peringatan. Namun, tampaknya pemilik warung kopi tidak mengindahkan peringatan tersebut. Karena itu, Pak Joko selaku Bhabinkamtibmas kami sudah berkoordinasi dengan atasannya di Polsek. Begitu pun kami yang telah berkoordinasi dengan Pak Camat.
"Jangan lupa mendokumentasikan semua kegiatan kita," bisik Mas Carik padaku yang duduk di sebelahnya.
Aku mengacungkan jempol sebagai isyarat bahwa aku mengerti dan akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
"Bagus," kata Mas Carik seraya mengacak rambutku bagian belakang. Eh, apa maksudnya itu? Aku melirik ke sekeliling ruangan. Beruntung, sedang tidak ada yang memerhatikan kami. Aku kan malu. Waktu kulihat mas Carik kembali, orang kedua di desa kami itu sudah sibuk berbicara dengan Pak Inggi, seolah tidak melakukan apa-apa padaku. Padahal jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Beberapa orang dari masing-masing instansi memotret kegiatan pada hari ini, termasuk aku. Dan langsung saja kuunggah di Instagram dan Facebook. Aku jarang mengunggah kegiatan kami di Twitter, karena masih jarang orang desa yang menggunakan sosial media itu.
Rapat koordinasi kali ini menghasilkan keputusan, Kapolsek akan menurunkan jajarannya untuk menggerebek warung kopi yang telah berubah fungsi itu.
*****
"Kamu yakin mau ikut?" tanya Mas Carik untuk kesekian kali. Kami sudah di balai desa, mau menuju warung kopi sasaran kami. Sebelumnya, para polisi dari Polsek sudah bergerak menuju lokasi.
Aku mengangguk mantap. "Sayang kalau melewatkan peristiwa ini. Aku harus update berita paling awal," kataku dengan semangat empat lima.
"Kamu ini seperti reporter beneran saja," kata Mas Carik, lagi-lagi mengacak rambutku. Seketika aku linglung. Berdebar. Tak bisa berkata-kata.
"Tapi hati-hati, ya," lanjutnya.
Aku berusaha menenangkan debaran di dada, sebelum berkata, "Tenang saja, Mas. Gini-gini, aku ini pemegang sabuk hijau silat." Terdengar jumawa, tetapi sebenarnya itu caraku memfokuskan lagi pikiranku.
Lalu kami beriringan menuju warung kopi yang membuat resah itu. Tas kamera telah kusandang, dan sebelumnya aku sudah mengecek fungsinya tak ada masalah. Entah kenapa, aku mulai menikmati pekerjaan ini. Barangkali desa kami adalah desa yang kecil. Mungkin aku akan berkutat di lingkungan yang ini-ini saja. Namun, ternyata setiap hari selalu saja ada hal menarik yang bisa aku unggah di sosial media milik desa. Dunia kecil ini, di desa kecil kami, tak pernah membosankan. Bukan hanya tentang Mas Carik, tetapi juga permasalahan-permasalahan desa yang harus kami selesaikan.
Akhirnya kami sampai juga di warung kopi yang ada di pinggiran desa. Di sana sudah ramai, dan keadaan kacau. Mungkin mereka kaget akan kedatangan jajaran Polsek dan Pemerintah Desa di sana. Kartu-kartu yang digunakan untuk berjudi berserakan di tanah. Botol-botol miras bergelimpangan, beberapa pecah. Ada juga orang yang berusaha melarikan diri.
Seorang lelaki dengan sarung melingkari bahunya berlari ke arahku. Beberapa kali ia melihat ke belakang dengan gugup. Mungkin ia berharap, tak ditangkap Pak Polisi. Namun ia salah. Saat sudah dekat denganku, dengan sigap, aku menjegal kakinya hingga dia terjatuh. Dia mengumpat marah, tetapi tak berguna karena seorang polisi segera memborgolnya.
Aku tak melewatkan semuanya. Pokoknya yang penting jeprat-jepret di sana dan di sini. Nanti aku akan memilih foto yang paling bagus untuk diunggah.
*****
"Kamu hebat," puji Mas Carik keesokan hari. Tak biasanya dia datang ke mejaku hanya untuk memberikan pujian.
Aku bingung, kehebatanku yang mana yang sedang dipuji. Bukankah aku selalu hebat? Eh.
Mbak Asiyah yang melihatku kebingungan, segera memperlihatkan foto aksiku semalam yang sedang menjegal seorang penjudi. Foto itu menghiasi laman Instagram milik Polsek dengan caption yang heroik. "Aksi seorang gadis menggagalkan bandar judi yang melarikan diri."
Entah aku harus bangga atau malu. Rupanya aksiku yang tak seberapa dan tertangkap kamera pihak kepolisian itu viral, hingga membuatku dikenal banyak orang.
***
Catatan kaki:
*Babinsa adalah akronim dari "Bintara Pembina Desa", yang merupakan kesatuan prajurit TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang bertugas sebagai perwakilan militer di wilayah desa atau kelurahan.
**Bhabinkamtibmas singkatan dari Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Mereka adalah anggota Polri pengemban Polmas (pemolisian masyarakat) di tingkat desa/kelurahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR CINTA MAS CARIK
RomanceIni tentang Brillian Karenina (Nina) yang jatuh cinta pada Sekretaris Desa di desanya, Desa Sidorukun, sejak akhir SMA. Ilham Adinata, sang sekretaris desa yang biasa dipanggil Mas Carik oleh warga desa itu memang memesona. Sayangnya, Mas Carik akan...