Satu: Tidak Akan Kulewatkan Kesempatan

81 15 6
                                    

Aku telah lulus dari Pendidikan Matematika selama setengah tahun, dan membuka les matematika untuk anak SD. Tak sengaja, saat membuka Instagram, aku membaca informasi bahwa Pemerintah Desa Sidorukun membuka lowongan pekerjaan, yaitu Pegawai Desa dengan Perjanjian Kerja untuk membantu di bagian Sistem Informasi Desa.

Pegawai Desa dengan Perjanjian Kerja ini semacam honorer kalau di lingkungan Pemerintah Daerah. Jadi, mereka bukan perangkat desa. Berdasarkan informasi yang pernah kudengar, Pegawai Desa di desaku mendapatkan gaji yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PADesa).

Dengan rajin, aku membaca satu persatu persyaratan yang tercantum dalam pengumuman di Instagram Desa Sidorukun. Rasanya aku yakin, aku bisa memenuhi seluruh kualifikasi yang disebutkan.

Usia minimal 20 tahun, maksimal 30 tahun. Usiaku hampir 23 tahun, jadi masih masuk.

Mengetahui dan bisa menggunakan sosial media. Aku bisa. Paling tidak, aku tahu Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, blog. Tidak buruk, kan?

Mampu menulis artikel sederhana. Yah, walaupun isinya curhat semua, aku lumayan aktif ngisi blog pribadi. Jadi aku yakin, aku pasti bisa membuat artikel sederhana.

Syarat selanjutnya, penduduk asli desa Sidorukun. Tentu saja itu aku.

Beberapa syarat lain, tidak masalah bagiku. Brillian Karenina siap bersaing dengan calon lainnya untuk memperebutkan posisi calon pasangan Mas Carik. Eh, maksudnya posisi Pegawai Desa. Begini kan kalau terlalu bersemangat.

Ya, ini seperti gayung bersambut. Aku yang sudah berniat mengejar cinta Mas Carik, dibukakan jalan oleh Tuhan untuk mendekatinya. Dari pada aku jadi pemuja dari kejauhan kan?

***

"Sarjana Pendidikan Matematika, ya?" Dia menatapku curiga.

Aku jadi deg-degan, jangan-jangan lelaki di depanku ini tahu niatku yang ingin mendekatinya. Meskipun begitu, aku tetap menjawab dengan anggukan.

Ah, di mataku, dia masih sama gantengnya dengan empat tahun lalu, saat aku pertama kali bertemu dengannya. Namun, selain lebih dewasa, yang berubah darinya kurasa adalah raut wajahnya. Entah kenapa aku tidak melihat senyum manis nan ramah seperti dulu.

Ya, hari ini Mas Carik mewawancaraiku. Setelah dua hari lalu, para pelamar yang lolos administrasi, tes praktik membuat artikel. Rupanya bukan hanya aku yang tertarik melamar menjadi Pegawai Desa dengan Perjanjian Kerja.

Awalnya ada 10 orang pendaftar. Seleksi praktik membuat artikel diikuti 6 orang. Dan sekarang hanya ada dua orang yang mengikuti tes wawancara. Aku dan seorang lelaki muda yang tidak kukenal. Tadi, lelaki itu diwawancara terlebih dahulu.

"Kamu yakin mau melamar pekerjaan ini?" tanya Mas Carik lagi, membuatku kembali fokus pada tes wawancara ini.

Aku mengangguk dengan mata berbinar-binar. Aku berharap dia ingat padaku. Brillian Karenina, bukankah dulu namaku cukup membuatnya tertarik?

Namun, aku harus kecewa. Sepertinya dia tidak mengingatku. Karena dia benar-benar bersikap sangat dingin.

"Tapi gajinya tidak banyak." Dia seperti terus membuatku menyerah untuk melamar pekerjaan ini. Jangan-jangan dia benar-benar tahu niatku, dan ingin menolakku dengan cara halus.

"Lagipula, kalau kamu mau, melamar guru matematika di sekolahan bukan hal sulit. Kamu lulusan universitas negeri. Dan kebanyakan sekolah, masih membutuhkan guru matematika," lanjutnya lagi.

Aku tiba-tiba merasa kesal. Dia kenapa, sih. Padahal dulu dia yang mendoakan aku agar diterima di perguruan tinggi yang aku tuju, cepat lulus, dan segera mengabdi di desa. Kenapa sekarang seolah dia tidak ingin aku bekerja di kantor desa?

Lagipula yang namanya mengajar kan tidak harus di sekolahan. Aku sudah merasa cukup membuat anak-anak usia tujuh atau delapan tahunan menjadi mencintai matematika seperti aku, melalui les di sore hingga malam hari.

Dan sekarang, tiap pagi aku masih punya banyak waktu luang. Tidak salah kan aku melamar di kantor desa. Lagipula, kalau diterima, aku bisa dekat dengannya.

Andai dia mengerti apa yang aku pikirkan.

Eh, tadi aku kan khawatir kalau dia tahu niatku, kenapa sekarang aku berharap dia tahu? Ampun deh, kadang aku memang suka plin-plan. Kecuali soal jatuh cinta, sih. Aku sangat yakin, hingga 23 tahun usiaku, baru sekali mencintai seseorang yang bukan dari keluargaku.

"Bapak Carik yang saya hormati, terserah saya, dong, mau melamar kerja di mana saja. Wong saya yang mau kerja, kok Bapak yang ngatur," kataku sewot. Habisnya dia terus berusaha membuatku mundur dari lamaran ini.

Tiba-tiba badanku terasa dingin, karena begitu aku mengucapkan kata-kata itu, tatapannya padaku sedingin es.

"Ya terserah, sih. Saya kan hanya menyampaikan pendapat saja," katanya datar. Lalu dia melihat ke dokumen yang ada di tangannya.

"Baiklah, cukup untuk tes wawancaranya. Dua hari lagi pengumuman. Kamu bisa lihat di web desa, sosial media, atau langsung di kantor desa, kalau mau lihat hasilnya," kata Mas Carik mengakhiri sesi wawancara hari ini.

Aku mengangguk dan berterima kasih, lalu berpamitan.

Kenapa kesanku terhadapnya hari ini sangat berbeda dengan empat tahun yang lalu? Aku jadi ingin mencari tahu. Di mana senyum manis yang diberikan padaku di masa lalu itu menghilang?

Karena tekadku masih sama kuatnya, yaitu mendapatkan cintanya. Jadi, tidak akan aku lewatkan satu kesempatan pun untuk mendekatinya.

Semoga aku diterima sebagai Pegawai Desa, sebelum diterima sebagai pasangan Mas Carik. Eh.

🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀

Yeay! Update lagi!

Semoga cerita ringan ini bisa menemani hari kalian, ya.

Semoga, paling tidak, dalam seminggu, aku bisa up 2 kali. Syukur bisa 3 kali. Hehehe...

Happy reading.

Salam ❤️
Nadhiro

MENGEJAR CINTA MAS CARIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang