Part 1

1K 185 14
                                    

Sepasang mata cokelat tajam itu melihat dua daun yang jatuh secara bersamaan di taman tengah kota. Dedaunan yang mulai kecoklatan masih dapat bertahan di rantingnya hanya untuk sementara. Musim hujan baru saja dimulai namun terasa seperti sedang mengalami musim gugur. Sore ini Taylor mengajak anak pertamanya untuk bermain bersama burung-burung yang biasa berkumpul di jalanan-untuk para pelari yang sedang berolahraga. Tidak banyak yang dapat Taylor lakukan selain membuat buah hatinya tersenyum bahagia. Christopher Almonde, anak kecil yang baru saja menginjak umur 3 tahun itu sedang bermain bersama burung-burung yang mengurumuninya karena ia menyobek-sobek rotinya ke jalanan agar burung-burung itu dapat makan sepuasnya. Christopher tidak pernah mengeluh apa pun pada ibunya yang sedang terduduk di atas kursi taman sambil memerhatikannya. Ia terlalu menyayangi ibunya untuk meminta sesuatu yang ibunya tak setujui.
Taylor tidak pernah meminta Justin untuk menemui anaknya setelah mereka berdua benar-benar berpisah. Rumah yang awalnya milik mereka, sekarang telah menjadi hak milik Taylor. Justin memberikan rumah itu secara cuma-cuma. Selama tiga tahun mereka berpisah, Justin tidak pernah menghubungi Taylor atau menemui Christopher hanya untuk sebuah kecupan atau ucapan selamat ulang tahun. Tentu saja Justin tidak akan bertemu dengan Christopher. Atau lebih tepatnya, Justin tidak ingin bertemu dengan Christopher. Mengingat apa yang telah dilakukan oleh Taylor dalam hubungan pernikahan mereka membuat Justin muak. Justin begitu yakin, Christopher bukanlah anak kandungnya. Ia tahu betul anak itu bukan darah-dagingnya. Darahnya tidak mengalir dalam tubuh anak itu. Jadi, untuk apa Justin sibuk-sibuk memerhatikan mahluk kecil itu?
Kecil kemungkinan Taylor akan kembali dengan Justin. Setelah apa yang Justin perbuat terhadap Taylor dan anak mereka, Taylor akan sangat sulit sekali memaafkan Justin. Sering kali teman-teman kerjanya bertanya bagaimana perasaannya ketika ketua hakim memutuskan bahwa mereka telah bercerai, namun anehnya, Taylor tidak pernah merasa sedih untuk menjawabnya. Ia bukan tipe wanita yang melihat ke belakang. Ia terlalu sering memikirkan masa depan. Bahkan terkadang ia dikecewakan oleh mimpi-mimpinya yang tak terwujud. Pernikahannya yang rusak sebagai contohnya. Dan ya, tidak banyak yang dapat Taylor lakukan akan hal itu. Sejak Taylor bercerai dari Justin, Java-rekan kerjanya-selalu mengajak Taylor untuk keluar bersama. Atau bahkan mengajak Christopher bermain di luar jika Taylor sedang sibuk. Ya, Java sudah menyukai Taylor sejak mereka kuliah. Mereka sudah berteman selama 10 tahun dan Java sudah berkali-kali menyatakan cintanya pada Taylor. Sayangnya, Taylor lebih memilih Justin dibanding Java-dulu ketika mereka masih muda untuk cinta.
Dan sekarang, Taylor tidak akan memilih diantara keduanya. Hatinya tertutup untuk para pria di luar sana.
"Mommy!" Teriak Christopher dari jalanan lalu berlari menuju sang ibu. "Lihat apa yang kudapat! Balon!" Seru Christopher begitu bahagia. Ia menunjukkan balon yang ia maksud pada ibunya. Balon yang belum terisi gas sama sekali. Taylor mengambil karet balon itu lalu memerhatikan balon itu baik-baik. Lalu mendesah pelan dan tidak habis pikir akan apa yang ia pegang.
"Dimana kau mendapat ini?"
"Di dekat rumput. Ayo tiup, Mommy." Paksa Christopher tak sabaran. Anak itu benar-benar mirip sekali dengan Justin. Hidung, bibir dan matanya mewakili sang ayah. Rambutnya halus seperti milik Ibunya. Tingginya baru sampai selutut Taylor, tetapi ia sudah begitu pintar berbicara. Kemeja kotak-kotak biru-putih dan celana jins yang Christopher pakai benar-benar membuat anak itu semakin menggemaskan. Terutama saat Christopher tersenyum. Lesung pipi yang dimiliki ibunya turun padanya.
Ia berusaha untuk tidak mual di depan anaknya. Karena kondom bekas pakai baru saja ia sentuh. Ia berdiri lalu berjalan menuju tempat sampah yang hanya berjarak 3 meter dari tempat duduk. Segera ia kembali ke kursinya dan membuka tas kecil yang ia bawa dan mengambil tisu basah antiseptik. Taylor mengelap telapak tangannya lalu mengambil tisu yang lain.
"Mengapa Mommy membuangnya?" Sungut Christopher cemberut. Bibir bawahnya yang basah mulai menyembul dan kedua alisnya saling bertaut. Melihat ekspresi itu membuat Taylor mengingat raut wajah Justin yang pernah bersungut seperti ini padanya. Anehnya, Taylor pernah luluh karena wajah itu. Sial.
"Itu bukan balon, sayang. Lain kali, jangan mengambil barang kotor seperti itu dari jalanan, mengerti?" Taylor bertanya sambil menarik salah satu tangan Christopher berniat untuk mengelap tangan anaknya agar kembali steril. Dengan patuh Christopher mengangguk, meski hatinya hancur karena ia tidak akan melihat balon. "Kau ingin pulang?"
Christopher mengangguk cemberut. "Ya," jawabnya singkat. Taylor tidak suka jika anaknya lemah seperti ini meski Christopher masih balita. Anak kecil itu menekuk lehernya sehingga wajahnya yang menggemaskan tak kelihatan. Jari telunjuk Taylor segera menarik dagunya ke atas agar anak itu dapat melihat matanya.
"Hey, jangan ada dendam di antara kita, oke?" Tanya Taylor lembut. Christopher mengangguk namun masih cemberut. "Bagaimana jika kita membeli es krim kesukaanmu saja sebagai ganti balon?"
Lesung pipi Christopher mulai terlihat. Tanda ia setuju.

Doomed (SShrimp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang