Justin memelototi Taylor. Ia baru saja membaca pesan dari Java. Pria itu masih memiliki keberanian meminta Taylor untuk segera pulang karena Java sekarang sudah ada di rumahnya. Sejak kapan Java tinggal di rumah mereka? Ini sudah keterlaluan!
Jantung Justin berdegup kencang dan entah mengapa ia begitu kesal. Atau lebih tepatnya cemburu.
Taylor menatap tajam Justin setelah ia membalas pesan dari Java kemudian mengalihkan pandangannya pada Christopher yang sudah bangkit dari pahanya.
"Sejak kapan kalian tinggal bersama?" Tanya Justin dengan tatapan menyelidik.
Taylor tertawa mengejek. Justin membuat raut wajah bingung. Mengapa Taylor menertawainya? Apakah pertanyaan itu sangat lucu bagi seorang Taylor yang kadang tertawa? Tetapi kemudian wajah Taylor kembali datar.
"Aku tidak tinggal bersama dengannya, bodoh. Aku menitipkan kunci rumahku karena ..kau tahu apa? Itu bukan urusanmu, Justin. Hari ini kita hanya menghabis waktu bersama agar kau lebih mengenal Christopher dan kau bisa kembali dengan kekasihmu dengan damai," ujar Taylor memberikan senyum paksa yang tipis.
Christopher meminum susunya sampai habis lalu bersandar di kursi, kekenyangan.
"Uh, Mommy, aku rasa aku tidak bisa berjalan lagi," manja Christopher bersandar dan memeluk lengan Ibunya.
Justin tidak memerhatikan Christopher, matanya menatapi Taylor bagaikan elang. Apa masalah Justin?
Tiba-tiba pria itu berdiri dari tempat duduk."Kita pulang." perintahnya.
Taylor berdiri bersama Christopher yang berdiri di atas kursi, meminta untuk digendong. Baru saja Taylor ingin menggendong anaknya, tetapi Justin segera menyingkirkan wanita itu dan menggendong Christopher.
"Biar aku yang menggendongnya,"
"Terserah," gumam Taylor berjalan meninggalkan Justin.
Perasaan Justin tak karuan. Justin merasa kesal tiap kali ia tahu bahwa Taylor masih berhubungan dengan Java. Justin tidak akan apa-apa bila Taylor berpacaran dengan pria lain asalkan pria itu bukan Java. Pria itu jahat dan tidak akan cocok bagi Taylor. Justin lebih mengetahui Java dibanding Taylor mengetahui pria bajingan itu.
Tetapi malam itu, Justin memilih untuk memendamnya dalam hati.
***
Di dalam mobil Justin, mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka tidak akan sampai ke rumah karena Justin hanya terus berputar-putar di jalan yang sama. Apa masalah Justin? Taylor sudah tak tahan. Dan sudah larut malam, Java sudah menghubungi Taylor berkali-kali tetapi Justin dengan brengseknya mengambil ponsel itu dari tangan Taylor dan menyimpannya dalam kantong celanya. Justin tampak begitu marah, sepertinya. Dan tidak ada yang dapat Taylor lakukan selain diam, duduk di belakang. Tentu ia tidak ingin berakhir kecelakaan bersama dengan anaknya hanya karena bertengkar saat Justin sedang mengemudi. Taylor menatap keluar jendela dan mengembus nafas panjang, berusaha untuk menenangkan diri.
"Kau sangat suka rute jalan ini, Justin," ucap Taylor sarkastik. Justin tertawa sebentar, tetapi tawa mencemooh, beberapa detik kemudian ia diam.
"Aku sangat menyukai rute jalan ini karena aku ingin memadamkan amarahku," ucap Justin berhati-hati.
Christopher sudah terlelap di atas jok depan, di sebelah Justin. Sehingga pertengkaran terintens pun takkan didengar oleh anak kecil itu.
"Apa masalahmu?" Tanya Taylor masih menatap keluar jendela.
"Aku tidak suka kau masih berhubungan dengan Java. Maksudku, kau boleh berkencan atau berpacaran dengan siapa pun, kecuali Java. Kau tidak tahu dia," ucap Justin terdengar konyol di telinga Taylor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doomed (SShrimp)
FanfictionTaylor pikir, ia telah mendapatkan cinta sejatinya. Taylor pikir, ia telah menemukan satu-satunya. Tetapi ternyata pikiran itu jelas-jelas berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Di tahun kedua pernikahannya, Taylor baru saja melahirkan anak...