Part 2

17 5 0
                                    

Bel pulang sekolah sebenarnya masih tersisa sekitar 20 menit lagi. Namun entah bagaimana seorang Sakia sudah duduk mantap diatas sepedanya sekarang ini. Itu karena memang tidak ada pelajaran apapun hari ini dikelasnya, alias jam kosong. Dan sekarang sambil menunggu bel berbunyi, Sakia juga menunggu seseorang.

Seorang laki-laki kurus dengan rambur jambul khasnya berlarian menghampiri Sakia. Dengan napas yang tersenggal-senggal ia menepuk bahu Sakia dengan kuat. Melihatnya sampai membuat Sakia menggeleng-gelengkan kepala.

"Lama!" Maki Sakia malas.

"Ki! Aduh anjing banget sepeda gue bannya pecah. Ini pasti gara-gara si Bobon!" Ujar laki-laki itu kesal.

Namanya Bara. Ia adalah sepupu sekaligus teman Sakia. Sejak kecil mereka memang selalu bermain bersama. Sebab kata Papa, Sakia tidak boleh ikut bermain bersama Lana dan sepupu perempuan lainnya disaat acara kumpul keluarga sedang berlangsung. Tidak hanya itu, rumah Bara juga tidak terlalu jauh dari letak rumah Sakia. Hanya butuh melewati beberapa rumah saja untuk sampai dirumah Bara. Rumah yang selalu menjadi tempat persembunyian bagi Sakia.

"Yaudah sekarang sepedanya mana?" Tanya Sakia santai.

"Ya ada di Bobon lah. Ini gue tadi barusan aja ngamukin dia buat ganti rugi. Anak orang kaya masa nggak mampu buat beli sepeda sendiri sih, makek pinjem yang gue segala. Udah tahu kalau sepeda itu satu-satunya alat transportasi yang bisa gue gunain buat pergi kemanapun. Pakek dipakek sama dia lagi yang jelas badan dan ukurannya sudah tentu memenuhi kriteria untuk menghancurkan sepeda gue yang sangat amat gue cintai itu. Gue udah nggak ngerti sama cara kerja dunia ini yang hobi banget nyakitin gue yang—" 

Tentu ucapan ngawur Bara itu segera Sakia hentikan. Dengan cara tangannya membungkam mulut Bara yang hobi sekali mengomel, mengoceh, dan mengeluh itu.

"Udah cukup. Ayo naik gue boncengin." Ujar Sakia yang sudah lelah.

Bara meloncat senang seperti bocah kemudian. "Kita keluar sekarang? Bel kan belum bunyi, Ki." 

"Sekarang. Temen-temen gue yang lain udah pada pulang. Ini sekolah elit yang bayarannya jelas mahal, Bar. Kaya nggak tahu aja. Jadi keluar masuknya juga bisa semena-mena." Senyum Sakia mengejek.

Bara ikut menggelengkan kepala. "Beda banget sama sekolah kita waktu SMP ya. Selalu ada hukuman yang telat, enggak boleh masuk kalau gerbangnya sudah ditutup,
enggak boleh keluar sebelum dapat izin, bahkan kita harus sampe berantem sama satpam disana. Disini aneh, sekolah elit, tapi kedisiplinannya sulit. Kalau sekolah lain mah semakin mahal semakin bagus. Apa kita aja yang norak disini ya, Ki?"

"Iya, lo yang norak." Balas Sakia singkat. "Buru, Bar!"

Bara segera duduk diboncengan sepeda Sakia. Sakia tidak mempermasalahkannya sebab membonceng Bara bukan hal sulit baginya. Badan cowok itu tidak begitu berat untuk Sakia angkut ikut bersama dengan sepedanya.

Sepanjang perjalanan pulang bahkan Bara tidak berhenti mengoceh panjang dan lebar. Sakia sudah memaklumi itu. Sudah kebal sejak dulu. 

"Ki? Oy! Denger nggak. Elah gegayaan nggak denger, kita bukannya naik motor tahu!"

"Gue angkat ban, tewas juga lu," ancam Sakia bercanda.

"Iyee elah ganas banget dah." Decak Bara. "Satu pertanyaan lagi dong, Ki. Pertanyaan ini dari orang yang nggak perlu lo tahu dari siapa." Ujar Bara.

"Si bloon."  Makin Sakia semakin sebal.

"Gini, menurut lo gue cocok nggak sama Melan?" Tanya Bara.

Sakia tertawa. "Itu mah pertanyaan dari lo kali. Kalau menurut gue sih, Melan lebih cocoknya sama si Samuel deh."

"Ah elah. Gue dibandingin sama Sam mah jauuuuh. Dia punya segalanya, ya gue mah boro-boro. Orang-orang kok pada seneng banget ya ngebandingin gue sama Sam." Sedih Bara.

"Kalau lo naksir sama dia, ya deketin. Nggak perlu minta pendapat tentang lo dari orang lain. Cukup yakinin diri sendiri dan cari tahu jawabannya sendiri. Kalau lo nanya ke orang lain, ya jelas, pasti ada celah yang nggak bisa lo isi. Pasti ada rasa nggak pantes sehabis ngebandingin." Jelas Sakia.

"Justru gue minta pendapat itu buat gue pertimbangin. Gue bakal bisa maju atau enggak. Gue pantes atau enggak. Melan bakal suka balik nggak ya sama gue, begitu." Jawab Bara membela diri.

"Minta pendapat tentang pantes atau enggak sama manusia lain itu enggak pernah ada dipikiran gue." Geleng Sakia. "Selagi lo enggak ngerugiin orang lain, ya memangnya kenapa. Kalau lo naksir sama Melan memangnya bisa bikin orang-orang jatuh miskin? Enggak kan. Lo cuma bisa lihat kurang atau lebihnya diri lo itu dari pandangan lo sendiri. Dengan cara jangan jadi manusia yang egois, Bar. Kita enggak pernah tahu jalan pikiran manusia lain. Menurut gue lo tu tai banget, menurut nyokap lo, lo pasti udah baik banget kan. Kalau menurut Melan, kita belum tahu. Cari tahu sendiri jawabannya dengan cara lo. Cara lo jadi manusia baik selama ini."

Bara mendengar dengan jelas setiap ucapan Sakia dan mencernanya baik-baik. Sakia juga memelankan sedikit sepedanya agar suaranya bisa Bara dengar dengan jelas. Bara tahu, disetiap kalimat Sakia itu ada makna yang tersembunyi. Dan Bara selalu akan bisa memahami itu.

"Intinya gue harus jadi manusia yang berani." Ujar Bara pelan. Sakia yang mendengarnya hanya tersenyum diam-diam. 

Sakia sudah menganggap Bara seperti saudaranya sendiri. Seperti adik ataupun kakak laki-lakinya selama ini. Disetiap kesedihan maupun senang yang menghampiri dirinya, jelas Bara ikut andil didalam semua itu. Bara adalah manusia baik yang Sakia percayai. Dan sudah begitu banyak hal yang mereka lalui. Bahkan sejak kecil mereka selalu berada disatu sekolah yang sama. Untuk mengenal diri Bara, untuk dimintai pandangannya tentang sosok Bara, bagi Sakia itu adalah hal yang luar biasa. Bara adalah laki-laki yang luar biasa baik dan penuh dengan kasih sayang.

Tiba-tiba saja senyum Sakia berubah dengan decakan keras. Saat sepedanya tergoncang sebab Bara menggoyangkan dirinya denhan gembira.

"Ki, doain gue besok mau coba buat deketin Melan, yaaaaaaaaa!"

Semoga berhasil, Bara. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAKIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang