"Sebelum itu, Ashvin mana?"
Alvin menyadarkan diri, lantas mendengkus. "Masih tidur," jawabnya singkat, meskipun Alvin tidak yakin.
"Bangunin sana," pinta Gita sambil mengibas tangan. "Aku harus kasih tahu langsung ke kalian berdua."
Bola mata Alvin berputar. Jujur, dia sangat malas kalau harus menggedor pintu kamar Ashvin kalau bukan karena ada sesuatu yang terbakar atau pencuri seperti tadi malam. Namun, raut wajah serius Gita memberitahukannya ada hal yang tidak beres. Dengan enggan, anak itu menaiki tangga mengabaikan hawa-hawa asing nan aneh yang mengawasi.
"Vin, bangun!" seru Alvin sambil mengetuk pintu kamar saudaranya dengan keras. "Vin-"
Pintu terbuka sedikit. Ashvin di baliknya mengintip dengan mata lelah. Lingkaran hitam menghias membuat tahi lalat di bawah mata kirinya menyaru. "Ada apa?" tanyanya lirih.
"Ada Gita di bawah. Bawa berita buat kita katanya," Alvin memberi tahu. Sedikit banyak anak itu ingin tahu kenapa kembarannya terlihat tidak sehat, tapi dia masih marah dengan Ashvin. "Buruan."
"Oke," jawab Ashvin singkat. Pintu kemudian ditutup kembali.
Alvin mendesah kasar sambil mengacak rambut, lantas kembali menemui Gita.
"Mana Ashvin-nya?" tanya Gita menyadari kehadiran Alvin ketika dia melihat-lihat isi lemari kaca.
"Sebentar lagi juga turun," jawab Alvin kembali duduk di tempat semula. Tak lama kemudian, orang yang dimaksud muncul dengan wajah lembap.
"Hai, Git," sapa Ashvin sambil melambai. Dia agak kaget merasakan sesuatu yang kuat di belakang Gita, meski dia tidak melihat apa pun.
Gita membalas lalu bergeser agak jauh dari tempatnya, membiarkan Ashvin duduk. Namun, anak lelaki berponi koma itu ragu karena jadi harus duduk di dekat Alvin. Dengan enggan, Ashvin menempatkan pantat di sana karena tidak ada pilihan lain.
"Oke, karena ini darurat, aku akan langsung ke intinya saja," mulai Gita, mengenyahkan hasrat untuk bertanya mengenai keadaan Ashvin. "Kalian sudah merusak segel kotak keris kembar dan sekarang kalian dikutuk."
Alvin dan Ashvin mengerutkan kening bersama.
"Hah?" Alvin merespons.
"Apa?" tanya Ashvin bingung. "Maksudnya gimana? Tahu dari mana?"
"Dengar, kalian mungkin sudah tahu. Keluargaku sudah jaga kotak warisan dari keluarga mamah kalian selama turun-temurun. Tugas kami buka kotak itu pas waktunya, pas umur kalian 20 tahun. Kemarin malam, aku merasa segelnya rusak karena kami ada keterikatan. Siapa yang merusak?"
"Alvin," tunjuk Ashvin seketika. Orang yang ditunjuk hanya tergeregap.
Gita menepuk keningnya tak habis pikir. "Kenapa? Kalian kan, sudah dibilang jangan buka kotak itu. Sebelum kalian tanya, iya, aku sudah tahu tentang amanah si Mamah."
"Urang cuma penasaran, oke? Lagi pula sebentar lagi juga 20 tahun. Apa salahnya?" bela Alvin.
"Tetap enggak ada toleransi, Al." Gita menunjuk belakang punggungnya. "Kalian merasa ada sesuatu di belakang aku, 'kan?" Si kembar hanya diam dan tidak menjawab. "Enggak usah menyangkal, aku juga tahu kalian merasa." Gadis itu mendesah lemah. "Lambat laun mata ketiga kalian bakal terbuka sepenuhnya, dan lelembut yang ada bakal mengincar karena kalian itu sasaran empuk. Daging segar yang punya akses buat pakai keris pusaka."
"Omong kosong, ah!" sangkal Alvin. Daripada disebut tidak percaya, anak itu lebih ke takut bahwa hal itu akan jadi kenyataan. "Paling yang lewat-lewat itu perasaan paranoid doang."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Cur(s)e (TERBIT)
Roman pour Adolescents(Tersedia di Shopee dan Tokopedia Ponyo Official Store) Dikutuk karena membuka kotak warisan yang seharusnya dibuka di waktu yang telah ditentukan, Alvin dan Ashvin harus mengadakan perjalanan panjang menemui kakek mereka di kaki Gunung Lawu bersama...