01. Sebuah Janji

93 11 0
                                    

Mentari kini mulai hilang digantikan oleh rembulan yang membawa dinginnya malam. Setelah ia tertidur dipelukan Rose tadi kini ia terbangun namun tak melihat Rose disampingnya. Ia pun melihat secarik kertas yang berada di meja nakas bersamaan dengan segelas susu dan sepiring makanan.

"Lisa-ya, aku minta maaf karena aku harus pergi lebih dulu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan. Aku sudah menyiapkan segelas susu coklat kesukaanmu dan sepiring makanan untukmu. Ingat jangan terlalu banyak bergerak agar kakimu cepat sembuh. Jika ada apa apa kau bisa menelepon ku. See you Lisa-ya"

Lisa yang membaca secarik kertas itu tersenyum haru atas tindakan manis Rose untuknya. Walaupun ia dan Rose seumuran namun Rose selalu saja bersikap seakan akan Lisa adalah anak kecil dan adik kecilnya. Diusapnya secarik kertas tadi lalu ia letakkan pada laci meja nakas sebelahnya. Ia pun langsung memakan makanan dan meminum susu yang Rose sediakan untuknya.

"Banyak orang bilang jika semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah sebuah titipan dari sang pencipta. Namun bolehkah aku berharap jika semua ini akan bertahan selamanya?" lirihnya

~..........~

Di ruangan yang penuh akan buku dan lembaran kertas kertas yang menumpuk itu terdapat seorang paruh baya yang kini sedang terduduk di kursi kebesarannya. Memiliki perusahaan yang besar dan kini sedang memulai untuk memperluas bidang perusahaannya membuatnya memiliki jadwal yang lebih padat dibanding sebelumnya. Namun ia tak lupa akan waktunya untuk keluarga kecilnya. Begitu pun dengan sang istri. Terkadang Park Seo Joon merasa kasihan melihat istrinya yang kelelahan bekerja di malam hari apalagi kini perusahaan istrinya itu sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ia ingin membujuk istrinya untuk berhenti namun ia tak bisa karena itu adalah cita cita istrinya. Mereka berdua adalah pasangan yang sangat serasi dan harmonis. Seluruh penjuru Korea tahu jika keluarga Park itu adalah keluarga yang sangat berpengaruh di negaranya. Namun di tengah kesibukan keduanya mereka tak pernah melupakan kewajibannya sebagai kedua orang tua.

"Tuhan...aku sangat bersyukur atas apa yang kudapatkan dan kumiliki saat ini. Aku mohon tolong sadarkan aku jika suatu saat nanti aku melupakan janji yang pernah kukatakan. Karena aku sadar hati manusia itu sangat mudah dibulak balikkan, oleh karena itu aku mohon padamu untuk selalu menguatkan hatiku" ucapnya sambil bersandar pada kursi.

Ia tahu jika mengurus sebuah perusahaan itu bukanlah hal yang mudah dan sangat menyita banyak waktu. Oleh karena itu selagi ia bisa, ia akan menghabiskan waktunya dengan keluarganya. Walaupun sebenarnya ia juga merasa takut jika suatu saat ia akan mengingkari janji yang ia ucapkan, tapi setidaknya untuk saat ini ia bisa berkumpul bersama keluarganya.

"Appa... apakah aku mengganggumu?" ucap Lisa di ambang pintu ruang kerja Seo Joon sambil bertumpu pada dinding disebelahnya

Seo Joon yang melihat putri bungsunya berada di ambang pintu langsung menghampirinya dengan tergesa gesa. Ia dapat melihat bulir bulir keringat pada dahi anak bungsunya itu. Walaupun ia melihat senyuman yang tak lama ini baru kembali namun perasaan kalut dan takut di dalam hatinya tak akan pernah bisa hilang.

"Ada apa Lisa-ya? Kenapa kau kemari? Kemana para unnie mu?" balas Seo Joon sambil memapah Lisa menuju sofa diruangannya.

"Tak apa appa. Aku hanya bosan saja"

Seo Joon yang melihat lisa tersenyum padanya merasakan hatinya menghangat. Ia benar benar menyayangi keempat putrinya tanpa terkecuali. Oleh karena itu ia akan merelakan apapun untuk kebahagiaan keluarganya.

"Ohh ternyata putri kecil appa ini merasa bosan. Ada apa hmm? Apa kakimu sudah merasa lebih baik" ucapnya sambil mengusap lembut surai Lisa

"Sekarang sudah tak apa appa, hanya sedikit ngilu saja"

AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang