Bab 4

173 28 0
                                    

Selamat membaca!







Langit sore selalu terasa lebih indah. Dengan warnanya biru cerah, serta sedikit siratan jingga dari cahaya matahari dan warna putih bersih dari gumpalan awan. Aku sedang bermain bersama kucing putih ku di taman belakang rumah. Nama kucing ku pico, jantan.

Aku mengajak pico bermain di taman belakang, dengan bunda yang menyiram tanaman. Ayah masih kerja, mungkin pulang pukul 6 atau setengah 7. Dan kakak laki-laki ku, entah dia sibuk dengan benda persegi di tangannya.

Oh, kalian belum tahu nama kakak ku ya? Sebenarnya tidak terlalu penting, tapi yasudah lah. Namanya Zhane, cukup sampai situ saja.

Aku terfokus pada pico, menjaganya agar tidak mendekat pada bunda. Sungguh jika pico mendekat, bulu nya akan kotor terkena cipratan air dari siraman bunda.

“Dek.” Panggil kakak ku tiba-tiba.

“Apahh?”

“Keluar yu, cari bakso atau apa gitu.”

“Bills on you si yes.”

“Kan kamu ada uang jajan dari ayah.”

“Kakak yang ajakin jajan, ya kakak yang bayar.”

“Yaudah lah, tapi ayo!”

“Okew, bentar!”

Aku menggendong pico, mengembalikannya pada kandang nya. Aku pun beranjak ke kamarku, mengganti kaos ku dengan hoodie hitam. Menggunakan celana pendek tidak masalah bukan?

Baiklah, Aku hanya mengganti atasanku lalu turun untuk berpamitan pada bunda terlebih dahulu.

“Bunda, adek sama kakak mau jalan! Ada titip sesuatu engga?” Teriakku sembari menuruni anak tangga.

Menunggu beberapa waktu hingga mendengar bunda menjawab.

“Engga dek, bunda udah titipin ke ayah nanti!”

Aku langsung menuju ke depan rumah setelah mendengar jawaban bunda. Ku lihat kakak sudah siap disana. Aku langsung mengenakan helm ku lalu duduk di belakang kakak ku.

Di jalan, Aku merasa handphone ku bergetar. Aku mengambil nya dari saku, lalu membuka handphone ku.

‘good sore jiyyo’

Tumben sekali?

‘sore good jugaa’

‘ngantuk’

‘masih soree’
‘masa ngantuk sii'

‘iya'
‘abisnya saya gabut'

‘masi soree'
‘memang engga ada kerjaan lain gitu?’

‘ngga ada'
‘udah semua’

Aku mengabaikan pesan nya, bukan sengaja. Hanya saja atensiku tiba-tiba teralih pada sebuah mainan anak-anak di pinggir jalan. Lucu banget?

Mainan itu sudah jauh ku lewati, Aku kembali mengalihkan atensiku pada benda persegi tadi. Sudah ada dua bubble chat baru disana?

‘jiyyo, saya tadi beli susu’
*mengirimkan sebuah gambar
‘trs di taruh di cup gede'

Dia mengirimkan sebuah foto padaku, bisakah ini disebut kemajuan?

‘banyak banget? Apa engga kembung itu nanti’

‘ga kok, kan sedikit sedikit minumnya’

‘lihat susu jiyyoo jadi pingin ice'

Aku tidak bohong ketika mengatakan menginginkan ice.

“Kak, kak!” Panggilku sambil memajukan kepalaku.

“Apa!”

“Pulang nanti mampir alfa atau indo gitu yahh!”

“Ngapain!”

“Pengen ice!”

“Oke!”

Aku tidak membuka handphone ku lagi, aku memilih fokus pada pemandangan jalan. Sesekali mengambil foto yang entah untuk apa nantinya. Seperti tujuan awal, kita makan bakso. Jauh banget?

“Buset nyari bakso aja sampe sini kak.”

“Sekali-kali, jalan iseng sampe sini. Ya masa tiap keluar iseng di alfa depan gang doang.”

Aku tidak menyahuti lagi, hanya mengekor di belakang kakak ku.

Urusan perut, sudah selesai. Sekarang hari sudah gelap, kami memilih untuk berkeliling sebentar setelah itu pulang.

Angin malam menerpa wajahku, sedikit rasa dingin menusuk paha ku. Ada setitik rasa sesal mengapa memakai celana pendek? Tapi tak apa.

Aku melihat ada beberapa pedagang yang mulai membuka gerai mereka.

“Kakak, mau leker!” Ucapku sembari menunjuk salah stau pedagang di pinggir jalan.

Perlahan kakak ku menepikan motornya. Aku kembali mengekor di belakangnya, sesekali sedikit berlari karena tertinggal.

“Mau yang apa?” Tanya kakak ku ketika sampai di depan pedagang leker.

“Coklat keju, sama yang coklat saja. ”

“Mas, Coklat keju 2, Coklat kacang 2, Coklat 2!”

Leker sudah di tangan, Aku tersenyum melihat sekantung kresek besar yang berisi leker ini. Kakak ku yang melihat ku hanya mengusak rambut ku, lalu merangkul ku menuju ke motor.

Kami memutuskan untuk pulang, sembari mencari alfa atau indo yang ada di dekat sini.

Tak begitu lama, sekantung leker dan sekantung ice cream sudah di tanganku, jadi inilah yang dinamakan surga dunia? Indah sekali.

Kami sampai di rumah pukul setengah 8 lebih, aku memasuki rumah dengan senyum sumringah.

“Ayahh bundaa! Adek sama kakak pulangg!”

“Yaampun adek, apa aja yang kamu beli itu?” Tanya ayah dengan wajah malasnya.

“Leker sama ice, kakak yang beliin. Kalau ga mau yaudah siii!”

“Enak aja, ya mau!”

Aku, kakak, ayah, dan bunda duduk di depan televisi sembari memakan leker tadi.
Aku kembali membuka handphone ku. Iseng saja, aku mengirimkan foto ice cream tadi pada Jevian.

*mengirimkan sebuah foto
‘icee creamm’

‘banyak bngt bayii'

‘ga banyak iniii'

Aku menutup lagi handphone ku, lalu terfokus pada leker, ice, dan televisi di depanku. Ku biar kan saja handphone itu. Kapan lagi menikmati makanan gratis? Ahahaha, love you kakak!











Satu vote dari kamu sangat membantu buat aku semangat ngelanjutin cerita Rain, so please di pencet yaa tanda vote nya! Terimakasih!

Tunggu Rain di kelanjutan cerita yaa

Can I Be Your Boyfie? [Woongri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang