Bab pertama dan bab terakhir

33 13 12
                                    

Kuncup bunga yang akan mekar itu menandakan bahwa mereka siap. Siap untuk menunjukkan betapa cantik dan indahnya mahkota mereka. Dengan warna-warni yang mampu menarik perhatian banyak mata, serta serbuk yang manis menjadi candu bagi serangga.

Air embun pada daun berjatuhan seiring dengan tangan lentik yang memetik bunga secara paksa, seolah ia yang harus mendapatkannya terlebih dahulu.

Lamira menghirup rakus aroma bunga camelia yang mungkin sudah seperti oksigen bagi hidungnya. Wajahnya berseri-seri seperti seseorang yang telah menemukan pujaan hati.

Cekrek!!

Suara kamera membuat gadis itu merasa terganggu lalu ia mengalihkan pandangannya kepada seseorang yang tidak sopan karena telah memotret dirinya tanpa izin. Ia menatap sinis pria pembawa kamera itu.

“maaf mengganggu aktivitas mu nona”, ucap pria itu. Ia lalu berjalan menghampiri Lamira dengan membawa kameranya.

“Kazerra Mahavir Bagaskara. Panggil saja Zerra”, pria itu mengulurkan tangannya sembari tersenyum manis berniat untuk mengajaknya berkenalan.

“Lamira Cameliana Audrey. Lamira”, jawab Lamira tanpa membalas uluran tangan Zerra membuat pria itu merasa canggung lalu menarik kembali tangannya. Gadis itu lalu kembali memperhatikan bunga yang sepertinya sedari tadi merasa diabaikan oleh kedua orang tersebut.

“Namamu cantik seperti orangnya”, berusaha meredakan suasana yang menurutnya semakin canggung namun sepertinya tidak ada tanda-tanda Lamira ingin menanggapinya.

Taman itu masih tampak sepi. Sinar matahari pagi menyapa mereka dari celah rimbunnya pepohonan. Angin sepoi-sepoi berlarian nakal menerjang rambut Lamira yang kala itu dibiarkannya terurai.

Zerra terpaku menatap wajah gadis itu dalam-dalam. Hatinya berdesir, perutnya terasa geli seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan disana. Tanpa sadar lelaki itu tersenyum tipis.

Seolah tangannya bergerak sendiri, ia lalu mengangkat kameranya hendak memotret Lamira kembali. Namun, belum sempat lelaki itu mendapat satu foto. Suara Lamira sudah menghentikan aktivitasnya.

“Jangan memotret ku lagi”.

“Maafkan aku. Kau terlalu indah membuatku ingin mengabadikannya melalui foto”, jawab Zerra sambil menggaruk kepalanya merasa bersalah.

Diam–diam Lamira tersipu malu mendengar ucapan Zerra. Namun sebisa mungkin ia menyembunyikannya. “Apa kau begitu menyukai bunga itu?”, tanya Zerra. Ia cukup penasaran karena sejak tadi Lamira hanya terfokus oleh bunga yang ia bawa, bahkan lelaki yang berada didepannya ini sama sekali tidak dipedulikan olehnya.

“Camelia melambangkan sebuah cinta, kasih sayang, dan kekaguman. Aku begitu menyukainya karena namaku juga sama dengannya. Tapi sayangnya aku membenci perasaan cinta dan kasih sayang. Bagiku itu semua hanyalah pengganggu perasaan semata”. Seolah tengah membayangkan sesuatu yang membuatnya marah sehingga tatapan gadis itu berubah menjadi penuh akan kebencian. Bunga cantik yang awalnya indah mekar kini berubah menjadi serpihan kelopak karena diremas kuat oleh Lamira lalu terbang terbawa angin yang kencang.

“Kenapa kau membencinya? Bukankah kau sendiri yang memilihnya?”.

“Apa yang kau maksud?”, Lamira mengerutkan dahinya merasa terganggu dengan pertanyaan Zerra. Namun, orang yang ditatapnya justru menampilkan ekspresi biasa. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan pria ini.

“Perasaan yang lebih dari sekedar mengagumi atau menyukai bahkan sampai ingin memiliki itu akan datang ketika kamu selalu bersama-sama dengan seseorang yang mampu menarik perhatian mu. Di otak mu pasti akan memilih. Memilih untuk terus menumbuhkan rasa itu atau memaksanya untuk berhenti. Dan semua itu hanya kamu yang bisa mengendalikannya”, Zerra menjeda ucapannya sejenak, menghela nafas sebelum akhirnya ia kembali menjelaskan. “Jika kamu memilih untuk terus menumbuhkan rasa itu, maka perasaan itu akan berubah menjadi cinta. Kamu tidak membencinya, kamu hanya membenci bagaimana rasanya. Rasa khawatir, ragu, cemburu, hingga takut kehilangan seseorang yang begitu kamu cintai. Kalau memang kamu benar membenci cinta. Itu artinya kamu belum bisa mengontrol rasa pada cinta itu sendiri”, tanpa Zerra sadari ia terlalu banyak menjelaskan hingga panggilannya berubah dari aku-kau kini menjadi aku-kamu.

Lamira hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Gadis itu terlalu bingung harus menjawab apa atas semua penjelasan Zerra. Tatapannya kosong, ia kembali mengingat masa lalunya yang begitu pahit. Ketika bagaimana ia yang sangat mencintai seseorang namun yang dia dapatkan hanyalah sebuah pengkhianatan. Mengingat kembali bagaimana ketika ia rela berkorban hanya untuk lelaki bajingan yang tak bertanggung jawab.

Lamira terlalu banyak menyimpan luka dihatinya. Luka yang seharusnya sembuh kini justru semakin membiru. Lamira yang dulu terlalu mengemis kasih sayang seorang lelaki. Karena pada dasarnya perempuan yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah akan selalu merasa kesepian, selalu merasa sendirian. Ia sangat membutuhkan perhatian. Tidak! Lamira bukan perempuan yang gampangan. Dia hanya butuh tempat bercerita, tempat untuk pulang, dan tempat untuk berkeluh kesah. Jika semua itu hanya kebahagiaan semu, lantas kemana lagi dia harus pulang?

Masa lalunya lah yang membuatnya membenci cinta dan kasih sayang. Lamira yang sekarang jauh berbeda. Ia menutup diri. Dia tidak lagi berani membuka hati. Dia bangkit tanpa lagi mempedulikan perasaannya. Ia tumbuh tanpa ada seorang ayah yang ada disampingnya. Lamira tidak lagi mengemis rasa perhatian dan kasih sayang seorang lelaki. Lamira tidak butuh itu lagi. Bisa di bilang dia adalah Perempuan Tanpa Sayap.

Air mata Lamira menetes tanpa ia suruh. Hatinya berdenyut nyeri. Ternyata begini rasanya. Ia terlambat menyadari semuanya. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia belajar lagi soal perasaan cinta?

Lamira tidak sekuat itu. Jujur, jauh di lubuk hatinya ia begitu merindukan ayah nya. Ia merindukan perhatiannya. Jika saja boleh, ia ingin sekali lagi mencoba membuka hati. Ia ingin membuka lembaran baru lagi.

“Lamira hei! Kenapa kamu menangis? Apa ucapan ku menyakiti mu?”, suara Zerra menyadarkan Lamira dari  lamunannya. Sorot kekhawatiran lelaki itu terpancar ketika Lamira menatapnya. Ahh Lamira baru menyadari jika wajahnya sudah basah karena air matanya sendiri.

“Maafkan aku. Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit mengingat masa lalu”. Jawabnya sembari mengusap wajahnya.

“Boleh aku memelukmu?”.

“Hah?”.

“Sepertinya kamu butuh itu”.

Tanpa aba-aba Lamira langsung memeluk erat tubuh lelaki itu. Ia menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala hal yang membuat hatinya sesak selama ini. Lamira rindu dipeluk seseorang.

Zerra tak kalah erat memeluk Lamira. Ia tahu apa yang dirasakan gadis itu. Dia juga pernah merasakan kekecewaan terhadap cinta.

“Sudah lebih baik?”, sepertinya Lamira enggan untuk melepas pelukannya. Zerra jadi menang banyak jika terus berpelukan seperti ini.

“Maaf. Ini terlalu nyaman”, akhirnya dengan terpaksa Lamira menyudahi pelukan itu.

“Boleh aku bertanya?”, Zerra bertanya sambil memegang kedua tangan Lamira lalu menatap mata perempuan itu.

“Boleh. Ada apa?”, jawab Lamira.

“Apa kau percaya cinta pada pandangan pertama?”.

“Entahlah. Kenapa bertanya hal itu?”.

“Aku menyukaimu. Harus boleh hehe”, pertanyaan bukan, ini lebih seperti sebuah pernyataan yang Zerra ucapkan membuat Lamira terdiam ditempat. Tiba-tiba wajahnya memerah seperti tomat. Ahh Zerra jadi gemas lihatnya. “Beri aku kesempatan untuk bisa menyembuhkan luka di hati mu. Dan izinkan aku untuk mencintaimu. Berikan aku tempat di hati mu, aku akan selalu menjaga itu. Aku ingin membuktikan padamu bahwa lelaki setia itu pasti ada. Tidak harus sekarang kamu mencintai ku. Aku yang akan membuat mu jatuh cinta padaku”.

Lamira ingin tenggelam saja rasanya. Wajahnya pasti sudah sangat merah. Bolehkah ia membuka hati lagi. Semoga saja ia tidak salah tempat lagi. Semoga saja kali ini tidak menambah lukanya lagi.

Akhirnya gadis itu menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia memberikan kesempatan pada lelaki yang bernama Kazerra Mahavir Bagaskara.

~

Perempuan yang terlalu ingin perhatian dan kasih sayang dari pasangannya bukan berarti dia tidak mandiri. Hanya saja dia membutuhkan rumah untuk tempatnya bercerita. Karena rumahnya yang pertama mungkin sudah pergi meninggalkan dunia.

~~~~~~~~

Cerita pendek pertama yang berhasil aku selesaikan.
Beri komentar dong hehe

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perempuan Tanpa Sayap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang